Chereads / GERIMIS SENDU / Chapter 11 - Terjebak

Chapter 11 - Terjebak

Seketika, Davina terkejut akan kedatangan Khadijah. Ia refleks mendorong Ali yang sedang berusaha menyeka seragamnya yang terkena air jus.

"Aduh!" pekik Ali yang malah jatuh dan air jus itu tumpah mengenai seluruh badan Ali.

"Ali!" pekik Davina.

***

"Ha, ha, ha!" Alma tak henti hentinya tertawa melihat Ali yang kesal karena ketumpahan air jus.

"Maaf," ucap Davina.

"Ngapain, sih? Pake dorong, dorong segala? Tumpah semua, kan?" keluh Ali.

"Maaf," sahut Davina sekali lagi.

"Udah, udah. Jangan marah gitu, dong. Kasihan Davina, dia takut kamu marah, Ali," ucap Alma.

"Ini dielapin, dong," ujar Ali.

"Idih, kog, jadi manja? Sini, Ibu aja yang usapin," sahut Alma.

"Alah, engga usah kalau Ibu," sahut Ali sewot.

Tiba tiba tanpa banyak bicara, Davina mengambil tissue dan mengusap wajah Ali. Sontak saja, Ali tersipu malu. Kekesalannya sirna sudah melihat gadis itu mau menyentuh wajahnya.

"Ehem, udah, udah," sahut Ali.

"Kenapa? Katanya mau dielapin?" tanya Davina.

"Engga usah, engga ikhlas gitu," ucap Ali.

Khadijah tersenyum melihat gelagat Ali yang salah tingkah di depan Davina. Ia sadar jika anaknya sedang dilanda pubertas remaja.

Namun, meskipun ia menginginkan putranya dekat dengan seorang gadis. Ia akan tetap mengawasi apapun yang mereka lakukan.

"Ali, aku harus pulang," ucap Davina.

"Eh, baru jam dua. Masa mau pulang?" ujar Ali.

Ia mengerutkan keningnya seolah tak mau jika Davina ingin pulang.

"Kamu udah makan, Sayang?" tanya Alma pada Davina.

"Nanti saya makan di rumah saja," ucap Davina.

"Lho, lho, dari tadi Ali ngapain aja? Kamu enggak dikasih makan?" ujar Alma sambil melotot ke arah Ali.

"Lah, kog, aku dimarahi? Dia aja, engga mau masuk ke dalam dari tadi nunggu di depan gerbang. Gimana mau ngajakin makan?" seru Ali.

"Engga usah, Bu. Saya harus segera pulang," ujar Davina.

Ali melihat Davina serius dengan ucapannya. Ada raut khawatir yang teramat sangat dari sorot matanya.

"Ya, udah, kita pulang," ujar Ali sambil berdiri.

Alma melihat ke arah Ali yang langsung mengiyakan ucapan Davina. Sepertinya Ali tahu sesuatu, sehingga tak punya pilihan selain mengantar Davina pulang.

"Kenapa?" gumam Alma.

***

"Engga apa – apa. Masa berhenti di gang gini. Emang aku cowok apaan?" ujar Ali.

"Please, please jangan. Aku ngga mau kejadian waktu itu terulang," ucap Davina.

"Engga apa apa, aku engga apa apa, Vin," ucap Ali.

"Engga mau, aku engga mau kamu lihat itu lagi, Li. Aku malu," ucap Davina lirih.

Ali melihat raut wajah sedih pada Davina. Hal itu tentu saja membuatnya tak berdaya dan akhirnya ia mengalah.

"Ya, udah. Tapi besok aku jemput, ya?" tanya Ali.

Davina mengangguk singkat. Lalu sedikit tersenyum kepada Ali.

"Senyum kamu itu, lho," ucap Ali.

"Apa?"

"Meruntuhkan duniaku," ucap Ali.

"Gombal banget, sih?"

Ali tersenyum lebar melihat reaksi Davina. Ia senang sekali bisa melihat senyum yang sangat langka Davina tampilkan.

"Love you," ucap Ali.

Davina hanya diam dan melangkah pergi menjauhi Davina.

"Aku nunggu jawabannya, ya!" ucap Ali.

Davina berlari masuk ke gang rumahnya. Ia malu tapi bahagia. Malu karena bisa saja ada tetangga atau kakaknya yang akan melihat mereka di depan gang.

"Cewek aneh, tapi ngegemesin," ujar Ali.

***

Hubungan Ali dan Davina semakin hari semakin erat dan dekat. Mereka sering bertemu di luar kelas hanya untuk saling menyapa.

Tak ada yang menyangka mereka berdua menjalin kasih karena Davina memohon teramat sangat kepada Ali agar ia merahasiakan hubungan mereka.

