Matahari bersinar dengan terangnya. Waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi.
Davina membuka matanya dan ia merasakan sekujur tubuhnya terasa sakit.
"Euh, sakit," Davina memegangi bagian inti miliknya dan merasakan rasa pegal yang luar biasa.
Ia mencoba bangkit, namun. Ia terbelalak seketika saat melihat ia tidur dalam pelukan Ali tak mengenakan pakaian apapun dan Ali juga, tak mengenakan sehelai pakaian pun.
Davina mencoba mencari cari di mana pakaiannya. Namun ia kesulitan karena Ali masih erat memeluknya.
"Hiks, hiks, hiks," Davina seketika menangis. Ia teringat kemarin saat ia dan Ali menonton tv.
Ali memegangi tangannya. Namun semakin lama, ia memeluknya lalu menciumnya bertubi tubi. Hingga keduanya terlena dan akhirnya terjadilah perbuatan terlarang ini.
"Davina?" Ali terbangun karena mendengar tangisan Davina.
Pemuda itu langsung terbangun dan menutupi tubuh sang gadis dengan selimut.
"Maaf, maaf. Tadi malam aku ...aku khilaf, Vin ... "
"Aku mesti bagaimana sekarang, Ali. Bagaimana kalau ayahku tahu," ucap Ali.
"Engga, kita rahasiain ini dari orang orang. Aku janji aku akan tanggung jawab kalau ada apa apa," ujar Ali sambil menatap Davina yang terlihat sangat tertekan.
"Ali, kenapa kita begini? Kita ... "
"Vina, Vina. Aku sayang sama kamu. Aku janji aku akan tanggung jawab. Aku engga akan ngelakuin ini lagi ke kamu. Aku janji ini pertama dan terakhir. Aku akan jaga kamu seutuhnya. Vin, jangan marah. Jangan hindari aku, please!"
Davina menatap ke arah Ali yang terlihat takut jika Davina meninggalkannya karena marah.
Tapi sebenarnya justru sebaliknya. Davina takut ia akan dicap gadis murahan karena perbuatan mereka. Apalagi jika Ali dan dia sampai berpisah, dia harus bagaimana?
"Vina," bujuk Ali.
"Kamu janji engga akan lakuin ini lagi?" ucap Davina masih dengan air matanya yang membasahi pipinya.
"Janji, janji, Sayang. Cuma kamu yang aku sayang, Davina," ucap Ali.
Ali lantas memeluk Davina dan mengecup kening gadis itu.
***
Davina serasa enggan masuk ke rumah. Padahal jika jam kerja, tak ada siapapun di rumahnya.
"Aku temenin!" tanya Ali.
"Engga usah. Kamu pulang aja," ucap Davina.
"Kamu beneran engga apa apa?" tanya Ali.
"I – iya," sahut Davina.
"Masih sakit?" tanya Ali.
"Masih," sahut Davina.
"Maaf, ya," ucap Ali.
"Usah sana pulang," ucap Davina.
Ali teramat berat harus meninggalkan Davina seorang diri setelah kecerobohan yang mereka lakukan. Namun ia tahu, ia tak bisa masuk ke rumah Davina.
"Davina, aku sayang kamu," ucap Ali.
"Ya," sahut Davina.
Ali tak beranjak sedikitpun dari tempat itu. Hal itu tentu saja membuat Davina bingung.
"Kenapa engga pulang?" tanya Davina.
"Kamu kog engga balas ucapanku?" tanya Ali.
"Balas apa?"
"Aku bilang aku sayang kamu," ucap Ali.
"Ah, itu ... "
"Aku engga akan pulang sebelum kamu balas," ucap Ali.
"Ali, engga enak dilihat tetangga. Buruan pulang," ucap Davina.
"Engga,"
Davina mendorong Ali untuk menjauh. Ia tak mau jika ia dan Ali menjadi bahan gunjingan tetangganya.
"Aku sayang kamu," ucap Davina pelan.
"Apa?"
"Ali ... "
"Ya, udah engga usah pulang,"
"Aku sayang kamu, Ali!" pekik Davina.
Ali tersenyum, ia lantas bergegas menaiki motornya dan pergi meninggalkan rumah Davina.
***
Sejak itu Ali dan Davina semakin dekat sampai naik ke kelas dua pun hubungan mereka awet saja tanpa diketahui siapapun di sekolah kecuali Ratna.
Ali juga menepati janjinya bahwa ia tak akan merenggut kesucian Davina lagi. Beruntung Davina tak hamil dan membuat hubungan mereka semakin langgeng.
