Alfa tidak tahu kalau dia punya bakat mengalami patah hati berkali-kali. Selama ini alasannya karena dihalangi Ari, tapi sepertinya bukan Ari pun ada saja yang membuatnya hari patah hati lagi.
Setelah sampai di rumah, Alfa langsung mandi, lalu naik ke ranjang Bianca. Duduk bersila sambil memainkan ponselnya.
"Gue pernah cerita ke lo deh kayaknya soal Kak Nadia." Bianca melemparkan sebuah undangan yang terbungkus rapi dalam plastik bening ke hadapan Alfa. "Sukur banget gue malahan kalau dia kawin. Biar kegoblokannya Bang Elion nggak perlu diperpanjang."
"Kasar banget lo." Alfa berdecak. Tangannya meraih undangan di hadapannya.
Setengah jam lalu mereka sampai di rumah, setelah duduk berjejalan di kursi depan mobil pikap yang Elion pinjam. Bianca sempat diserang kemageran mendadak setelah Elion memarkirkan mobil di garasi rumah Arega. Kenapa? Karena Arega sudah duduk di teras sambil mengelus-elus akuarium kecil berisi kura-kuranya. Sayang, Elion buru-buru mendorong gadis itu untuk pulang dan mandi, sedangkan Elion sendiri mulai berbincang dengan bapaknya Arega di dalam rumah.
Dan Alfa tidak tahu alasan Bianca tiba-tiba melemparkan undangan padanya. Padahal Alfa diam saja. Tidak bertanya dan tidak sekepo itu untuk kemudian ikut campur.
"Ya tolong sih, dia udah putus setengah tahun lalu, tapi masih aja ngejar-ngejar cewek yang jelas-jelas udah punya pacar baru. Apa nggak bego kuadrat tuh namanya? Iya kalau ceweknya masih cinta sama dia, lah ini … ceweknya udah ada pengganti dia dong. Bego sih gue bilang. Kayak ... di dunia cuma sisa satu spesies cewek bernama Nadia, yang lain nggak ada sama sekali."
Alfa dengan setengah kesadarannya mengakui bahwa ada perasaan tak suka mendengar ucapan Bianca. Tak suka Bianca bicara lancang dan tak menyukai fakta bahwa Elion masih menaruh hati pada mantan kekasihnya.
Tapi ada penasaran yang berusaha Alfa sangkal. Dia … ingin tahu alasannya. Alasan kenapa gadis itu terdengar begitu hebatnya sampai Elion tak mau berpaling. Bahkan setelah setengah tahun berlalu. Apa yang membuat gadis itu spesial untuk Elion?
Dengan tenang, Alfa membuka undangan yang bagian depan-bawahnya tertulis nama penerima. Elion Nathaniel. Lalu beralih menatap dua inisial yang ditulis degan huruf latin di bagian kanan-atas. N&F.
"Ya namanya juga perasaan. Mana bisa diatur?" Setelah jeda cukup panjang, Alfa menyahut. Melirik Bianca yang masih berdiri membawa mangkuk baksonya tanpa berusaha untuk duduk. Asik menyesapi kuahnya sambil memperhatikan Alfa. "Tapi … apa nggak bisa lo cuci tangan-cuci kaki, ganti baju, terus baru makan bakso? And where is your manners, girl? Monyet aja bisa makan sambil duduk. Lo manusia loh ini. Sopan dikit lah."
Seingat Alfa, Bianca adalah gadis paling jorok yang pernah dia kenal. Selama ini dia sudah tahu. Tapi tetap saja, kebiasaan Bianca membuatnya harus sering-sering mengelus dada. Sebab, tadi Elion menyuruh mereka pulang dulu agar Bianca bisa langsung mandi. Nyatanya? Bukannya masuk kamar mandi, Bianca malah ke dapur untuk memanaskan kuah baksonya, dan makan di kamar setelah Alfa selesai mandi. Sudah begitu, makannya sambil berdiri.
Tidak mandi. Tidak cuci tangan. Makan di kamar. Masih dengan seragam dan kaos kaki bau busuk yang belum dilepas. Makan sambil berdiri. Kejorokan combo untuk Bianca.
Bianca hanya tercengir mendengar teguran Alfa. "Laper sih."
