Chereads / Dipaksa Menikahi Lelaki Buta / Chapter 11 - Keluh Kesah

Chapter 11 - Keluh Kesah

Chandra sekarang sudah sampai di depan rumahnya. Dia berjalan perlahan tapi pasti untuk masuk ke dalam rumah. Badannya terasa sangat lelah padahal hanya melakukan kencan buta saja, mungkin karena batinnya tersiksa makanya menjadikan dia capek seperti itu. Malahan sekarang dia bertemu dengan papanya yang berada di ruang tamu, jelas si Cito tidak akan tinggal diam dan bertanya tentang perkembangan kencan anaknya. Apalagi papanya di ruang tamu itu bersama dengan istri barunya, membuat Chandra semakin risih dan tidak senang.

"Halo anak Papa yang ganteng? Bagaimana? Apa berjalan dengan mulus kencannya tadi? Kamu setuju kan dengan keputusan, Papa?" tanya Cito yang benar-benar membuat Chandra malas. Chandra hanya bisa menggeram, tak mau membalas pertanyaan papanya. Ia sejenak terhenti lalu pergi begitu saja ketika ocehan papanya yang didengar tak penting sama sekali baginya, tapi langsung dilempari bantal oleh Cito dengan keras, tepat mengenai punggung Chandra.

"Chandra! Tidak sopan! Jangan asal pergi! Jawab pertanyaan, Papa terlebih dulu! Atau akan Papa coret kamu dari daftar nama keluarga!" tambah Cito dengan berteriak seraya mengeluarkan ancaman yang dingin dan tak terbantahkan. Membuat Chandra menoleh, menghembuskan nafasnya kasar karena selalu begitu ancaman papanya. Tidak pernah diganti dengan ancaman lainnya, tapi meskipun begitu, ancaman itu selalu membuat Chandra takut karena dia belum siap untuk hidup menggembel di jalanan.

"Ya terserah, Papa saja! Atur saja semuanya!" jawab Chandra lantang, setelah itu dia berjalan menaiki tangga ke arah kamarnya.

Cito hanya bisa memainkan nafasnya sesekali, menatapi punggung Chandra yang semakin menjauh darinya. Meskipun dia tau kalau anaknya tak ikhlas menerima semua itu, tapi bagi Cito yang penting Chandra sudah setuju dan dia merasa senang sekarang. Dengan begitu perusahaannya akan semakin maju karena bersanding dan bekerja sama dengan perusahaan Cirul yang sama besarnya. Sehingga akan tercipta perusahaan nomor 1, yang tiada tandingannya.

"Huh anak itu, Pa, selalu begitu tidak sopan. Bagaimana sih kamu mendidiknya dulu, tapi meskipun begitu kamu harus sabar jangan sampai jantungan karenanya, kamu kan belum mempunyai anak dariku, jadi harus hidup lama denganku, ya Pa," seru mama tiri Chandra yang suaranya sungguh genit. Sampai-sampai Chandra yang masih bisa mendengarnya merinding dan tersenyum kecut. Malas meladeni papa maupun mama tirinya itu.

Malahan Cito selalu suka memanjakan istri barunya itu dan kini dia memeluknya erat. "Tenang saja meskipun dia begitu tetap tak bisa melawanku, maklumi mungkin karena sudah ditinggal lama oleh mamanya, juga jantungku sangat kuat, Sayang, lagian kapan sih kamu hamil? Apa perlu kita bekerja lebih giat lagi? Kalau iya, ayo sekarang ke kamar dan kita proses lagi agar kamu segera hamil." Belum sempat mama tiri Chandra membalas ucapan Cito. Namun Cito langsung mengajaknya berdiri. Menggendongnya terlebih dahulu. Diajaknya mama tiri Chandra yang bernama Cisilia itu ke arah kamarnya.

Tapi sebelum masuk ke dalam kamar dan Cito yang masih melihati Chandra berada di luar kamarnya. Duduk bersantai sambil menikmati ketenangan dan kesendirian. Cito pun mengeluarkan suaranya kembali. Karena memang kamar Cito juga berada di lantai atas tak jauh dari kamar anaknya.

"Chandra? Bagaimana kalau kamu menikah satu minggu lagi? Apa kamu siap?"

"Apa, Pa! Sa—satu minggu lagi? Apa Papa tidak salah bicara? Satu minggu itu waktu yang sangat singkat, Papa gila apa! Kenapa Papa yang ngebet sekali dengan kata menikah dari pada aku, apa Papa mau menikah lagi? Hmmmm," protes Chandra dengan alih-alih mengejek papanya. Bagi Chandra memang papanya benar-benar sangat keterlaluan dan seenak jidatnya saja.

