Ali menyeret Davina menuju ke arah belakang balai desa.
"Ali, sakit!" pekik Davina.
"Sakit mana sama hatiku?" sahut Ali dengan mata yang sudah sangat merah.
Nafasnya terdengar menggebu - gebu, seolah ia hendak memangsa Davina menjadi santapannya.
"Apa maksud kamu?"
"Kamu ada hubungan apa sama kakak kelas itu?" sahut Ali yang masih mencengkeram tangan Davina.
"Hubungan apa? Aku engga ada apa - apa sama dia. Kamu kenapa, sih?" sahut Davina tak mengerti akan kemarahan yang Ali arahkan padanya.
"Kenapa gandengan tangan!" pekik Ali.
"Ali! Kamu kenapa, sih? Kita engga ada hubungan apa - apa. Kenapa kamu marah kayak begini sama aku?"
Ali tak bisa menjawab pertanyaan Davina. Hatinya diliputi kalut dan cemburu yang luar biasa. Mau seperti apapun, perasaannya kepada Davina tak bisa ia hilangkan begitu saja.
"Kita udah putus, Ali. Kamu yang minta. Kamu ngga berhak ikut campur apapun dalam hidupku!"
"Vin ... aku ... "
"Jangan mainin perasaan kita, Ali. Aku capek, please. Hidupku udah bener - bener capek. Jangan nambah - nambahin masalah di hidupku."
Suara Davina terdengar bergetar. Gadis itu tak habis pikir dengan sikap Ali. Apa maunya. Ia tak paham harus bagaimana.
"Maafin aku ... Vin ... aku ... "
"Kalian ngapain di sini?" Pak Catur yang baru selesai dari rapat dengan beberapa anggota yayasan melihat Ali dan Davina bersama di belakang balai desa.
"Lagi ngobrol aja, Pak. Mau ngobrolin soal besok," sahut Ali mencari alasan.
"Kenapa harus berdua? Kalina engga lagi ... "
"Kami engga ada apa - apa, Pak. Maaf, saya mau ke dalam, Pak Catur." Davina segera bergegas masuk ke dalam tanpa menghiraukan Ali dan Pak Catur.
"Ali, bisa jelasin ke bapak?"
Ali hanya meringis ke arah Pak Catur. Namun sebenarnya ia masih belum puas berbicara dengan Davina.
***
Keesokan harinya, para siswa melakukan kerja bakti membantu warga desa membangun fasilitas umum desa.
Mereka tampak begitu antusias dalam membantu. Beberapa siswa perempuan membuat dapur umum untuk menyediakan makanan untuk para siswa dan warga yang melakukan kerja bakti sosial ini.
"Vin, ambilin air, dong," ucap Ratna yang sedang mengaduk masakan di wajah besar.
"Okey," sahut Davina bergegas.
"Davina kamu suruh - suruh terus sih, Na?" tanya Erni yang sedang menata lauk pauk di sebelah Ratna.
"Habis dia yang paling kuat, kan? Dia paling engga bisa masak. Anaknya tomboi banget. Dan dia, kan susah nimbrung sama kita - kita. Jadi, ya, biar dia nyaman," sahut Ratna.
"Eh, ya, jangan begitu. Kalau punya temen introvert gitu, harusnya dirangkul. Jangan malah diasingkan," sahut Desta.
"Susah, Mbak Desta. Davina itu susah banget dikasih tau. Ngga bisa dengerin pendapat orang lain. Dan lagi, dia anaknya moodian. Dah, pokoknya susah diajak temenan," sahut Ratna masih sambil mengaduk aduk masakannya.
"Kamu sama temen sekelasmu kog gitu, sih?" ucap Erni.
Ratna melirik ke arah Erni.Ia tak suka jika ada yang membela Davina.
Tak berapa lama Davina datang sambil membawa seember air.
"Nih," ucap Davina.
"Iya, taruh sini aja. Kamu bantu siapin makanan di depan aja, sana. Bentar lagi, kan waktunya makan siang," ucap Ratna.
Erni dan Desta sempat melirik ke arah Ratna sejenak. Mereka sadar, bahwa ada yang unik dengan sikap Ratna kepada Davina.
Ratna seakan tak menginginkan Davina berbaur dengan siswi yang lain.
***
Waktu makan siang tiba, beberapa pekerja dan murid - murid yang membantu pun segera datang ke halaman balai desa untuk makan siang.
