"Apa?! Ka—kamu?!" jerit Citra saat melihat wajah seseorang yang menabraknya itu, ternyata dia adalah calon suaminya. Chandra. Tadinya suara Chandra sedikit menggema jadi Citra tidak bisa mengenalinya, tapi sekarang sangat jelas terlihat karena Chandra sudah menghadap, tepat berhadap-hadapan dengan Citra sekarang. Karena Citra lah yang menarik kedua kaki Chandra sehingga Chandra membalikkan badannya, kalau Citra tidak bertindak seperti itu pastinya Chandra akan terus diam mematung dan Citra tidak akan tau kalau itu adalah Chandra. Chandra pun mendengus kesal dan merasa risih diperlakukan oleh Citra seperti itu.
Citra yang masih duduk bersimpuh, dia pun semakin mempererat pegangannya, memegang kaki Chandra, kemudian bangkit dari duduknya. Semakin menatap tajam ke arah Chandra sembari menghembuskan nafasnya dengan kasar.
"Kamu tidak akan bisa kabur dariku!" pekik Citra dengan tersenyum menyeringai.
Chandra yang sangat hafal betul suara yang melengking itu adalah milik si Citra, dia juga berteriak sekarang. "Hah?! Kamu?! Sembarangan pegang-pegang aku! Seperti kurang kerjaan saja! Ya sudah pergi sana! Jangan dekati aku lagi!" Chandra mulai membalikkan kembali badannya dan ingin segera pergi dari Citra. Tapi tidak semudah itu. Citra akan terus menyerangnya karena tak terima dengan perlakuan Chandra itu.
"Eits, mau ke mana? Kamu harus bertanggungjawab karena telah menabrakku! Dasar tidak tahu diri kamu! Tidak ada rasa tanggungjawabnya sama sekali!" maki Citra, sekarang ia sudah berkacak pinggang dengan satu tangannya. Sedangkan satu tangannya lagi masih memegangi lengan baju Chandra supaya tidak melepaskan diri dan kabur.
"Iya nih ... dasar! Tidak punya mata apa! Apa mata kamu ditaruh di kaki hah?!" Bela Cinta yang juga ikut memaki Chandra. Dia tidak tau kalau Chandra itu buta karena tongkat Chandra sudah dilipat dan dimasukkan sakunya sedari tadi. Yang penting bagi Cinta harus membela kakak sepupunya itu. Dengan begitu kalau kakak sepupunya senang kan dia akan dapat pujian dan besok-besok diajak jalan-jalan terus, dirinya juga pastinya diandalkan oleh kakak sepupunya itu.
Mama Cassandra yang merasa aneh dengan lelaki itu dan terus memakai kaca mata tanpa dilepasnya, menatap datar ke sembarang arah, beliau lalu menunjuk dan menebak-nebaknya. "Siapa dia Citra? Apa dia buta? Kalau iya lepaskan, Nak. Kasihan! Jelasnya dia tidak sengaja tadi nenyenggolmu," ucapan mama Cassandra seketika membuat Citra semakin naik darah, karena beliau malah semudah itu berkata menyuruh Citra melepaskannya.
Tadinya memang Citra tidak seberapa marah dan biasa saja, hanya ingin pelaku tabraknya meminta maaf. Itu saja, tapi saat pelakunya adalah sangat sombong dan dia juga Chandra, Citra semakin tidak bisa terima dan ingin memberinya pelajaran, makanya menahan Chandra sekarang. Seperti musuh bebuyutan rasanya kalau bersama Chandra, karena sifat dingin dan songong Chandra menjadikan Citra seperti itu. Coba kalau tidak blagu pastinya Citra terima-terima saja dan bersikap lembut. Makanya Citra benar-benar membenci perjodohan ini.
"Dia adalah Chandra! Orang yang akan dijodohkan denganku ini! Mama lihat tidak? Beginilah perlakuannya, songong dan tak ada akhlak sama sekali! Puas Mama? Puas? Dan ya memang dia adalah buta!" Citra mulai meninggikan suaranya. Dia yang sudah tidak tahan lagi dengan keadaan ini. Menendang kedua kaki Chandra terlebih dahulu, lalu melepaskan pegangan tangannya. Setelah itu Citra pergi dengan langkah dipercepat tanpa mengajak Cinta maupun mamanya. Dia benar-benar marah sekarang jadi ingin sendirian saja.
