"Mau ke perpustakaan, ya? Ikut, ah," ujar Ratna.
Ali tak menyahut Ratna dan terus berjalan. Ratna dengan semangat mengikuti Ali dati belakang.
"Kamu kayaknya bukan anak perpus deh?" gumam Ali.
"Yah, emang engga boleh ke perpustakaan?" sahut Ratna.
"Bukan engga boleh. Tapi, agak ... "
"Ih, Ali gitu," sahut Ratna.
"Kamu engga ada kabar, kapan Davina mau masuk sekolah lagi?" tanya Ali.
Mendengar nama Davina yang disebut membuat Ratna sedikit kecewa.
"Kenapa nanyain dia Mulu, sih? Engga inget bagaimana sikap dia pas di rumah sakit?" gerutu Ratna.
"Kamu masih sakit aja sama itu? Padahal udah berlalu. Dan lagian, kan kita engga tahu itu kenapa Davina begitu," ujar Ali.
Ratna tak suka saat Ali malah membela Davina. Memang, Davina adalah teman sekelasnya. Namun pada dasarnya mereka tak terlalu dekat.
Mungkin kalau mereka berdua bukan teman sekelas, mereka berdua tak akan pernah mengenal. Mengingat Davina cukup sulit untuk bergaul dengan orang lain.
Di dalam perpustakaan, Ali memilih milih buku untuk ia pinjam. Sementara Ratna juga memilih milih buku yang sebenarnya ia tak sukai.
"Ali ambilin itu," rengek Ratna seraya menunjuk ke sebuah buku yang ada di rak paling atas.
Dengan sigap Ali segera mengambil buku itu lalu menyerahkan kepada Ratna.
"Nih," ujar Ali.
"Makasih, Ali," ucap Ratna.
Ali hanya menanggapi santai ucapan Ratna, kemudian ia menjelajahi buku buku di rak yang lain.
Di saat itu ada beberapa orang laki laki dari lebih tepatnya kakak kelas datang lalu berpapasan dengan Ratna.
"Ratna," sapa salah satu orang dari mereka.
"I- iya, Mas," ujar Ratna takut.
"Kamu kog sendiri? Temen kamu yang tomboi itu ke mana?" tanya salah satu kakak kelas itu lagi.
"Engga, Mas," sahut Ratna.
Ratna terlihat jelas tak nyaman dengan situasi seperti ini. Biasanya ada Davina yang menemani. Namun saat sendiri begini tentu ia ketakutan.
"Mas, saya mau lewat, permisi," tiba tiba Ali datang menyela mereka. Saat itu, Ratna mengambil kesempatan dan segera pergi.
"Lewat tinggal lewat aja," gerutu kakak kelas.
Ali mencari Ratna yang sudah ke luar dari perpustakaan.
"Dah, sana pulang. Nanti digangguin lagi," ujar Ali.
"Iya, Li . Makasih," ucap Ratna.
***
Sejak dibantu oleh Ali, Ratna merasa bahwa Ali adalah pria yang baik. Hal itu membuatnya sadar bahwa ia menyukai Ali. Beberapa kali Ratna sengaja datang ke sekolah lebih awal agar bisa bertemu Lagi di gerbang sekolah.
"Tumben berangkat pagi?" tanya Davina tiba tiba.
Ratna tertegun melihat Davina berangkat sekolah. Padahal.sudah hampir satu bulan Davina tak masuk sekolah.
"Kamu, kog, masuk?" tanya Ratna.
"Emang engga boleh?" tanya Davina.
"Ya boleh," sahut Ratna dengan nada gamang
"Dah, yuk, masuk," ucap Davina.
"Emh, kamu duluan aja," ucap Ratna.
"Kenapa? Nunggu orang?" tanya Davina.
"Vina!" seseorang memanggil Davina, dan saat menoleh, orang itu adalah Ali.
Seketika Davina melangkahkan kakinya menjauh dari Ali. Sementara Ratna yang senang karena pujaan hatinya telah datang pun tersenyum ke arah Ali dan menyapanya. Namun Ali sama sekali tak meresponnya.
Ali malah melewatinya begitu saja dan mengejar Davina.
"Vina, Vin, tunggu!" panggil Ali.
Yang merasa dipanggil tak menyahut justru malah lebih menjauh.
