Cinta dan mama Cassandra sedari tadi menelusuri mall, mencari jejak Citra yang hilang tak ditemukan oleh mereka. Keduanya sungguh sangat gelisah. Ke mana Citra itu pergi, begitulah pemikiran keduanya. Bahkan mama Cassandra wajahnya sudah ditekuk berubah sedih karena takut terjadi apa-apa dengan putrinya itu.
"Cinta, apa kita sebaiknya ke ruang informasi orang hilang saja, bagaimana menurutmu? Kita bisa meminta petugas untuk memanggil Citra agar datang ke mari, ayo!" ajak mama Cassandra yang sudah menggandeng tangan Cinta dan menariknya agar ikut dengannya. Walaupun Cinta rasanya tidak ingin melakukan itu, tapi kalau sudah dipaksa ya sudah dia ikut saja. Dia tau kalau Citra tidak ingin diperlakukan seperti itu karena dirinya pun juga kalau menjadi Citra tidak mau juga diperlakukan seperti itu. Seperti anak kecil saja kalau dipanggil di ruang informasi, sungguh memalukan. Jelasnya Citra nanti akan marah kalau mendengar panggilan dari petugas itu.
Dan benar dugaan Cinta, Citra yang berada agak jauh dari mereka dan mendengar semua itu merasa malu dan menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, kesal dengan ulah mama dan Cinta yang seperti dirinya dianggap anak kecil saja. Dia mengumpat kecil dan mengoceh dengan sebalnya. Sembari menoleh kian ke mari, takutnya saat dia mengumpat orang-orang yang sedang berbelanja di mall mendengarnya.
"Apa-apaan sih Mama dan Cinta itu! Memangnya aku anak kecil apa sampai dipanggil segala, walau kalian menggodaku dengan uang sekalipun, aku tidak akan datang dengan panggilan itu! Enak saja! Tenang saja aku tidak akan hilang lama dan akan pulang sendiri tanpa tergores sekalipun! Lebih baik kalian pulang saja terlebih dahulu! Aku mau menyendiri sekarang!" Citra sudah mulai melangkahkan kakinya dengan cepat. Rasanya dia sudah tidak ingin mendengar informasi yang berulang-ulang diucapkan di ruang informasi itu. Pengap mendengar itu semua. Telinganya terasa gatal dan semakin membuatnya malu saja. Jelasnya seluruh orang-orang di mall yang mendengar itu juga sama kesalnya kepadanya. Karena berisik.
"Citraaaaa kembalilah, Nak ... Mama mohon! Mama dan Cinta akan selalu menunggumu di sini! Kalau tidak papamu akan marah nanti!" Malahan mama Cassandra yang berucap sekarang, dengan sedikit mengancam tentang papanya. Membuat Citra sedikit bergidik ngeri tapi ditahannya. Pintar sekali mamanya itu bagi Citra cara mengancamnya, tapi memang Citra sungguh ingin sendiri sekarang. Walau papanya nanti mengamuk dan memukulinya dia tak perduli, yang penting Citra bisa terbebas sekarang. Semakin geli dengan ulah mamanya ini.
"Cih ... mama pintar sekali dalam merayu, pokoknya aku tidak akan terpancing deh," ujar Citra yang sudah berada di luar mall saat ini. Dia juga berniat untuk menyebrang dan menyendiri di taman dekat mall yang menurutnya hijau dan permai juga sangat indah itu. Mungkin dengan berada di sana dan dia menyendiri bisa tenang dan damai. Jadinya Citra bergegas untuk segera ke taman itu.
Namun ternyata saat baru sampai di taman, baru beberapa menit lamanya, seraya Citra sedang sibuk memainkan ponselnya dan ingin berselfie. Tiba-tiba dua orang lelaki menyeramkan datang mendekatinya. Duduk di samping Citra kanan kiri, jadinya Citra berada tengah-tengah diantara mereka. Citra awalnya hanya biasa saja dengan tenangnya karena mengira kalau kedua lelaki itu hanya ingin duduk dan juga pengunjung taman juga.