Mereka begitu bersemangat saat menyantap makanan untuk yang dibuat untuk mereka.
Karena pekerjaan yang cukup menguras keringat. Beberapa orang menyiduk makanan sampai dua kali dan itu membuat persediaan makanan menjadi menipis.
Saat tiba giliran para siswa putri yang tadi masak di bagian dapur umum. Mereka berebut makanan hingga ada yang tak kebagian.
"Davina, kamu barengan aja sama aku. Makanku engga banyak, kog. Entar aku sisain yang banyak buat kamu," ucap Ratna.
"Engga usah. Aku engga laper. Segitu mana cukup buat berdua. Dah kamu makan aja," ucap Davina.
Beberapa anak memperhatikan Davina. Mereka sebenarnya kasihan, namun mereka juga kelaparan.
"Kalian makan aja. Engga usah mikirin aku," sahut Davina yang bergegas pergi meninggalkan tempat itu. Ia tak mau mengganggu makan teman - temannya. Karena pasti mereka akan tak enak kepada Davina.
"Tuh, kan, apa aku bilang. Susah anaknya," bisik Ratna.
Mereka semua segera menyantap makanan itu dengan begitu lahapnya. Namun tetap saja ada rasa tak enak kepada Davina karena mereka makan saat ada anak lain yang tak kebagian jatah makan.
Rico berdiri sambil membawa tumpuk kardus nasi kotak bekas makan beberapa orang. Saat melintasi tempat para wanita, ia celingukan mencari Davina.
"Si Tomboi kemana?" tanya Rico.
"Di dalam mungkin," sahut Ratna santai.
"Ngapain di belakang? Engga nimbrung aja sama kita - kita di sini?" sahut Rico.
Namun tak ada yang menjawab pertanyaan Rico sehingga Rico berlalu begitu saja.
Malamnya, anak anak dan para guru dari yayasan berkumpul di depan balai kota sedang mengadakan acara santai setelah seharian bekerja.
"Capek?" tanya Pak Dayat, salah satu penanggung jawab kegiatan ini.
"Capek, Pak!" sahut anak - anak.
"Ya begitulah, namanya kerja pasti capek. Tapi kalian seneng, kan?" ucap Pak Dayat.
Ali celingukan mencari keberadaan Davina namun ia tak menemukannya di manapun.
"Mana, Davina?" gumam Ali.
Davina ternyata tidur di dalam kamar karena badannya lemas karena tak makan tadi siang.
Bagaimanapun tubuhnya tak akan bisa menahan diri saat tak ada energi yang masuk ke dalam tubuh.
"Pak, ceweknya kurang satu," ucap Rico kepada Pak Dayat.
"Cewek apa?" tanya Pak Dayat tak paham karena tiba - tiba, Rico membicarakan wanita.
"Ini, siswa ceweknya, kog kurang satu," ucap Rico.
Pak Dayat menatap ke arah para siswa putri dan benar saja. Kurang satu orang.
"Siapa yang ngga ada?" tanya Pak Dayat.
"Davina, Pak," sahut para siswa perempuan.
"Kemana?" tanya Pak Dayat.
"Tidur, Pak," sahut Ratna.
"Loh, kog tidur? Kita sedang ngobrol asyik begini, kog tidur. Coba dibangunin," sahut Pak Dayat.
Ratna pun dengan enggan segera berdiri dan masuk untuk memanggil Davina. Namun tak berapa lama ia segera keluar.
"Pak!" pekik Ratna.
"Kenapa?" tanya Pak Dayat.
"Davina pingsan!" sahut Ratna panik.
Mereka semua terkejut saat mendengar Davina pingsan. Ali yang baru mendengar langsung berlari menerobos masuk ke dalam.
"Vin! Vina! Vin!" panggil Ali sambil menepuk - nepuk pipi Davina.
Beberapa guru dan siswa masuk untuk melihat keadaan Davina.
"Pak, engga sadar sama sekali," ucap Ali panik.
"Bawa ke puskesmas terdekat atau klinik," ucap Pak Dayat.
Ali segera membopong tubuh Davina dan membawanya keluar. Ratna bisa melihat kepanikan yang luar biasa dari Ali saat menolong Davina.
"Mobil, mobil, siapin mobil!" ucap apal Dayat.
Bersambung ...