Dulu ... cerita tentang anak SMA yang jatuh hati pada laki-laki dengan jarak usia 9 tahun lebih tua terdengar agak menggelikan. Namun, tak kusangka ceritanya bakal berbelit begini. Aku ... terjebak dengan laki-laki itu, yang enggan beranjak dari masa lalunya. — Alfa
___________________
Alfa ingat pertemuan pertamanya dengan Elion.
Malam itu, saat di luar hujan deras ....
"MASUK DULUAN!" Laki-laki di atas jok motornya itu berteriak, mencoba mengalahkan suara berisik hujan. Ban motor bagian depannya hampir bertubrukan dengan ban motor matic yang ditunggangi gadis berambut sebahu di depan sana.
Hujan benar-benar deras. Dan tak ada satu pun dari mereka yang mengenakan jas hujan.
"AKU NGGAK BISA MASUKIN MOTORNYA. LICIN. TAKUT KEPLESET."
Hanya butuh sepersekian detik setelah Alfa berteriak, Elion menstandar motornya dan turun menghampiri Alfa. "Cepet masuk. Biar gue yang bawain motor lo."
"Makasih." Sepenuhnya, Alfa menyadari baju basahnya lengket dengan kulit. Hanya untung dia tak memakai baju super tipis yang bisa membuat tubuhnya terekspos. Karena itu, dia buru-buru masuk setelah Elion mengambil alih motornya.
Sambil melihat Elion mencoba menaikkan motornya ke teras depan, Alfa menekan bell rumah.
Sepertinya ini kesalahan Heru—ayah Elion—saat membangun rumah. Mungkin pria itu tak mempertimbangkan kalau suatu saat nanti bakal punya motor atau mobil, makanya tak ada istilah garasi di sini. Motor-motor biasanya dibiarkan terparkir di pinggir jalan atau dimasukkan ke teras. Dan untuk sampai ke teras itu hanya dibuatkan jalan darurat selebar dua ban motor dijajarkan. Kalau terpeleset? Alamat ambruk mencium undakan. Itu pun bakal untung kalau tidak terseret melewati sekurang-kurangnya 15 undakan sampai di pinggir jalan bawah sana.
"Ya Gusti! Lo kurang kerjaan apa gimana?"
Alfa menoleh ke pintu di belakangnya yang terbuka. Lalu tercengir menyadari bukan hanya Bianca yang keluar, dua perempuan lain ikut berjejalan di pintu.
"Segitu kere airnya sampai lo mandi pakai air hujan, he?" Setelah menyempatkan diri untuk bilang begitu, Riani masuk lagi mengambil handuk.
Alfa hanya tertawa, beralih menatap wanita yang menatapnya khawatir. "Salim-nya nanti aja deh, Bun, Alfa basah soalnya."
"Haduh ... emang nggak ada jas hujan kamu?" Sejenak matanya memperhatikan Elion yang dengan mudah memarkir motor Alfa di teras sisi kanan mereka. "Kok bisa barengan? Abang juga nggak bawa jas hujan?"
Elion mengusap air di wajahnya. "Barengan di bawah. Kalau Abang sih sebenernya bawa, Bun, cuma males pakai," katanya, disusul kekehan pelan begitu Meli—bundanya—mendesis kesal. Sempat, matanya melirik Alfa sebelum berhenti pada Bianca. "Temennya bawa masuk tuh. Udah kedinginan gitu."
Dengan bersedekap dada, Bianca membalas, "Biarin aja. Biar tau rasa. Siapa juga yang nyuruh ke sini malem-malem?"
"Hih, jahat banget sih lo sama anak sendiri."
"Sejak kapan lo jadi anak gue? Hellaw ... nggak sudi gue punya anak susah diatur kayak lo."
"Ya udah, gue jadi anak bunda aja. Mau kan, Bun?"
Ucapan Alfa itu malah membuatnya mendapatkan dorongan keras di bahunya dari Bianca. "Bunda gue!"
"Wah, lo kejam banget. Gue sampai nabrak Kak Elion masa." Alfa mendelik, dibuat-buat seolah dia tak percaya dengan apa yang baru saja dilakukan Bianca. Dan tercengir tipis begitu menoleh pada Elion yang membantunya kembali berdiri tegak.
"Bianca, nggak boleh gitu ah."
