"Selamat pagi, semuanya! Saya Bian saputra, ketua panitia kegiatan ospek tahun ini. Selamat datang di kampus kesayangan kita semua. Selamat bergabung menjadi bagian dari kami, menjadi mahasiswa baru dan harapan baru kampus tercinta kita ini. Tepuk tangan untuk kalian semua!" Seketika suara tepukan tangan dan teriakan sorak sorai riuh menggema. Airin dengan sedikit semangat ikut bertepuk tangan dan mengangkat kepalanya untuk melihat siapa yang tengah berbicara di atas podium.
Oh Tuhan… ternyata dia. Bian saputra, sang ketua panitia. Airin tersenyum lebar. Yubs… senior tampannya berdiri gagah penuh karisma. Airin terlalu sibuk terkesima memandangi wajah Bian hingga tidak menyadari pidato Bian segera berakhir.
"Selamat memulai hari pertama menjalani masa orientasi!" Bian berjalan menuruni podiom kemudian menghilang.
Lucunya. Apakah Bian tidak mengingat kenangannya bersamaku? Kenangan saat pertama bertemu? Airin tersenyum dan menangis dalam satu waktu. Airin membuka Handphone. Membuka galeri dan melihat foto kenangannya bersama Bian.
Awal kisah kasih
Airin menemukan foto-foto saat mereka berdua pergi ke sebuah restoran di daerah Kulon Progo. 6 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 29 Mei 2014. Malam itu Bian mengajak Airin untuk berkeliling di daerah Kulon Progo. Bian tidak mengatakan lokasi pasti tujuan mereka namun Airin tetap bersedia ikut. Meskipun Airin tidak tahu tujuan pasti perjalan mereka kemana, dia percaya bahwa Bian pasti akan membawanya ke tempat yang indah.
Setelah kurang lebih 40 menit mereka mengendarai motor membelah jalanan Kota Yogyakarta – Kulon Progo. Akhirnya Bian menepikan motornya ke sebuah restoran. Bian memarkirkan motor dan melepas helmnya. Airin melihat sekeliling, bingung dia ada dimana. Bian tersenyum pada Airin dan membantunya melepaskan helm.
"Yuk, kita masuk!" Bian menggandeng tangan Airin masuk.
Bian melihat sekeliling kemudian memilih sebuah meja dengan latar gemerlapnya lampu Kota Yogyakarta yang terlihat sangat indah di bawah sana. Udara yang bersih dari polusi. Angin malam yang dingin menyegarkan. Suara musik tipis terdengar. Syahdu sekali.
Bian mempersilakan Airin duduk. Airin terlihat menyukai lokasi yang Bian pilih. Airin yang senang memotret otomatis langsung mengambil ponsel dan memotret pemandangan indah yang disuguhkan kepadanya.
"Kamu suka?" tanya Bian.
Airin mengangguk. Bian lega karena pilihannya bisa membuat Airin bahagia. Bian kemudian mencuri foto Airin yang sedang tersenyum sambil memotret. Airin tidak menyadari hal itu. Bian segera menyimpan kembali ponselnya dan kembali menikmati keindahan yang disuguhkan dihadapannya.
"Tempat ini sudah indah, kemudian semakin indah karena ada kamu," gumam Bian.
"Apa, Mas Bi?" tanya Airin yang tidak mendengar jelas apa yang Bian katakan.
"Aah… Pemandangannya sangat indah," jawab Bian mengelak.
"Ooh, iya. Terima kasih sudah mengajakku ke sini." Airin tersenyum.
"Ya Tuhan, cantiknya …." Bian kembali bergumam.
Mereka terus berbincang dengan asik menghabiskan malam. Ditengah perbincangan nada bicara Bian tiba-tiba berubah menjadi serius. Airin terdiam dan bingung.
"Airin kamiliana …."
"Iya, Mas Bi."
"Tidak banyak yang bisa aku katakan. Aku hanya ingin kamu tau." Bian memegang kedua tangan Airin. Karena terkejut Airin hanya bisa tertegun memandang kearah Bian. Airin menjadi semakin bingung. Dia sama sekali tidak tahu apa yang akan Bian katakan dan lakukan.
"Bian ingin Airin terus menemani Bian, menjadi kekasih Bian dan menghabiskan sisa hidup bersama Bian. Bian janji akan menjaga Airin selamanya. Bian tidak akan membiarkan siapapun menyakiti Airin." Bian mengambil sebuah cincin dari sakunya.
Airin tidak percaya denganapa yang dia dengar. "Mas… Mas Bian serius?"
"Iya. Bagaimana? Airin bersedia?"
Sambil tersenyum Airin mengangguk dengan malu-malu. Bian memasangkan cincin itu di jari manis Airin. Airin memandangi cincin yang menghiasi jari manisnya, masih tidak percaya bahwa ini benar terjadi.
"Airin tidak ingin ambil foto berdua?" tanya Bian.
"Ingin!" jawab Airin dengan cepat.
Begitulah semua foto-foto itu tercipta.
