"Davina, kamu kenapa? Ini aku Ratna," sahut Ratna.
"Pergi! Aku ngga mau kalian di sini! Pergi!" pekik Davina.
"Vin!" panggil Ratna lagi.
Davina tak mau menatap ke arah Ratna dan Ali. Gadis itu tampaknya malu dengan apa yang terjadi padanya. Padahal kedua temannya itu tak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Kita pergi, dulu, Na. Kita pergi," ajak Ali.
"Maaf, ya, Nak. Davina masih syok. Lain kali kalau udah lebih baik, ya," ujar sang ibu.
"Iya, Bu. Maaf, ya, Bu, sudah menganggu," ucap Ali.
Sementara Ratna masih syok sambil menatap ke arah Davina. Ia kesal lalu pergi begitu saja.
"Ratna! Ratna!" panggil Ali.
Ali mengejar Ratna yang berjalan dengan langkahnya yang begitu cepat.
"Ratna!" panggil Ali.
"Aku engga ngerti sama, tuh, anak. Kenapa dia begitu? Engga ada baiknya sama sekali," ujar Ratna.
"Kog, kamu gitu, sih? Kamu, kan, temennya?" ujar Ali.
"Engga liat tadi sikap Davina sama kita? Temen? Heuh, dia nganggap aku temen ngga!" pekik Ratna.
Aku hanya diam saja saat Ratna marah padanya. Ia tak juga tak tahu harus mengatakan apa. Ia baru saja mengenal Davina. Tak mengerti seperti apa gadis itu.
"Udah, deh. Terserah dia!" ujar Ratna sambil berlalu.
Ali bingung harus bagaimana. Ia tak mengerti apa yang terjadi. Tapi melihat luka - luka di tubuh Davina terutama wajahnya, Ali mencurigai sesuatu telah terjadi pada Davina.
***
Sejak dari rumah sakit, Davina tak kunjung berangkat ke sekolah. Padahal Davina adalah siswi pintar di kelas.
Beberapa kali ia diminta untuk mengikuti kontes cerdas cermat oleh sekolah. Pihak sekolah pun berusaha membujuk Davina untuk kembali ke sekolah namun Davina tak mau.
Sampai akhirnya, Ali yang juga penasaran akan apa yang terjadi dengan Davina pun memberanikan diri datang ke rumah Davina.
"Permisi!" panggil Ali.
Cukup lama ia menunggu, dan akhirnya pintu rumah Davina terbuka.
"Davina," sapa Ali.
Davina menatap Ali dengan tatapan tak suka. Ia hendak menutup kembali pintu rumahnya, namun Ali menahannya.
"Aku mau bicara!" cegah Ali.
"Engga ada yang perlu kita bicarakan," sahut Davina.
"Engga, kita harus bicara," ujar Ali.
"Siapa?" Dari dalam rumah terdengar suara seorang laki laki.
"Bukan siapa - siapa ," ujar Davina.
"Saya temannya Davina!" ujar Ali lantang.
Seorang pria keluar dan itu adalah Darwin sang kakak.
"Siapa kamu?" tanya Darwin dengan tatapan tajam.
"Saya Ali, teman sekolahnya Davina," jawab Ali.
"Teman?" Darwin menatap curiga ke arah Ali.
"Kamu bukan lagi mau ngincer adikku, kan?"
"Mas Darwin!" pekik Davina.
"Masuk kamu!" hardik Darwin.
"Saya mau ngajak bicara Davina saja, kog, Mas," ucap Ali.
"Ali, kamu pulang aja," ujar Davina.
"Kamu masuk, ngga!" hardik Darwin sekali lagi.
Ali melihat betapa kasarnya Darwin kepada Davina. Ia mulai curiga kepada Darius yang menyebabkan Davina masuk rumah sakit beberapa waktu lalu.
Tiba tiba Ali menarik tangan Davina lalu mengajaknya pergi.
"Heh, mau dibawa kemana Davina? Heh!" pekik Darwin.
Aki segera menyalakan motor dan meminta Davina naik.
"Cepetan!" ujar Ali.
Davina tak tahu harus bagaimana. Namun sekali lagi Ali meraih tangan Davina.
"Ayo, Vin," ujar Ali.
Ajakan Ali benar benar membuat Davina seperti terbius. Gadis itu mengiyakan saja ajakan Ali dan naik ke belakang motor Ali.
