Sapto dan Davina akhirnya dipanggil ke ruang BP oleh guru karena banyak anak - anak yang melihat kejadian tadi pagi saat jam istirahat.
"Davina, Sapto. Ada apa ini? Kenapa kalian bertengkar?" ujar Pak Herman guru BP kelas tiga.
"Engga, Pak. Kita engga berantem," sahut Sapto.
Davina tak mengatakan apapun di depan guru baru itu. Entah kenapa, Davina tak suka dengan Pak Herman karena kejadian di perpustakaan beberapa waktu dulu.
"Davina?" panggil Pak Herman.
"Iya, Pak?"
"Bener kalian engga berantem?" tanya Pak Herman.
"Berantem, sih, engga. Dia aja tiba - tiba datang udah marah - marah," sahut Davina.
Sapto melirik kesal ke arah Davina. ia berusaha untuk tidak mengangkat masalah tadi ke depan guru. Tapi Davina malah mengadu.
"Nah, ini jawabannya beda. Hayo, siapa mau jelasin?" sela Pak Herman.
"Eh, aku ngapain? Aku engga ngapa - ngapain kamu!" sahut Sapto tak terima.
"Nah, kayak gini tadi, Pak! Marah ngga jelas. Tadi juga mau mukul saya. Ngancem juga kalau ketemu di luar mau mukul," ucap Davina dengan tenang.
"Eh, apaan? Aku engga kayak. gitu! Jangan fitnah orang, dong!" Sapto semakin tak terima dengan ucapan Davina.
"Kalau engga terus kenap kita dipanggil ke BP? Kan aku sejak di kelas diem. Kamunya aja yang nyolot!" sahut Davina.
"Brengsek! Mau kuhajar juga kamu lama - lama. Makin lama makin nyolot!"
"Sapto!" Hardik Pak Herman.
Sapto terdiam seketika. Ia tak bisa mengelak lagi. Karena ia sendiri sudah menunjukkan kepada guru seperti apa dia.
"Kamu mau mukul perempuan? Laki - laki macam apa kamu?"
"Ya, habis dia nyolot, Pak. Saya tadi nanya sesuatu ke dia. Malah jawabannya engga enak," sahut Sapto.
"Ya, itu engga membenarkan kamu buat kasar kepada wanita! Memangnya kamu nanya apa?"
"Na - nanyain Ratna, Pak," ucap Sapto.
"Kamu jawab apa, Davina?"
"Saya bilang engga tahu. Kan, saya memang engga tahu," sahut Davina.
Sapto merasa begitu kesal akan sikap Davina. Sikap cuek Davina ia salah artikan bahwa Davina tak menghormatinya sebagai kakak kelas.
"Cuma masalah kayak begitu kamu marah Sapto?" ujar Pak Herman tak percaya.
"Ya, kan nyolot. Masa iya, engga tahu. Temen sekelasnya,"
Davina tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Hal itu membuat Sapto semakin naik pitam.
"Ngejek kamu!"
"Sapto!" Hardik Pak Herman.
"Kamu diskors, seminggu engga boleh masuk sekolah! Dan bapak akan panggil orangtuamu!"
"Lho, Pak. Kenapa saya diskors. Orang saya ngga mukul dia. Saya ada jadwal ngajuin TA sama keperluan Ujian Nasional. Kalau saya diskors gimana. Dan orangtua saya ... "
"Kalau kamu membantah, bapak akan hukum kamu lebih keras lagi. Sekolah tidak membenarkan perbuatan seperti ini. Kamu itu laki - laki, gampang banget main tangan sama wanita. Ya, ini ada bapak. Kalau bapak engga ada, kamu beneran mau mukul?"
***
Ali berlari menuju ke ruang BP setelah mendengar berita - berita tentang Davina dan Sapto.
Saat hendak masuk, ia melihat Davina yang baru keluar dari ruang BP.
"Vina!" panggil Ali.
Davina menoleh ke arah Ali, ia heran melihat Ali yang menyusulnya ke ruang BP.
"Kenapa ke sini?" tanya Davina.
"Kamu ada masalah apa sama kakak kelas? Katanya kamu mau dipukul?" tanya Ali dengan perasaan khawatir.
"Engga, engga sampe dipukul," ucap Davina.
Ali melihat wajah Davina, kemudian melihat kedua tangan dan kakinya.
