Mendengar ucapan Beni, Chacha semakin erat memeluk tubuh Beni. Kepalanya ia benamkan ke dada Beni, Hatinya berbunga-bunga, "Benarkah Beni baru saja mengungkapkan perasaan-nya?" Batin Chacha bertanya dalam hati.
Sebuah ungkapan cinta yang dia tunggu sejak lama dari Beni. Kenapa Beni ungkapkan itu disaat ia harus meninggalkan kota kecil ini, itu artinya dia akan meninggalkannya juga disini, di kota ini. Mengingat Hal itu Hati Chacha merasa sedih.
Tak terasa air matanya menetes ke pipinya yg putih bersih itu, isak tangisnya terdengar tertahan pelan. Chacha tidak mau Beni sampai mengetahui jika dia menangis, tapi jarak sedekat itu tidak mungkin Beni tidak mengetahui jika icha sedang menangis bukan?
"ka-- ka-mu me-menangis cha?" maaf aku sudah berlaku kurang ajar ya."
Beni melepaskan pelukannya, dia merasa bersalah. Bertindak lancang sampai terbawa suasana sehingga berani mencium bibir Chacha.
"Kamu tahu a Beni?"
Beni hanya diam, Menunggu kata yang akan keluar selanjutnya dari bibir Chacha, dia siap jika Chacha marah dan bahkan menamparnya.
Tapi dalam hati Beni heran, Jika Chacha marah karena diciumnya, kenapa tadi sewaktu Beni menciumnya dia diam saja, bahkan tidak ada reaksi penolakan sama sekali. Yaa memang reaksinya tidak membalas mengul*m ataupun mengecup, hanya diam, tapi Beni yakin Chacha ikut menikmatinya. Kenapa sekarang dia menangis?
"ahh kenapa ini." Beni bertanya dalam hati.
"Itu ciuman pertamaku a Beni" Chacha tertunduk malu, pipinya agak memerah, kedua tangannya berusaha menutupi mukanya.
"Serius?"
"Iya, bahkan aku bingung gimana caranya membalas ciumanmu, karena memang aku belum pernah, gak tahu caranya," Chacha menggigit pelan bibir bawahnya, pipinya masih memerah, matanya tak berani menatap langsung kearah Beni.
Beberapa saat mereka terdiam. Entah apa yang ada di fikiran Chacha. Tiba-tiba dia memandangnya tajam, mukanya mulai cemberut.
"Kamu sudah lihai ciuman ya? Huhh!"
Terrlihat jelas dia merasa cemburu, atau apapun namanya. Chacha memalingkan mukanya sembari memasang muka masam.
"Kamu sudah sering ciuman ya? Kenapa kamu menciumku? Kenapa tidak pergi saja sana! cium pacarmu!!" Tanpa sadar, apa yang diucapkannya itu melukai dirinya sendiri, Chacha hanya mengikuti perasaannya saja.
Teringat ciuman Beni yang terkesan lihai memainkan bibirnya itu membuat Chacha curiga, jangan-jangan Bejo sudah punya pacar, dan pacarnya itu jago ciuman juga! hiks.
"Hati ini kok perih ya." Batin Chacha berbisik lirih kepada dirinya sendiri.
"Ya ampuun cha, aku fikir kamu marah karena aku menciummu. Pacar dari mana?" Kata Beni tersenyum menatap Chacha yang masih cemberut.
"Kamu pasti tau kalo aku punya pacar, kamu kan sering ke studio, ketemu aku juga sering. Semua sosmed aku juga kamu tau, mana ada pacar?" tanya Beni masih mengembangkan senyumannya itu.
"Aku hanya terbawa suasana, lagian bibirmu sungguh sangat menggairahkan, hehe. Dari dulu aku suka sama kamu cha, cuman belum ada kesempatan dan keberanian seperti hari ini." Panjang lebar Beni menjelaskan semuanya pada Chacha. Tangan Beni kembali meraih tangan Chacha yang masih iseng memainkan jemarinya sendiri.
