Sebuah rumah di desa Sarijati cukup terkenal di kalangan warga desa. Keluarga yang terlihat begitu harmonis, berlimpahkan harta kekayaan dan juga anak-anak yang membanggakan.
Sore itu, Harini tengah beristirahat di kamarnya sambil mengelus-elus perutnya yang sedang mengandung. Putra sulungnya, Bagaskoro, menghampiri Harini.
"Ibu, bapak kok belum pulang dari kemarin. Bapak kemana bu?" tanya Bagaskoro sambil duduk di samping ibunya.
Tangan Harini membelai lembut rambut anaknya itu, "Sebentar lagi bapak juga pulang nak. Karena bapak sudah janji, sebelum adikmu ini lahir, bapak bakalan pulang"
seraya menenangkan putranya yang sangat merindukan bapaknya.
"Iya bu" sambil mengangguk tanda percaya kepada ucapan Harini.
"Dimana kedua adikmu, Gas?"
"Mereka lagi main di sungai, bu"
"Cepat susul mereka, sebentar lagi maghrib"
Bagaskoro mengangguk dan segera menyusul kedua adiknya, Adiluwih dan Cakraminata.
**
Sementara itu, Adiluwih dan adiknya, Cakraminata sedang bersembunyi di balik semak-semak. Jika sore hari, di sungai banyak para wanita desa sedang mandi. Oleh karena itu, Adiluwih memanfaatkan situasi itu dengan mengajak adiknya. Cakraminta yang ketakutan karena khawatir jika ada yang melihat apa yang dilakukan oleh mereka di sini.
Sebuah tangan menyentuh pundak Cakraminata. Ia pun terkejut. Ternyata itu kakaknya, Bagaskoro.
"Ayo pulang, sebentar lagi maghrib"
Adiluwih merasa kecewa karena ia harus melewati moment yang berharga.
***
Di gubuk yang berada tidak jauh dari hutan, Aditya duduk di sudut ruangan di dalam kamarnya. Ia tertunduk dan merasa takut akan suatu hal. Ia ingin pergi dari sana, tapi ada yang menahannya. Pintu kamarnya terbuka, meninggalkan suara krek..krek.
Aditya mengangkat kepalanya, tubuhnya gemetar hebat, keringat mulai membasahi tubuhnya. Sosok yang dihadapannya berdiri dan menghampirinya. Aditya lantas berteriak.
Ia terbangun dari tidurnya, ternyata hanya sebuah mimpi. Aditya beranjak dari tempat tidurnya.
"Bu" tapi tidak ada yang menjawab.
Langkah kakinya berjalan ke arah dapur. Kini ia merasa sangat lapar.
Bug! Pukulan keras mendarat tepat di kepalanya. Pandangannya menjadi gelap dan Brug!!.
***
Tepat di ruang tengah, Adiluwih dan Cakraminata sedang mengerjakan tugas sekolah mereka. Bagaskoro duduk sambil memijat kaki Harini.
Terdengar suara derap langkah kaki menuju ruang tengah. Pria itu menenteng beberapa plastik. Bayuaji sudah kembali. Disambut dengan suka cita kedua anaknya, kecuali Bagaskoro. Ia terus menatap Bayuaji.
"Bapak bawain banyak mainan baru untuk kalian"
"Makasih Pak, ini bagus-bagus semua" senang Adiluwih
Kedua anaknya sibuk dengan mainan barunya masing-masing.
Bayuaji menghampiri Harini. Bagaskoro memilih pergi dan masuk ke kamarnya.
"Mau kemana dia?"
"Entah mas, padahal dia yang sering menanyakan kapan mas akan pulang"
"Nanti aku akan menemuinya, sekarang mas mu ini ingin bersama dengan istrinya terlebih dahulu"
"Jangan sekarang mas, ada anak-anak"
Bayuaji mengangguk dan ia menemani kedua anaknya bermain.
***
"Tolong, bapak, lepaskan, sakit"
Teriakan itu terus berkali-kali di ucapkan dari dalam hutan. Tapi anehnya tidak ada satupun yang dapat mendengarnya. Suasana hutan semakin gelap. Di balik batu besar, terdengar suara "jleb", tusukan demi tusukan.
Seorang pria mengintip, ia penasaran ada apa di balik batu itu. Terlihat sosok itu sedang memotong-motong daging. Merasa sedang diawasi, sosok itu menatap ke arah pria yang mengintip tadi. Sontak, pria itu berlari kalang kabut keluar dari hutan.
***
Pagi itu, Widati yang tengah hamil duduk termenung menunggu suaminya yang sejak kemarin sore belum juga pulang. Aditya, putranya juga tidak ada sejak kemarin sore. Pikirnya Aditya ikut pergi bersama Cokroatmojo.
Di teras depan rumah, Harini duduk bersama suaminya, Bayuaji. Adiluwih dan Cakraminata sibuk bermain gundu. Bagaskoro duduk di pendopo sambil membaca buku.
Cokroatmojo datang membawa sebilah pisau. Ia pergi menuju rumah Bayuaji.
"Hey, bajingan" teriak Cokroatmojo yang membuat Bayuaji dan keluarganya, beserta warga desa keluar dari rumah.
"Cokro, mau apa kamu kesini?"
"Jangan banyak omong kamu, dimana anakku Adit?"
"Adit. Aku tidak tau"
"Bajingan"
Cokroatmojo berjalan menghampiri Bayuaji sambil menodongkan pisau ke arahnya. Dengan cepat beberapa warga desa memisahkan keduanya. Bayuaji terlihat begitu tenang.
Warga desa mencoba untuk menenangkannya. Widati berlari tergopoh-gopoh bersama beberapa warga lainnya.
"Akang...."
Widati terlihat begitu histeris.
Salah satu warga desa mendekati Cokroatmojo.
"Adit ditemukan tidak bernyawa di hutan, kang. Sekarang jasadnya sudah ada di rumahmu"
Cokroatmojo yang tidak percaya segera melangkah pergi ke rumahnya.
Sesampainya di rumah, Cokroatmojo begitu terpukul dan ia begitu histeris tatkala melihat putra tunggalnya mati dengan mengenaskan.
Suasana mencekam, warga desa berbisik satu sama lain. Mereka berasumsi ini akibat pengabdian yang dilakukan oleh keluarga Cokroatmojo.
Cokroatmojo tertunduk, tubuhnya terjatuh, sesekali ia melirik ke arah Ismoyono, pembantu Bayuaji.
Ismoyono segera bergegas pergi dari sana. Mata Cokroatmojo menunjukkan kemarahan padanya.