Kalau boleh jujur, Meli menyelamatkan jantung Alfa saat menariknya dari Elion. Sebab, sekalipun bersikap seperti biasa, Alfa menyadari jantungnya meronta. Dorongan Bianca membuat setengah punggungnya menubruk dada Elion—yang dengan sigap menangkap kedua lengannya—dan Alfa merasakan sentakan luar biasa, tepat di jantungnya.
Elion tak menggubris lagi percekcokan antara Alfa dan Bianca. Dia turun untuk mengambil motornya. Bersamaan dengan itu, Riani keluar lagi dengan dua handuk di tangannya.
"Besok-besok kalau kere air nggak usah ke sini. Mandi aja noh di kali Ciliwung." Riani hampir tak ada bedanya dengan Bianca. Senang 'menganiaya' Alfa kalau gadis itu berkunjung.
"Oke. Entar kalau gara-gara itu gue naik daun, lo nggak usah pansos lewat gue ya."
.... Dan mungkin karena usia mereka hanya terpaut 2 tahun, lebih tua Riani, mereka jadi lebih mudah akrab.
"Palingan bukannya naik daun, lo malah jadi tersangka penyebaran por—"
"Riani," Meli memotong dengan nada memperingati. Kadang kalau tidak dibegitukan, Riani akan bicara semaunya tanpa filter. Tapi wanita itu tidak tahu bahwa perbuatannya membuat Alfa menyeringai puas, merasa dibela.
"Kan dia duluan yang mulai, Bun."
"Loh? Gue cuma bilang jangan pansos lewat gue. Emang salahnya di mana coba?"
"Kalian kalau ketemu ribut terus, kalau jauhan teleponan mulu. Heran Bunda. Udah, Alfa keringin rambutnya pakai handuk, terus mandi di kamar Bunda. Biar Elion yang mandi di kamar mandi luar."
Mendengar penuturan Meli, Elion—yang sudah berhasil menstandar motornya di samping motor Alfa—mengangkat alisnya sambil menerima selembar handuk lain dari tangan Riani. "Nggak mandi bareng aja, Bun?"
"HEH!"
Elion tergelak menerima pukulan ringan di lengannya. Lalu, seperti belum kapok, laki-laki itu menyenggol Alfa dengan sikunya. Begitu Alfa menoleh, dia kembali menyeringai. "Mau nggak?"
"Jijay lo, kayak om-om hidung belang." Alfa kira itu suaranya, buah pikirannya sendiri yang tergelincir tanpa permisi lewat bibirnya. Tapi ternyata tidak. Itu Bianca, yang mengernyit jijik sambil menarik Alfa dari tangan Meli.
Dengan gaya seperti ibu-ibu yang khawatir pada anak sematawayangnya, Bianca menangkup wajah Alfa. Menatap Alfa yang melayangkan tatapan jengah ke arahnya. "Aduh, ya ampun! Anak gue sampai shock begini. Harus dibawa ke RSJ nih!"
"Bacot lo. Gue bakal beneran masuk UGD kalau lo ngalangin jalan."
"Artinya apaan tuuuuhh?" tanyanya dengan lagak centill.
"Artinya gue bakal mati kedinginan kalau lo nggak biarin gue masuk dan berendam air hangat! BEGO!"
Untuk pertama kalinya Alfa melihat Elion tertawa terpingkal-pingkal sampai memegangi lengan Meli yang juga tak bisa menahan tawanya. Bianca hanya cengengesan, sedangkan Riani terkekeh pelan sambil membuka pintu lebar-lebar.
Dan malam itu, setelah keributan kecil di depan pintu rumah, Alfa benar-benar mandi di kamar Meli. Menghabiskan lebih banyak waktu untuk berendam sambil mengingat-ingat tawa Elion. Lalu begitu sadar, gadis itu buru-buru berganti pakaian. Tapi begitu keluar dan menghabiskan waktu hingga tengah malam di ruang TV, Alfa tak lagi melihat batang hidung Elion.
Sampai pagi menyapa, Elion tak ada. Alfa berpikir, mungkin laki-laki itu di kamarnya. Sayang, saat Alfa keluar, motor Elion sudah tak terparkir di depan. Mungkin pergi entah ke mana. Alfa tak bermaksud menanyakannya pada Bianca atau yang lainnya. Sebab, selama ini pun dia sama sekali tidak dekat dengan Elion. Menanyakan keberadaan laki-laki itu malah akan membuatnya menjadi tersangka; tersangka yang menjatuhkan hati pada Elion.
______________