Alfa mendesis pelan. Pengen banget nabok Bianca, tapi ingat kalau di sini posisinya adalah 'anak' Bianca. Jadi dia tidak boleh sembarangan bertindak.
"Ngomongin apa he?" Saat Alfa sibuk membaca tanggal dan tetek bengeknya di dalam surat undangan, Riani masuk, lalu menutup pintu di belakangnya. Gadis itu datang dengan setoples kacang atom dan jus tomat. Rambutnya dihiasi roll. Dan sebelum Alfa ataupun Bianca menjawab, pandangan Riani sudah lebih dulu jatuh pada undangan di tangan Alfa. "Oh, itu …. "
Riani tiba-tiba tercengir. Melompat naik ke atas ranjang dan duduk bersila di samping Alfa. "Mbak Rena baru dateng lagi tuh. Serem banget dia. Kayak mau ngamuk."
"Ribut lagi sama abang?"
"Tau tuh. Gue langsung naik pas Bang Elion masuk rumah. Suasananya nggak enak banget kalau ada mereka berdua. Kek … hawa-hawa perang dunia."
"Bacot lo. Ngerasain perang dunia aja belum pernah, seenak jidat bilang gitu."
Riani berdecak, menepuk keras lengan Alfa di sampingnya. Bibirnya menyebik kesal. "Orang kalau bego ya gitu sih. Nggak tau yang namanya analogi."
"Bodo!"
"Alfa!" Suara itu terdengar sepersekian detik setelah pintu kamar terbuka. Mengalihkan perhatian penghuni ruangan. Rena muncul dengan wajah sumringahnya.
"Apa, Mbak Ren? Seneng amat. Ada kabar gembira apa?"
Rena masih cengengesan. Kontras dengan sikapnya yang meledak-ledak tadi pagi. Itulah yang aneh. Riani punya firasat tidak enak, tapi tidak bermaksud mengatakannya pada Alfa.
"Malah gue yang ngeri." Bianca juga sama. Gadis itu bergidik, memilih duduk di sofa samping jendela sambil memperhatikan Rena yang melangkah pelan-pelan mendekati Alfa sebelum akhirnya duduk di pinggiran ranjang.
"Ada maunya nih pasti."
"Diem ah lo!" sentaknya galak. Membuat Riani seketika mengatupkan mulutnya. Dan seperti orang punya kepribadian ganda, Rena beralih menatap Alfa dengan senyum manis lagi. Wajahnya dibuat berseri-seri lagi. "Hari Minggu besok lo ada acara nggak?"
"Nggak ada sih. Kenapa? Mau ditemenin shopping lagi?"
"Lo baik kan sama gue? Ngaku deh. Lo pernah bilang kalau gue sama Mas Jo udah lo anggap kayak orang tua sendiri. Iya kan? Nggak salah kan gue?"
"AH! NGGAK MAU AKU. Kali ini pasti aneh-aneh deh."
"Sssttt …. Bukan gitu. Dengerin dulu." Rena dengan dramatis meraih kedua tangan Alfa, menggenggamnya erat. "Kali ini berkaitan sama harga diri manusia."
"Lo kebanyakan cincong. Intinya ajalah. Ganggu waktu para bujang aja." Celetukan Bianca itu langsung dihadiahi pelototan mematikan oleh Rena. Seolah wanita itu mengatakan, 'diam daripada gue gorok leher lo!'
"Ya?" Rena beralih pada Alfa lagi. Kali ini dengan wajah memelas.
"Apa? Kalau aneh-aneh nggak mau ah."
"Mau bantuin nggak dulu."
"Ya aku harus tau kepentingannya dulu, baru bisa putusin mau bantu atau nggaknya." Intuisi Alfa menariknya untuk melirik ke pintu kamar yang masih terbuka. Melihat sekelebat Elion berdiri di sana dengan tangan terlipat di depan dada.
Sekarang perasaannya jadi tidak enak.
Tidak biasanya mereka datang ke kamar saat Alfa menginap.
"Ini ide paling brilian yang gue punya. Dan udah diapproved sama ayah-bunda." Rena menarik napas hanya demi membuat suasananya terasa menegangkan. "Hari Minggu lo temenin Elion dateng ke acara nikahannya Nadia. Ya?"
Dan itu … terdengar seperti tawaran untuk bunuh diri bagi Alfa.
______________