"Engga ada luka apa - apa, Ali," ucap Davina.
"Kamu, tuh, jangan bikin gara - gara, dong. Kalau sampe dipukul gimana?" Ali mengomeli Davina karena sangat khawatir.
"Siapa yang nyari gara - gara. Orang dia yang marah - marah ngga jelas," sahut Davina.
"Makanya, kamu jangan cuek - cuek, jadi perempuan. Orang jadi salah ngira sama kamu," ucap Ali.
"Kamu, kog malah ngga dukung aku, sih? Gila kali, aku, kan engga ngapa - ngapain. Dia nanya, ya aku jawab apa adanya, dong. Salahku dimana?" ucap Davina.
"Hello," Tiba - tiba Rico datang menengahi mereka berdua.
Davina dan Ali malah tak menggubris Rico.
"Jangan syuting adegan drama Korea ya. Ini sekolahan," ucap Rico.
"Apaan, sih? Ikut campur aja!" Davina tak mau meladeni Rico. Dan ia segera bergegas pergi meninggalkan Ali dan Rico.
"Mas, kenapa sih, selalu aja ikut campur urusan orang?" tukas Ali.
"Emmh, engga ikut campur. Aku cuma negha suka ada cowok yang ngga dukung ceweknya. Padahal udah jelas ceweknya jadi korban," ucap Rico.
Ali menatap Rico dengan tajam. Insting laki - lakinya mengatakan kalau Rico punya maksud tersenyum akan sikapnya kepada Davina.
"Kukasih peringatan, ya, Mas. Jangan deketin Davina. Dia cewekku. Dan jangan ikut campur dalam urusan kami!" pekik Ali.
Rico tersenyum ke arah Ali. Senyum yang seolah mengejek kepada pemuda itu.
"Kamu siapa ngelarang - ngelarang aku? Dia itu cuma cewek kamu. Bukan istri kamu. Jangan sok - sok-an ngasih peringatan. Ngga ada yang tahu kedepannya bakal gimana," sahut Rico yang kemudian berlalu begitu saja meninggalkan Ali.
Ali benar - benar kesal kepada Rico.Ia merasa Rico sedang mengincar Davina kekasihnya.
***
Ali sedang menunggu Davina di tempat parkir. Saat itu Sapto dan Rico juga berada di tempat parkir.
Tak lama kemudian, Davina keluar menghampiri Ali.
"Yuk, pulang," ucap Ali.
"Ya,"
Rico menatap tajam ke arah Davina yang hendak pulang bersama Ali. Sapto pun menoleh ke arah mereka dan merasa harus menghampiri Davina.
"Eh, kamu!" panggil Sapto.
Davina yang hendak naik ke atas motor pun kembali turun.
"Apa lagi?" tanyakan Davina tak mengerti mengapa Sapto selalu saja mengintimidasinya.
"Kamu seneng sekarang aku diskors?"
"Hah, aku ngga peduli," sahut Davina.
"Jangan dikira kamu udah di atas angin, ya. Awas aja!" ancam Sapto.
Ali yang tak terima jika Davina diancam pun segera turun.
"Eh, Mas. Jangan kasar, dong, sama cewek! Cemen banget!" ucap Ali sambil turun dari motornya.
"Siapa kamu? Pacarnya? Mau sok - sok-an belain?" pekik Sapto.
"Lah, Mas. Aku bisa lapor ke polisi kalau kamu begitu! Itu ancaman namanya!"
"Ali, udah, ayo pulang!" Davina tak ingin memperpanjang masalah dengan Sapto.
"Apa? Apa? Lapor, lapor, lapor. Kalau ikut campur kamu bisa kuhabisi!" sahut Sapto.
Rico yang sejak tadi diam saja segera melerai mereka.
"Udah, udah. Ini di sekolah, jangan berantem. Nanti kena masalah lagi. Kalian tahu, kan. Kalau ketahuan berantem bakal dikeluarin dari sekolah!
Ali dan Sapto sudah saling menatap dengan begitu intens. Tangan keduanya sudah mengepal satu sama lain siap untuk saling adu jotos.
"Kamu pulang sana. Anterin cewek kamu pulang. Dan Kamu!" Rico segera merangkul Sapto.
"Ayo ke tempat biasa. Jangan berantem. Inget, kita mesti lulus dengan aman," ucap Rico.
Bersambung ...