Setelah mendengar penjelasan Beni, muka Chacha mulai terlihat ceria lagi, tak sadar dia senyum-senyum sendiri, salah tingkah dan tersipu malu.
"hehe, aku jadi malu." kata Chacha, masih tidak berani menatap langsung ke arah Beni.
"Kamu sekarang udah mulai kuliah kan? kenapa baru dicium cowok sekarang? Kemana cowok-cowok di sekolahanan kamu dulu? Gak ada cowok yang semenarik aku yaa? heheee." Dengan Pedenya Beni mengoda Chacha sembari cengengesan.
Lalu tangan Beni mengangkat dagu Chacha, menatapnya dengan tatapan nackal.
"Apaan sih a Ben! weeeew!" Chacha menjulurkan lidahnya dengan manja, terlihat sangat menggemaskan dimataa Beni.
"Dulu aku tidak memikirkan hal itu, walaupun cowo yang mendekatiku banyak, tapi entah mengapa saat itu aku tidak pernah merasa tertarik." Ucap Chacha, menghela nafasnya sesaat, lalu melanjutkan ceritanya.
"Waktu masih sekolah, aku gak pernah ada hasrat untuk pacaran, padahal teman-temanku hampir semuanya cowok, tapi tak ada satu-pun yang bisa merebut hatiku" Kata Chacha mulai menceritakan masa-masa SMUnya dulu.
"Kalo sekarang gimana? hehe." Beni mulai usil. Senyumnya mengembang seakan sudah melupakan musibah yang menimpa nya kemarin malam.
"Sebenarnya, dari dulu aku sudah membuka hatiku lebar-lebar untukmu a Ben." Muka Chacha kembali memerah. Entah kenapa dadanya bergetar, lalu nampak dia mengigit bibir kecilnya pelan, berusaha menyembunyikan rasa malu dihatinya. Beni mengangkat dagu Chacha dengan lembut dan mereka pun saling menatap penuh dengan cinta.
Entah siapa yang memulai, selanjutnya bibir mereka kembali saling bertautan, kali ini Chacha mulai berani memainkan bibirnya, bahkan lidahnya menyambut liar lidah Beni yang mulai sama-sama agresif.
Tangan bejo yang asalnya di pinggang dan pundak Chacha, mulai bergerak ke depan, mengusap lembut dada Chacha yang sudah mengeras dari tadi. Chacha mendesah dan mendesis saat ciuman Beni mulai menyusuri leher jenjangnya yang putih.
Baru kali ini Chacha merasakan sensasi maha dahsyat seperti ini, Kecupan-kecupan Beni yang nakal membuat dirinya hanyut dalam gairah yang membara. Tubuh nya bergetar, Jiwanya serasa melayang-layang.
Sebotol wine yang telah kosong menjadi saksi bahwa sore itu ada dua mahluk bernama manusia yang berlainan jenis telah berhasil menyatukan hati, Jiwa dan raga mereka dengan penuh cinta. Memuntahkan segenap rasa yang telah terpendam sejak lama.
Ini adalah pengalaman pertama bagi Chacha, pergulatan dengan laki-laki yang dicintainya begitu mendebarkan, dadanya berdetak dengan kencang. Nafasnya pendek tersenggal-senggal hingga tak beraturan. Desahan demi desahan terdengar pelan begitu menggoda Beni untuk berbuat lebih.
Beni tahu, Chacha sudah sepenuhnya memasrahkan tubuh indah miliknya. Tapi masih ada sisi kewarasan dalam diri Beni. Untuk sesaat, Bejo menghentikan aktivitas rangsangannya, lalu menatap Chacha dengan pandangan yang dipenuhi rasa kasih dan sayang.
"Chacha sayang, haruskah kita lakukannya sekarang?" ucap Beni pelan. Semua mengalir begitu saja, Beni semakin berani memanggil Chacha dengan panggilan sayang, mereka sudah terbawa suasana dan gairah yang mendebarkan. kecupan hangat kembali mendarat di kening Chacha dengan lembut.