Airin tersenyum. Kamu memang tidak membiarkan orang lain menyakitiku, Mas. Tapi justru kamu sendiri yang menyakitiku. Kamu sudah melupakan janjimu hari itu. Dengan penuh kesadaran Airin menghapus foto-foto kenangan masa itu. Kemudian Airin melihat-lihat lagi isi galerinya.
First date
Airin menemukan foto kebersamaannya saat di Cafetugas. Itu terjadi 6 tahun yang lalu, dua hari setelah mereka resmi menjalin kasih. Airin ingat betul kenangan itu. Dia sedang menghadapi semester 4 akhir.
Setelah selesai kelas siang itu, dia menemui Bian di taman kampus. Dia menceritakan kegalauannya setelah mendengar kabar dari dosen bahwa semua mahasiswa harus membuat sebuah maket rumah minimalis sebagai syarat mengikuti ujiian akhir semester. Yang semakin membuat Airin tertekan adalah waktu yang diberikan untuk mengerjakan tugas ini sangat singkat, 5 hari. Ini akan menjadi pengalaman pertamanya membuat maket. Airin sangat kelimpungan untuk menyelesaikan tugasnya.
"Mau aku temani untuk cari bahan-bahannya?" Bian menyondongkan mukanya mendekati Airin yang terlihat lesu.
Airin tidak menjawab, dia hanya menatap Bian.
Bian kemudian mengambil ponsel dan dengan cepat mengambil foto Airin. Bian tertawa.
"Lihat! Jelek ya?" olok Bian.
"Yah, Mas Bi… jangan bercanda, dong!"
"Haha… maaf. Yuk… yuuuk… bangun, yuuuk… kita jalan…!" Bian menarik tangan Airin dengan lembut dan berusaha memberi semangat pada kekasihnya itu.
Bian kemudian mengantar Airin membeli peralatan dan bahan untuk membuat maket. Sebagai senior Bian sudah memiliki pengalaman soal ini. Setelah mendapatkan semua bahan dan alat membuat maketnya, Airin sedikit bisa tersenyum.
"Untungnya Airin punya pacar senior, ya?" goda Bian pada Airin.
"Hehe… Maafkan Airin yang memanfaatkan Mas Bian." kata Airin sambil bersandar manja pada Bian.
"Es Krim Cafetugas, yuk?" ajak Bian.
"Yuuuuk…! Coklat vanila!"
"Hmmm… Kalau dikasih es krim aja semangat, dikasih tugas langsung loyo kamu."
Airin meringis, "Ayo, Mas Bianku sayang!"
"Jadi begini ya kalau sedang ada maunya?"
Tidak lama, mereka sudah sampai di Cafetugas. Mereka memilih meja di lantai dua dekat dengan jendela kaca besar agar dapat melihat langsung ke arah jalan raya. Es krim mereka sudah ada di atas meja. Airin memotret kedua es krim tersebut dengan estetik. Tak lupa dia juga mengambil foto selfie bersama Bian.
"Ini judulnya first date. Apapun momennya Airin pengen bisa punya foto untuk jadi pengingat," kata Airin.
"Baiklah. Sini aku fotoin!"
Airin menyerahkan ponselnya. Bian mengambil beberapa potret lucu Airin dan sebaliknya. Bian menunjukkan ekspresi dan gaya konyol pada Airin. Mereka begitu bahagia. Tertawa tiada henti. Airin bahkan sejenak melupakan tugas dosen yang baru saja membuatnya begitu loyo.
"Udah nggak loyo lagi, kan? Besok kalau suasana hati Airin sedang tidak baik, bilang sama Bian. Nanti aku belikan es krim yang banyak buat kamu."
"Janji, ya?"
"Iya.."
Hmmm… sekarang mana es krimnya? Suasana hati Airin sedang tidak baik, Mas Bi. Tapi sepertinya ada es krim juga tidak membantu, percuma… Terhapus. Penyimpanan handphone yang terpakai kembali berkurang. Mata Airin sudah pedih. Dia memutuskan untuk beristirahat.
Kopi pagi
Sinar matahari perlahan masuk melalui jendela kaca yang sedari kemari tidak ditutup. Mata Airin mulai merasa silau. Dia kemudian terbangun dan beranjak menuju dapur. Menyeduh kopi, mengambil biskuit, kemudian duduk di balkon. Sendirian.
Saat ingin menyeruput kopinya, Airin baru tersadar ternyata yang dia bawa di atas baki adalah setoples dan 2 cangkir kopi. Airin tersenyum.
Kebiasaan lama susah hilang ya…
Airin teringat saat pertama kali dia membuatkan kopi untuk Bian. 3 tahun yang lalu, saat mereka berbulan madu di Bali. Bubuk kopi kintamani yang disediakan di pantry menjadi menu sarapan mereka.
"Mas Bi, bangun…." panggil Airin lembut.
"Hmmm…"
"Airin punya kopi loh, Mas… kopi kintamani…." bisik Airin di telinga Bian.
Bian tersenyum geli, "Mana?"
"Di teras, Mas."