Terlalu larut, kalau tak bisa dikatakan cukup malam, tapi ... itu kali pertama mereka benar-benar bicara.
"Oh? Ketemu," katanya.
Elion yang duduk di bawah bayang-bayang gelap pohon di pinggir jalan akhirnya mengangkat wajah mendengar suara Alfa. Sebelah alisnya terangkat demi mendapati gadis itu berdiri dengan babydoll selutut dan kotak P3K di tangannya.
"Lo udah pastiin orang rumah nggak ada yang lihat lo keluar?"
Alfa mengangguk. Tatapannya tak berpaling dari Elion.
Melihat Elion dalam keadaan seperti ini membuat Alfa sulit mendeskripsikan perasaannya sekarang. Entah dia harus berjingkrak senang karena akhirnya bertemu lagi dengan laki-laki itu atau khawatir melihat darah yang terus mengalir di pelipis hingga meluber ke atas alisnya.
"Ini. Gue udah cuci pakai air mineral, tapi nggak bisa berhenti." Elion meringis saat bergerak menunjuk luka di pelipisnya. Nyeri dan perih sekaligus.
"Kak Elion berantem? Hampir kena begal terus berhasil kabur? Sakit? Tapi nggak ada tanda-tanda gegar otak, kan?"
Mereka belum cukup dekat, tapi tanpa mempertimbangkan apa pun Elion mengulurkan tangannya hingga mendarat di atas kepala Alfa. Menatap gadis itu seperti saat dia menenangkan Bianca yang ketakutan menjelang pengumuman kenaikan kelas. Ada senyum tipis di bibirnya.
Mungkin, tindakan itu diambil setelah matanya menangkap tangan Alfa di pegangan kotak P3K mengerat, atau karena gadis itu mengernyit sejak datang, yang jelas Elion tak ada maksud selain ... mencoba membuat Alfa lebih rileks.
Nahasnya, yang terjadi adalah sebaliknya. Jantung Alfa belingsatan tak karuan hanya untuk satu sentuhan ringan seperti itu, dari Elion. Tubuh gadis itu berubah kaku mendadak. Dan entah untuk alasan apa, Alfa sempat menahan napasnya, yang malah memperburuk kinerja jantungnya sendiri.
"Lo takut darah?"
"Bukan. Aku ... Kak Elion beneran kabur dari begal?"
Sambil menurunkan tangan, Elion menunjuk motornya yang terparkir tak jauh dari tempat mereka berada. "Gue habis jatuh. Tuh, pecahan spionnya masih di jalan. Setangnya nggak bisa dibalikin," Laki-laki itu mendengkus, antara geli dan jengkel sekaligus. "harus digotong kayaknya."
"Separah itu?" tanya Alfa, setengah tak percaya. Melihat serpihan-serpihan spion berceceran di atas aspal, sedangkan motor Elion terlihat ... mengenaskan. Goresan di sana-sini—cukup dalam—dan setangnya bengkok ke dalam.
"Tapi Kak Elion nggak apa-apa, kan? Maksudnya ... nggak ada yang luka selain ini, kan?"
Sebenarnya, kalau boleh, Elion ingin bilang Alfa terlalu banyak omong sampai darah di pelipisnya mengering. Tapi melihat gadis itu sepertinya benar-benar khawatir, Elion memilih menanggapi.
"Ada," katanya.
"Hah? Atau kita ke IGD aja? Jalan kaki kuat nggak? Atau aku mintain bantuan Pak Satpam?"
"Di sini," sambung Elion dengan seringaian yang mulai terbit di bibirnya. Telapak tangan laki-laki itu menyentuh dadanya yang tertutup jaket parasut—yang bagian lengannya baru Alfa sadari sobek.
"Kayaknya nggak parah kalau Kak Elion masih bisa bercanda begitu." Akhirnya, Alfa mulai duduk di samping Elion, membuka kotak P3K dan mengeluarkan kapas beserta etanol.
Mungkin karena sekarang sudah tengah malam, jalanan jadi cukup sepi, dan Elion yang jatuh tak sampai menggemparkan warga atau orang yang berlalu-lalang. Tadi pun saat lewat, Alfa melihat pos depan kosong. Antara satpam sedang keliling atau tidur di belakang pos.
"Kalau sakit bilang."
"Ini udah sakit."
"Aku serius loh, Kak Elion." Tangan Alfa urung mendaratkan permukaan kapas basah ke pelipis Elion.