Ali segera menjalankan motornya sebelum Darwin sempat mengejar mereka.
"Davina! Davina!" panggil Darwin.
***
"Kamu engga apa apa!" tanya Ali pada Davina saat mereka sampai di sebuah taman kota di dekat daerah tempat Davina tinggal.
"Iya," jawab Davina.
Ali melihat wajah Davina yang terlihat masih memiliki bekas luka dan rambutnya yang ada bekas jahitan.
"Kamu ... "
"Jangan nanya. Aku engga akan cerita," sahut Davina.
"Siapa yang mau nanya? Aku cuma ini, lho. Ada daun di atas kepalamu," ujar Ali sambil mengambil daun di kepala Davina.
Davina menatap ke arah Ali yang malah mengajak bercanda di saat seperti ini.
"Kita jalan jalan, yuk," ajak Ali.
"Jalan ke mana?" tanya Davina.
"Kamu mau kemana?" tanya Ali.
"Eum?" Davina berpikir sejenak.
Ali tersenyum melihat Davina ia lantas naik lagi ke motornya.
"Udahlah, ayo ikut," ujar Ali.
"Ke mana?" tanya Davina.
"Ada deh," sahut Ali.
Davina menurut apa kata Ali dan naik lagi ke motor Ali. Ali menjalankan motornya menuju ke pantai dan mengajak Davina jalan jalan.
"Panas!" keluh Davina.
"Ya, panas. Kan, masih siang," ucap Ali.
Namun Davina terlihat sangat lega. Tak seperti saat di dalam rumah tadi.
Ali melirik sejenak ke arah Davina. Terlihat gadis itu menatap laut sambil menutupi wajahnya.
Ali melepas jaketnya lalu menutupinya ke kepala Davina.
"Hem?" Davina menoleh ke arah Ali.
"Muka kamu, udah jelek, kena panas nanti tambah jelek," ucap Ali.
"Ihh!" Davina memukul tangan Ali karena tak suka dengan perkataan Ali.
"Ayo," ajak Ali sambil mengulurkan tangannya.
Dengan tersenyum Davina meraih uluran tangan Davina dan mereka berlari lari di tengah pasir pantai.
Davina tersenyum manis saat Ali mengajaknya bermain - main di pantai. Padahal mereka tak terlalu dekat. Tapi bisa dengan mudah membuat Davina tersenyum.
"Kamu kalau senyum manis, lho. Kenapa ngga pernah mau senyum?" ujar Ali.
Seketika senyum di wajah Davina menghilang.
"Ih, kenapa? Apa yang salah sama pertanyaanku? Hem?" ujar Ali.
"Engga ada yang salah," ujar Davina.
Gadis itu berjalan jalan menuju ke arah laut. Hanya memakai kaos gombrong. Dan celana pendek jeans. Entah kenapa gadis itu begitu menarik perhatian Ali sejak pertama.
Ali berlari mengejar Davina lalu mendorong gadis itu ke air laut.
"Aah! Ali!" pekik Davina.
Ali terkekeh bukan main melihat Davina basah kuyup. Tak tinggal diam. Davina langsung menarik Ali agar pria itu juga masuk ke air.
"Heuh, kamu senyum lagi," ujar Ali.
Gadis itu menatap ke arah Ali. Baru kali ini ia sebahagia ini. Entah apa yang ia rasakan kepada pria ini. Tapi apapun itu. Davina bahagia hari ini.
"Ayo sekolah lagi," ujar Ali tiba tiba merusak suasana.
Davina langsung berdiri dan meninggalkan Ali. Ali langsung menyusul Davina dan menarik tangan gadis itu.
"Davina! Sampai kapan kamu mau bolos? Kamu harus sekolah!" ujar Ali.
"Engga usah ikut campur urusan orang," ujar Davina.
"Sebenarnya kamu kenapa? Kenapa selalu begini? Apa yang salah?" tanya Ali.
"Yang salah? Kamu tanya yang salah? Yang salah adalah aku yang terlahir ke dunia ini. Dan kamu yang ikut campur urusan orang lain," ujar Davina seraya menarik tangannya yang digenggam oleh Ali.
"Salah kalau aku bantu cewek yang aku suka!" teriak Ali.
Bersambung ...