Tapi lama-lama mereka semakin lama semakin lancang, semakin mendekat ke arah Citra, merapatkan duduknya masing-masing. Padahal kursi panjang sangat banyak. Memang kedua lelaki itu sengaja untuk mengganggu Citra. Citra yang tidak mau terjadi masalah, dia lalu bangkit dari duduknya, tersenyum manis dan mengangguk tanda pamit kepada mereka secara sopan.
Tiba-tiba kedua lelaki itu mencolek leher Citra dengan gemasnya. Menjadikan Citra ketakutan dibuatnya. "Ehhh maaf, saya mau pergi! Saya tidak akan mengganggu kalian. Jadi maaf jangan sekali-kali mengangguku, oke permisi!" pamit Citra dan ingin segera pergi dari taman itu.
Kedua lelaki itu hanya semakin tersenyum menyeringai dan semakin gencar saja dalam menggoda Citra. Terlihat gigi mereka yang agak hitam dan menyeramkan karena mukanya sedikit banyak jahitannya. Kedua alisnya di naikturunkan, tidak mengizinkan Citra untuk pergi dari taman itu. Karena kedua tangan mereka sudah direntangkannya.
"Oho ... mau ke mana kamu anak manis? Mendingan temanin Abang saja!" goda lelaki yang lebih tinggi dari satunya. Badannya kekar tapi tidak terlihat baik wajahnya. Citra rasanya benar-benar apes karena bertemu dengan mereka berdua.
"Iya nih, lebih baik di sini saja temani kita, dijamin puas dan Abang pasti memberi kamu uang yang baik, ini," sahut lelaki satunya lagi dengan memberikan uang gebokan kepada Cinta, menyodorkannya, mengiming-iming Citra agar tertarik, karena memang di saku celananya banyak sekali uangnya, karena keduanya habis memalak, sudah kebiasaan mereka pemalak di area sini. Bahkan semua orang juga takut kepada kedua preman itu yang sungguh lumayan dalam ilmu bela dirinya.
Citra yang semakin geram menepis uang itu dan uang itu pun terjatuh dengan kasar karena ulah Citra yang benar-benar kasar. Membuat lelaki yang membawa uang itu geram dan menarik rambut Citra sekarang. Mengendus-endus rambut Citra dengan gemas. Rambut yang lurus dan lembut bagaikan sutra itu. Wangi bagaikan parfum luar negeri juga. Membuat kedua preman itu melayang-layang karena kesempurnaan Citra yang sangat menggiurkan dan menggoda itu.
Citra yang semakin ketakutan karena kedua tangannya sudah dipegangin oleh kedua preman itu dia mulai merintih dan menangis. Ia pun membatin. 'Apa sudah tamat riwayatku? Apa ini semua karena aku kena karma karena tidak menghiraukan mama? Kenapa rasanya hidupku tidak pernah beres dan apes terus Tuhan? Apa aku memang sungguh tidak pantas untuk bahagia? Begitukah? Lalu aku harus bagaimana? Apa aku harus pasrah saja kalau kesucian ku direnggut? Aku mohon Tuhaaan. Berikanlah perlindunganmu dari-Mu dengan datangnya sang pahlawan. Barangkali lelaki itu juga jodohku aku pasrah, karena memang itulah jalan takdirmu.'
Citra yang sudah sangat pasrah. Dia memejamkan kedua matanya sekarang. Memberontak pun tak sanggup. Karena keperkasaan kedua preman itu. Yang hanya dilakukannya adalah menyebut seluruh keluarganya dan meminta maaf kalau dia pernah buat salah. Citra kemudian terkejut yang ternyata dia tidak diapa-apakan oleh mereka berdua, tapi dia mendengar suara yang sungguh tak asing di telinganya. Matanya pun dibuka dengan sempurna. Terharu atas penolongnya itu. Ternyata selama ini dia sangat membencinya tapi ternyata lelaki itu rela menolongnya.
"Chandra? Jadi dia adalah benar jodohku? Aku sudah berucap seperti itu tadi, jadinya mau tidak mau memang aku harus menerimanya, mungkin sudah jalan takdirku seperti ini. Chandra juga tak buruk juga," celoteh Citra yang kini sudah dilepaskan oleh kedua preman itu karena preman itu sudah mendekat ke arah Chandra, berniat menghajarnya.
"Haha ada pahlawan kesiangan rupanya!"