"Gue kurang serius apa coba? Bayangin, gue nabrak pohon, terus nggelosor di bawah situ. Cuma untung gue nggak sampe nyium aspal atau keseret motor ke tengah jalan, terus kelin—"
"Ah! Jangan ngomong gitu dong." Hanya membayangkan kejadiannya saja sudah membuat Alfa sesak, apalagi melihat kecelakaan Elion dengan mata kepalanya sendiri.
Dengan sedikit gemetar, Alfa mengusapkan kapasnya. Membersihkan darah dari pelipis hingga dagu Elion.
"Lagian," katanya, "kenapa bisa sampai jatuh?"
"Kecapekan kali." Elion menatap ke jalanan. Melihat satu-dua kendaraan lewat di depan sana. Dia tahu dia kurang terus terang saat bilang begitu, sebab alih-alih kelelahan, Elion mungkin sempat hilang kendali karena melamun. Mau menyangkal seperti apa pun dia sadar, kejadian kemarin cukup merenggut sebagian besar dari kewarasannya.
"Terus, Kak Elion kenapa pulang?"
"Pengen aja. Tapi daripada itu, bukannya lebih normal kalau gue yang nanya kenapa lo bisa angkat HP Bianca?"
Alfa menggigit bibir bawahnya begitu darah Elion yang meluber sudah bersih, memperlihatkan luka memanjang yang cukup dalam dari pelipis sampai tulang pipi. Seperti tergores benda tajam. Rasa ngeri seketika menyergap Alfa. Membayangkan entah bagaimana caranya benda itu 'menandai' wajah Elion.
"He!" Elion sengaja menyenggol lengan Alfa saat mendapati gadis itu bengong sambil menatap lukanya.
Sentuhan itu menyadarkan Alfa yang kemudian menghela napas panjang. "Aku nginep,"
"Lagi?" tanya Elion, memastikan, sekaligus menyela ucapan Alfa.
"Kak Elion jarang di rumah sih, jadi nggak tau kan kalau aku bahkan bisa nginep dua minggu sekali?" Tangannya kembali terangkat. Alfa jelas tak pandai mengobati luka-luka seperti ini. Dia bukan anak PMR, atau tipe gadis yang tertarik dengan dunia medis. Jadi, setelah mengusapkan obat merah, dia menutup luka Elion menggunakan kasa. Tapi tangannya cukup terampil.
"Iya?"
"Iya. Dan sekarang aku dititipin gara-gara tiga hari ke depan papa sama mama ada dinas. Rumah nggak ada orang, dan mereka nggak mungkin nitipin aku di tempat Ari. Secara teknis emang kami sahabatan dari kecil, tapi tetep aja kan ya Ari cowok. Ditambah, Ari juga tinggal sendiri karena orang tuanya jarang balik ke Indonesia. Akhirnya, yang paling aman di sini deh. Tapi itu yang dipikirin papa sama mama sebelum kami tau Kak Elion bakal pulang."
Elion tidak tahu Alfa bisa memberikan informasi yang tidak diperlukan. Gadis itu bisa saja mengatakan dengan singkat, "Aku dititipin karena mama sama papa ada dinas'" Cukup sampai di situ, tak perlu menyebutkan nama Ari dan membuat Elion penasaran dengan sahabat Alfa itu.
Kira-kira, bagaimana rupa orang yang kata Alfa sudah jadi sahabatnya sejak kecil itu?
Kalau sahabat Alfa itu punya orang tua yang jarang pulang ke Indonesia, kira-kira ... sekaya apa lingkungan Alfa?
Sebab, Elion tak banyak mendengar soal teman-teman Bianca. Dia, saking sibuknya pindah-pindah kerja, sampai tak sempat memastikan seperti apa pergaulan adik bontotnya.
"Terus?"
"Terus, Kak Elion di rumah sampai kapan?"
"Itu pertanyaan buat dilaporin ke orang tua lo?"
"Nggak. Itu buat informasi pribadi aku."
Elion tertawa pelan, sedikit meringis saat rasa perih menjalar dari lukanya.
Lalu, malam itu, untuk pertama kalinya Alfa benar-benar bicara dengan Elion. Sepanjang perjalanan dari gerbang sampai di depan rumah.
Alfa lupa dia bicara soal apa saja, yang pasti ... Alfa yakin dia akan kena omel Bianca karena membeberkan kalau Bianca naksir Arega.
____________________