"Kamu kenapa? Kenapa menghindariku? Vin!"
Davina buru buru lari ke kelas menghindari Ali. Sementara Ratna yang kesal karena Ali tak menggubrisnya malah mengejar Davina yang nyata nyata menghindarinya.
"Apaan, sih, Ali? Bikin malu aja," gerutu Ratna.
Pelajaran di mulai, karena Davina la tak berangkat ke sekolah, ia lantas dipanggil pihak sekolah di ruang BP.
Sebelum masuk, Davina tampak ragu. Siapa yang tak malas ke ruang BP. Semua anak yang bermasalah pasti masuk ke ruangan ini.
"Davina!" sapa seorang guru BP wanita Bu Ida.
"Ah, iya Bu Ida," sahut Davina dengan nada sopan.
"Duduk sini," ujar Bu Ida.
Davina menurut apa kata sang guru dan duduk di depan meja sang guru.
"kamu kenapa engga berangkat lama sekali?" tanya Bu Ida.
"Ada urusan keluarga, Bu," sahut Davina.
"Urusan keluarga apa? Ini hampir sebulan lho. Apa karena kamu belum bayar SPP. Kalau kamu malu karena itu. Kamu bilang aja. Nanti biar pihak sekolah yang bantu," ujar Bu Ida.
"I – iya, Bu," sahut Davina.
Bu Ida menatap ke arah Davina. Ia melihat wajah gadis remaja itu tak terlihat bahagia. Wajahnya murung setiap kali ia bertemu.
Bu Ida berdiri dan menghampiri Davina. Disentuhnya wajah gadis itu.
"Ini luka apa, Davina?" tanya Bu Ida.
"Bukan apa apa, Bu," sahut Davina santai.
Bu Ida mencoba mengecek kepala Davina dan ia melihat bekas jahitan di rambut belakang Davina.
"Davina!" pekik Bu Ida.
****
Davina keluar dari ruang BP cukup lama. Karena sudah telanjur malas ke kelas, ia memutuskan untuk ke perpustakaan.
"Pak," sapa Davina lirih.
"Loh, baru liat, Nduk. Kamu bolos lama sekali, ya?" ujar Pak Musri.
"Iya, Pak. Saya mau ke dalam dulu ya, Pak," ujar Davina.
"Lho engga ada pelajaran?" tanya Pak Musri.
"Baru dari BP," ujar Davina seraya masuk ke dalam ruangan rak buku.
Saat ia masuk ke ruangan itu dari belakang Ali berjalan dengan begitu cepat dan menarik tangan Davina. Ia menggiring Davina ke sudut ruangan.
"Ssst!" Ali memberikan kode supaya Davina diam saja.
"Ali ... emmh!" tangan Ali langsung membekap mulut Davina saat gadis itu hendak bicara.
"Aku engga akan ngapa ngapain kamu. Aku cuma minta penjelasan dari kamu. Kenapa kamu menghindariku?"
"Engga ada yang mau aku jelasin. Ali lepas," Davina berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan tangannya dari Ali.
"Vin, kamu belum jawab pertanyaanku. Perasaanku waktu itu. Kamu engga kasih kesempatan aku buat deketin kamu. Aku kepikiran kamu terus, Vin," ujar Ali.
"Ali aku udah bilang kalau kita engga mungkin, Ali. Kamu udah lihat sendiri bagaimana hidupku. Jangan Ali. Jangan. Lupain aku. Lupain," ujar Davina.
"Engga, aku engga mau nyerah. Kota coba dulu. Kita coba dulu, Vin," sahut Ali.
"Ali lepasin," rengek Davina.
Tiba tiba beberapa orang siswa masuk. Ali menggiring Davina Agra bersembunyi di balik pintu berdua. Mereka tak ingin ada yang memergoki sedang berduaan di dalam perpustakaan. Ali juga tak ingin melepas Davina karena ia akan susah untuk bertemu dengan gadis ini lagi.
Dikecupnya kening Davina di saat saat darurat seperti ini. Ali tak bisa lagi menahan gejolak rindu yang begitu membara karena lama tak berjumpa dengan Davina.
"Ali!" pekik Davina lirih.
"Kamu pacar aku. Aku engga mau tahu. Kamu sekarang adalah pacar aku. Aku engga menerima penolakan," bisik Ali.
Bersambung ...