"Lho bukankah lebih cepat lebih baik? Jelasnya Cirul juga pasti akan menyetujuinya. Pokoknya siap tidak siap kamu harus siap, ya sudah kamu istirahat sana! Papa mau bercinta dulu, bye, bye! Dan jangan sembarangan berucap, menikah apa! Sudah cukup Cisilia yang menjadi, Mama kamu, saat ini dan selamanya." Usai mengucapkan itu.

Cito langsung masuk ke dalam kamarnya dengan Cisilia yang masih ada di gendongannya ala bridal style. Keduanya bercanda tawa menikmati ciuman panasnya tanpa rasa malu. Karena bagi mereka Chandra buta saja jadi bebas melakukan apapun.

Chandra hanya bisa menelan salivanya dengan kasar. Jijik rasanya mendengar keromantisan mereka. Setiap kali kalau papanya seperti itu bersama mama tirinya. Hatinya sangat teriris teringat mamanya yang amat ia rindukan. Rasanya seperti mamanya dihianati oleh papanya. Karena memang Chandra sewaktu papanya mau menikah lagi dia sungguh sangat menentang. Bagi Chandra seharusnya papanya bisa setia selamanya dengan mamanya dan tak menikah lagi. Tapi ternyata Chandra tak kuasa dan tak bisa menentang papanya itu. Jadi dia hanya bisa pasrah saja.

Dulu sewaktu Chandra masih kecil sungguh ingin kabur karena muak dengan kehidupannya. Namun, bik Mira yang merawat dia sejak kecil itu terus menerus berada di sampingnya. Menegur Chandra dan mendidiknya dengan baik. Maka dari itu Chandra mengurungkan niatnya dan patuh kepada bik Mira. Bagi dia kini bibiklah yang membuatnya merasa kalau mamanya masih berada di sampingnya karena bik Mira sama persis sifatnya dengan mamanya. Bahkan bik Mira adalah tempat keluh kesah Chandra setelah Tuhannya. Selalu bik Mira berada di samping Chandra ketika membutuhkannya.

Sekarang pun bik Mira berada tepat di depan Chandra, usai Cito dan Cisilia masuk ke dalam kamar. Bik Mira sedari tadi sudah berada di tangga dan berdiri saja mendengarkan semua itu. Makanya bik Mira merasakan apa yang diderita Chandra sekarang. Tangannya pun langsung meraih tangan Chandra tanpa ragu-ragu. Dalam hatinya selalu berjanji akan menjaga Chandra sampai hembusan nafas terakhirnya, seperti janjinya dulu kepada mama Chandra.

"Tuan muda, jangan terus memendam rasa sakit di hatimu, kalau mau menangis, menangislah! Bibik siap menemani, keluarkanlah keluh kesahmu, maaf Bibik tak bisa membantu apapun karena tak kuasa, misalnya kalau Tuan muda sungguh tak mau menerima perjodohan ini, Tuan muda bisa melakukan apa yang menurut hatimu baik, pokoknya Bibik akan selalu mendukungmu dan membelamu, jangan takut! Ada Bibik, dengarkanlah saja hati kecilmu."

Mendengar penuturan dari bik Mira. Chandra akhirnya menangis. Rasa sakit di hatinya tidak bisa dibendung lagi. Bahkan kini bik Mira sudah memeluknya erat. Tidak ada kata lancang antara bik Mira dan Chandra. Keduanya sudah seperti ibu dan anak yang sangat saling menyayangi dan saling berkorban satu sama lain.

"Aku sudah tak kuat, Bik, tapi bagaimana lagi? Aku tak bisa melawan kehendak, Papa. Bukankah dari dulu Papa selalu seperti itu? Kalau aku melawan bisa-bisa aku diusir dari rumah ini, dulu memang aku sangat ingin keluar dari rumah ini, Bik. Karena memang sifatku dulu masih labil masih kecil, tapi sekarang aku memikirkan masa depan, kalau aku diusir disamping tidak bertemu Bibik, juga belum siap Bik, jadi ya sudah aku menerimanya saja," terang Chandra dengan memelas pasrah.

Bik Mira terus mengangguk dan mendengar keluh kesahnya. Sampai-sampai Chandra tertidur dengan sendirinya di pelukannya. Selalu usai curhat pastinya tertidur di pelukan bibik. Karena memang sudah sangat nyaman.