Rasa sayang dan perasaan cinta yang menggebu telah merasuki keduanya, tapi Beni masih bisa menahan diri. Tubuhnya yang sudah berada di atas tubuh Chacha itu, dia lemparkan kesamping, lalu mengarahkan tubuhnya menyamping hingga menghadap kearah Chacha disampingnya. Tangan Bejo memeluk pinggang Chacha, sesekali mengusap pipi, kening dan bibir Chacha dengan lembut.
"Aku masih belum berani berbuat lebih padamu sayang." Susah payah Beni menahan Libidonya yang sudah mencapai puncak ubun-ubunnya itu.
"Bukannya tidak ingin, apalagi tak bergairah kepadamu. Buktinya, adikku dibawah ini sudah tegang berdiri saja dari tadi, hehe. seakan meronta ingin segera keluar mengucapkan hello padamu, ehehehe." Ucap Beni disertai candaan nackal mesum
"iih!" Ucap Chacha tersipu sembari menepuk pelan dada beni.
"Aku belum tahu apa yang akan terjadi selanjutnya dengan kita, setelah aku pulang lagi ke bandung." Lanjut Beni dengan pelan, dadanya sesak mengucapkan itu semua.
"Ta-tapi a-aku ingin sa-sayang, ambillah aku untuk pertama kali, gunakan aku sekarang, aku merelakan diriku sepenuhnya untukmu a Beni. Tidak akan pernah ada penyesalan dihatiku setelahnya, buatlah aku bahagia hari ini a Beni Sayang."
Terbata-bata Chacha mengucapkan hal yang mengejutkan itu. Suaranya bergetar, Entah apa yang merasukinya, mungkin karena perasaan malu atau merasa tak tahu malu, entahlah, Hatinya bergetar hebat.
Dia lebih rela dirinya di renggut hari ini oleh Beni, cowo yang dia cintainya sejak dulu, Daripada nanti, ahh membayangkannya saja Chacha sudah takut. Apa yang akan terjadi dengan hidup nya bila nanti perjodohannya dengan lelaki tua itu sudah terjadi.
Yaa! Chacha sudah dijodohkan dengan lelaki tua pilihan orangtuanya, Lelaki yang sudah beristri, lelaki tua itu yang sudah membayar seluruh hutang-hutang orangtuanya.
Lelaki tua itu yang selama ini membiayai kuliahnya, kostan nya, dan segala kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Dan Beni sama sekali tidak mengetahui hal itu.
Selama ini, alasan Chacha senang minum minuman wine, karena ingin melepaskan beban atas ketidak mampuannya untuk menolak perjodohan itu. Karena menurutnya, setelah minum wine, fikiran nya selalu bisa melupakan sejenak perjodohan itu.
Karena perjodohan paksa, minum wine dan bercengkrama dengan teman-temannya sudah menjadi jalan pelarian hidupnya.
"Tidak, apa yang kamu fikirkan sayang? Aku tidak berani mengambil kehormatanmu sekarang, aku belum berhak atas dirimu sayang."
Akhirnya panggilan "sayang" sudah terasa begitu nyaman bagi keduanya.
Chacha meneteskan air matanya.
"Aku akan ceritakan sebuah rahasia yang selama ini aku sembunyikan dari siapapun." Sambil menahan tangis, Chacha menceritakan semuanya.
Sesekali dia usap air mata yang jatuh di pipinya itu, badannya bergetar. Tak kuat lagi dia menahan kesedihan, Dia benamkan lagi kepalanya ke dada Beni. Memeluknya erat sambil terus bercerita dengan suara lirih dan terbata-bata.
"Aku menginginkannya sekarang denganmu, lelaki tua itu tidak boleh jadi yang pertama menikmati tubuhku! Tolonglah, aku sangat mencintaimu a Beni." Matanya sekali lagi menatap Beni dengan sendu.