Namun, tidak dengan Ratna. Sejak awal ia memang tahu ada sesuatu diantara Ali dan Davina. Dan ia sering sekali memergoki Davina dan Ali saling memberi kode saat berpapasan.

"Kamu pacaran sama Ali, ya?" tanya Ratna saat usai jam pelajaran olahraga.

"Kata siapa?" sahut Davina yang sedang ganti baju di kelas kosong di ujung gedung.

Ruangan itu biasa dipakai siswa perempuan untuk berganti pakaian. Karena di toilet pasti ada banyak siswa pria dan itu membuat mereka tak nyaman.

"Engga usah pura pura, deh," ujar Ratna sewot. Ia lantas keluar dari ruangan itu.

Tak sengaja, Ratna membawa kaos olahraga dan kemeja seragam Davina karena tertumpuk bersama pakaian olahraga Ratna. Saat Davina hendak memakai kemejanya, ia tak menemukannya.

"Dimana?" gumam Davina.

Davina mencari cari di mana mana, tapi ia tak juga menemukan seragamnya. Padahal saat ini ia hanya memakai celana olahraga dan pakaian dalam saja serta kaos dalaman.

Davina mencoba memanggil Ratna, namun di luar kelas itu ada beberapa siswa pria yang melintas.

"Ah, gimana ini?" gumam Davina ketakutan.

Ia tak bisa keluar. Namun yang lebih parahnya. Akan ada kemungkinan siswa lain masuk dan akan melihatnya tak memakai pakaian.

"Tolong," gumam Davina lirih.

Setelah jam pelajaran olahraga itu, Davina tak kembali ke kelas. Ratna tak bicara apapun saat teman temannya bertanya ke mana Davina.

Sampai kelas berakhir pun Davina tak datang ke kelas. Saat hendak merapikan pakaiannya, Ratna melihat seragam Davina terbawa olehnya.

Tepat saat Ali melintas di depan kelasnya. Jika Ali sudah melintas di depan kelas, itu berarti dia sedang menunggu Davina untuk pulang bersama.

Ratna buru buru menaruh pakaian Davina ke loker di bawah meja. Ia segera mengemasi bukunya dan menghampiri Ali.

"Ali," sapa Ratna.

"Oh, hai, Na. Sendiri aja," sapa Ali.

Padahal maksudnya ia ingin menanyakan Davina. Ratna tentu tahu maksud perkataan Ali.

"Iya, nih. Engga tahu, Davina ke mana? Dia bolos kelas sejak jam pelajaran ketiga," ujar Ratna.

"Hah, bolos?" gumam Ali.

"Iya, dari tadi setelah pelajaran olahraga dia ngga keliatan. Padahal tadi ada ulangan," ujar Ratna.

"Engga di perpustakaan? Biasanya dia di sana?" ujar Ali.

"Engga tahu, deh, Li. Kamu mau pulang? Yuk, jalan bareng ke depan," ajak Ratna.

"Hah, kamu engga nyariin Davina?" tanya Ali.

"Aku harus pulang, Li. Ada acara keluarga," ucap Ratna tanpa rasa bersalah sama sekali.

"Oh, ya, udah kamu duluan aja. Aku masih ada perlu," ucap Ali.

"Oke," sahut Ratna.

Gadis itu lantas pergi meninggalkan Ali dengan sedikit tersenyum yang tersungging dari bibirnya.

Sementara Ali kebingungan karena tiba tiba Davina menghilang.

"Apa dia disuruh pulang sama bapaknya, ya? Duh, bikin orang khawatir aja," gumam Ali.

Ia lantas pergi ke perpustakaan untuk mengecek apakah Davina ada di sana, namun tak ada siapapun. Justru Pak Musri hendak menutup perpustakaan.

"Pak, Davina engga ke sini?" tanya Ali.

"Hem, engga. Bapak juga heran, seharian dai engga ke perpustakaan. Padahal tadi bapak lihat dia pas habis olahraga," sahut Pak Musri.

"Ke mana, ya?" ujar Ali.

Ali mencoba ke kelas Davina lagi. Namun tak ada siapapun di sana. Namun Ali melihat tas milik Davina masih berada di atas meja.

Ia segera mengambil tas milik kekasihnya itu.

"Tasnya masih di sini?" gumam Ali.

Tiba tiba saja Ali bergegas pergi keluar dari kelas Davina. Ia menuju ke ruang UKS. Ia takut kalau Davina sakit dan tak ada yang menemaninya.

Namun sepertinya ia harus kecewa, karena ruang UKS sudah tak ada siapapun.

"Kamus di mana, Vin?" gumam Ali panik.

Saat ia melintas di ujung gedung. Ia melihat beberapa anak ekstrakulikuler basket sedang mendorong dorong ruang kosong yang ada di ujung gedung.

"Woi, siapa di dalam? Kita mau masuk, nih!" pekik anak anak itu dari luar.

Bersambung ...