Cinta dan mama Cassandra yang melihat Citra pergi begitu saja, terbelalak dan mulutnya menganga sekarang. Padahal niat hati mama Cassandra ingin membuat anaknya berhati lembut seperti biasanya. Tidak bermaksud membela Chandra, apalagi membuat putrinya kesal. Lagian itu juga karena keadaan perjodohan ini yang membuat Citra juga seperti itu. Mana tau mama Cassandra kalau itu adalah Chandra. Jadinya hubungan Citra dan mamanya sekarang semakin renggang karena perjodohan ini.
Sama halnya dengan Cinta. Dia yang baru tau kalau sepupunya dijodohkan dengan lelaki buta dan sangat dingin seperti itu. Hanya meringis dan kasihan juga rasanya. Ia hanya mendengar kakak sepupunya mau menikah itu saja. Tidak tau apa-apa tentang perjodohan ya lelaki buta. Makanya Cinta sungguh sangat heran sekarang, karena om dan tentenya itu sungguh tega.
Mama Cassandra dan Cinta hanya memperdulikan Citra saja sedari tadi. Tanpa melihat Chandra yang mendesis dan menggeram karena tendangan kaki si Citra itu. Keduanya lalu bersiap untuk mengejar Citra. Tapi sebelum itu Cinta yang juga sama kesalnya hatinya dengan Chandra, dia mendorong Chandra hingga Chandra jatuh terjerembah. Ia tertawa saat melihat Chandra sengsara seperti itu.
"Rasakan kamu! Salah sendiri membuat kakak sepupuku sedih!" maki Cinta dan berhamburan begitu saja. Dia berlari dengan meneriaki Citra yang sudah sangat jauh itu.
Sedangkan mama Cassandra yang berada di belakangnya dan tertinggal. Hanya menatap Chandra dengan rasa iba. Tak bisa membantunya karena takut kalau ditinggal oleh Cinta dan tidak menemukan putrinya itu. Beliau hanya berceloteh penuh penyesalan. Menyesal tidak membantunya juga sebagai permohonan maaf untuk anak dan ponakannya itu.
"Maaf, Nak. Ibu tidak bisa menolong. Ibu harus pergi! Kamu hati-hati yaaaa," seru mama Cassandra. Beliau pun langsung berlarian dengan langkah dipercepat agar bisa menyusul Cinta dan putrinya.
Sementara Chandra hanya mendengus dan terus mengumpat. Dia menggerutu dan ingin memaki siapapun orang yang misal mau mendekatinya. Kebetulan bodyguard yang mengantarkannya, mencarinya dan kini datang mendekat. Kedua bodyguard itu merasa menyesal karena tidak bisa menjaga dengan baik tuan mudanya.
"Tuan mudaaaa!" teriak kedua bodyguard itu dan langsung berusaha untuk membantu Chandra bangun. Tapi Chandra yang sudah sangat kesal menepisnya dan mencoba bangun sendiri. Saat Chandra sudah bangun dia menghembuskan nafas dengan kasar dan langsung memaki kedua bodyguard itu.
"Kaliaaaan! Kurang ajar! Dari mana saja kalian hah! Benar-benar menyebalkan! Tidak ada disaat saya membutuhkan! Kalian telat dan lalai menjagaku! Mendingan kalian pergi saja deh! Aku tidak mau kalian repot-repot menjagaku lagi! Mendingan aku sendiri! Tenang aku bisa hidup walau sendiri!" umpat Chandra dengan nada yang mengotot. Urat di lehernya sampai terlihat sangat kentara sekali.
Kedua bodyguard itu hanya menunduk. Mereka serba salah rasanya. Karena memang mereka tadi izin ke toilet tapi mungkin Chandra tidak mendengarnya, jadi sebetulnya ini adalah salah Chandra, tapi mereka juga mengakui kalau mereka lalai. Jadi mereka pastinya akan mempertanggungjawabkan semuanya.
"Maafkan kami, Bos. Bos jangan marah! Katakan siapa yang melakukan ini kepada, Bos!" ujar bodyguard yang gemuk itu. Dia tegas dalam berucap. Tapi tidak diperdulikan oleh Chandra yang sudah kesal itu. Akhirnya kedua bodyguard itu hanya diam dan mengikuti Chandra saja. Mereka tau betul sifat Chandra yang memang suka diam kalau sedang emosi, pastinya mereka tidak akan berucap lagi supaya Chandra tidak semakin emosi lagi. Kalau dibiarkan saja pastinya nanti emosi Chandra reda dengan sendirinya.