Hal itu tentu saja membuat Ratna iri bukan main. Ali yang sekarang menjadi Ketua OSIS. Baik, tampan dan santun. Siapa yang tak suka.
Meskipun jumlah perempuan di sekolah bisa dihitung dengan jari mereka tetap bisa menjadi fans Ali yang memang termasuk tampan di antara murid murid yang lain.
"Mas Ali," sapa adik kelas saat Ali melintas di depan kelas jurusan teknik bangunan.
"Hallo," sapa Ali kembali.
"Mas Ali kog sendiri mulu. Engga punya pacar, ya?" tanta adik kelas.
"Kenapa? Mau jadi pacarku?" goda Ali.
"Mau banget," sahut mereka.
Ali hanya tersenyum kepada kumpulan gadis gadis dari beberapa jurusan ini karena jumlahnya yang sedikit. Mereka lebih sering berkumpul dengan sesama perempuan dari kelas lain.
Tak berapa lama, Davina dan Ratna melintas hendak ke kelas mereka karena hari ini ada pelajaran teori.
"Eh, aku cabut dulu, ya," ucap Ali.
"Iya, Mas," sahut mereka.
Ali mengikuti Davina dan Ratna yang hendak ke kelas.
"Mas Ali ngikutin Mbak Ratna, tuh," bisik mereka.
"Iya, ya, katanya gosip di sekolah, kan mereka yang jadi primadona."
"Yah, cocoklah. Cakep sama cakep. Anaknya auto cakep juga. Ah, bikin ngiri."
"Eh, eh, itu yang temen sekelasnya Mbak Ratna itu. Orangnya judes banget. Engga pernah mau gabung sama anak anak cewek kelas dua, kan?"
"Iya, aku sering liat dia masuk ke perpus sendiri. Mungkin dia insecure karena temen sekelasnya lebih cakep. Mana cakep banget lagi."
****
"Ratna!" panggil Ali.
Sontak Ratna dan Davina menoleh ke arah Ali. Davina menyunggingkan senyumnya sekejap. Dan Ratna menyadari itu.
Ia buru buru menghampiri Ali dan meraih lengannya.
"Ada apa, Ali?" tanya Ratna dengan centilnya.
"Engga, kemarin, anak kelas satu, kan, udah selesai kegiatan. Pak Bambang minta laporan OSIS. Kamu udah buat?" tanya Ali.
"Aduh aku lupa, Li," ucap Ratna.
"Lah, gimana? Emh, aku punya file kerangkanya. Kamu tolong, buat. Kan kamu yang pegang catatannya," ucap Ali.
"Lah, gimana? Aku ngga ngerti," ujar Ratna.
Davina sendiri pura pura tak mendengar ucapan mereka karena ia bukanlah anak OSIS.
"Gimana, ya?" gumam Ali.
"Kerjain bareng di ruang OSIS gimana? Nanti pinjam laptop di Pak Bambang," ucap Ratna.
"Ehm ... " Ali melirik ke arah Davina. Ia tak ingin ada salah paham jika ia dan Ratna akan mengerjakan tugas bersama.
"Vi, kamu ikut, ya?" ucap Ratna.
"Lah, kenapa? Aku bukan anak OSIS," sahut Davina.
"Biar engga dikira berduaan di ruang OSIS," ujar Ratna.
Padahal niat Ratna ia ingin Davina melihat ia dan Ali berdua mengerjakan tugas.
"Iya, deh, Vin. Ikut aja," ucap Ali.
"Emmh ... "
"Nanti aku beliin makan deh," ujar Ratna.
"Ya, udah. Tapi engga usah beliin akunapa apa," sahut Davina.
"Lah kenapa? Kamu, kan, laper!" sahut Ratna.
"Udah, Udah. Nanti aku yang beliin kalian makan," ucap Ali.
Dan seperti yang sudah direncanakan. Ali dan Ratna mengerjakan tugas OSIS di ruang OSIS. Sementara Davina duduk sambil mendengarkan radio yang ada di ruang OSIS.
"Sorry ya, Vi. Jadi ngerepotin kamu," ucap Ratna.
"Engga apa apa," sahut Davina.
Selama beberapa lama Ali dan Ratna sibuk dengan tugas mereka dan Davina juga menikmati musik di radio.
Namun, ada yang janggal. Berkali kali Davina melihat Ratna mengusap pipi Ali saat ia merasa gemas kepada pria itu.
"Kog?"
Bersambung ...