Chereads / Pengabdian Pada Kelam / Chapter 7 - Desa Sarijati

Chapter 7 - Desa Sarijati

Widuri dipersilahkan untuk tinggal di rumah dinas yang ada di desa Sarijati. Tempatnya juga sangat terawat. Ada beberapa barang yang baru. Pak RT menyerahkan kunci kepada Widuri.

"Saya harap mba merasa nyaman tinggal di sini. Jika ada sesuatu yang kurang, katakan saja pada saya. Saya permisi dulu mba Wid"

Widuri mengangguk dan tersenyum.

***

Cakraminata dan Ratih pergi ke rumah Ratih dengan mengendarai motor. Setelah sampai Cakraminata memarkirkan motornya dengan hati-hati.

Ratih membuka pintu dan tidak ada siapa-siapa di sana. Cakraminata menghampiri Ratih.

"Kayanya ibu lagi nggak ada di rumah deh"

"Kalau gitu lain kali aja kita belajar barengnya"

"Eh jangan gitu, kan udah jauh-jauh ke sini. Kamu mampir dulu sebentar"

"Iya deh"

Mereka masuk ke dalam rumah. Ratih menyiapkan segelas air putih untuk Cakraminata.

"Mau makan apa? Biar aku buatin"

"Sebisanya kamu aja"

"Kalau gitu tunggu di sini ya"

Ratih mulai memasak, Cakraminata datang dan tersenyum ke arah Ratih.

"Kok kamu senyum-senyum gitu?"

"Selain cantik kamu juga pandai memasak ya"

Ratih tersipu malu dengan pujian dari Cakraminata. Mereka saling bertatapan dan melemparkan senyuman.

***

Widuri membersihkan beberapa ruangan. Kemudian suara ketukan terdengar.

Tok!tok!tok!

"Iya sebentar"

Segera Widuri membuka pintu. Seorang gadis seusia dengannya berpakaian sederhana tengah berdiri di ambang pintu. Tersenyum padanya.

"Mm..ada apa ya?"

"Maaf mengganggu mba, saya barusan dikasih tau sama pak RT kalau ada seseorang yang mau bertemu dengan bapak saya"

"Iya benar, ayo silahkan masuk dulu"

Widuri mempersilahkan gadis itu untuk duduk. Dan mengambil segelas air putih untuknya.

"Sebenarnya kang bagas yang harus kesini, tapi karena beliau sedang pergi dari pagi. Saya yang harus mewakilinya"

"Iya nggak apa-apa. Ayo silahkan diminum"

"Siapa nama mba?" sambil mengambil minum

"Saya Widuri"

"Kalau gitu saya panggil mba Wid boleh?"

"Boleh. Kalau nama kamu?"

"Saya Utari. Adik dari kang Bagas dan putri bungsu tuan Bayuaji"

Widuri mengangguk,

"Saya boleh tanya sesuatu?"

"Tanya apa mba?"

Tapi Widuri mengurungkan niatnya.

"Mba nggak papa tinggal sendiri di sini? Kalau mau, mba bisa tinggal di rumah kami"

"Nggak papa kok saya sendiri di sini. Malah jadi ngerepotin kalian nanti"

"Kalau gitu, mba mau ikut saya keliling desa?"

"Boleh, tunggu sebentar. Saya mau mengambil beberapa peralatan"

Setelah dirasa cukup dengan peralatan yang dia bawa. Widuri dan Utari pergi mengelilingi desa. Desa Sarijati terlihat begitu sunyi dan damai. Widuri dapat merasakan ketenangan di sini. Beberapa potret telah diambil darinya. Setelah berkeliling desa. Sampailah mereka di rumah Bayuaji.

Widuri terkejut melihat betapa besar dan mewahnya rumah tuan Bayuaji. Pantas saja beliau begitu disegani oleh warga desa dengan diberi julukan "Tuan Bayuaji". Utari mempersilahkan Widuri untuk masuk ke rumahnya. Tampak seorang wanita tengah menyiapkan makanan di meja makan. Utari menghampirinya.

"Ibu, kenalkan ini mba Wid yang mau ketemu sama bapak"

"Kemari nak"

Widuri menghampiri bu Harini. Tidak lupa ia menyalaminya.

"Ayo silahkan duduk dan makan malam bersama kami nanti"

"Tidak perlu bu, saya bisa makan malam di rumah dinas nanti"

"Loh, kenapa?"

"Iya mba, ayo kita makan malam bersama. Nanti pulangnya bisa saya antar"

"Iya saya mau"

***

Setelah selesai bekerja sama. Cakraminata pamit pulang.

"Kerah bajumu masih berantakan"

"Eh iya" sambil membetulkannya

"Kalau gitu aku pulang dulu ya"

"Dah"

Ratih kembali masuk ke rumah dan merebahkan tubuhnya di atas kasur. Dia tersenyum kegirangan setelah sebelumnya bersama Cakraminata

***

Hari semakin gelap. Bayuaji belum juga kembali. Sementara itu di rumah, Harini, Utari dan Widuri sedang makan malam bersama. Suara pintu terbuka menandakan ada yang datang.

"Sepertinya itu kang Bagas bu"

"Coba kamu lihat"

Utari bergegas ke ruang tamu. Didapati Bagaskoro sedang menuju ke kamarnya.

"Kang Bagas"

"Iya"

"Ayo makan malam dulu"

"Aku harus membersihkan diri dulu. Nanti aku menyusul"

"Yowis"

Di ruang makan, Bagaskoro datang. Betapa gagahnya putra sulung tuan Bayuaji. Beliau mewarisi keelokan tubuh bapaknya.

"Nak, kamu taukan kalau ada yang mau menemui bapakmu"

"Iya bu, pak RT sudah memberitahuku"

"Nah ini dia. Widuri namanya. Yang mau ketemu bapakmu"

Widuri tersenyum ke arah Bagaskoro. Tapi Bagaskoro mengalihkan pandangannya. Mereka melanjutkan makan malam.

Setelah selesai, Harini dan Utari membereskan bekas makan malam. Saat Widuri ingin membantu, Harini menolaknya.

"Sudah nggak perlu, biar ibu sama Utari yang bereskan semuanya. Hari semakan malam, kamu pulang saja untuk istirahat. Biar Bagas yang akan mengantarkanmu"

Harini memanggil Bagaskoro dan menyuruh untuk mengantarkan Widuri.

Di perjalanan pulang ke rumah dinas. Bagaskoro hanya diam tak berbicara sepatah katapun. Widuri sesekali melirik kepadanya. Menyadari Widuri sedang memperhatikannya, Bagaskoro berdeham.

"Mau apa kamu ketemu bapakku?"

"Mm...saya hanya ingin mengetahui sesuatu"

Bagaskoro menghentikan langkahnya. Suara dering handphone Widuri memecahkan keheningan. Ternyata Ratih yang menelpon.

"Wid, kamu kemana aja sih? Susah banget dihubunginnya" suara dari sebeang telpon.

"Iya maaf Ratih. Aku sebenarnya"

"Kamu bisa datang ke sini nggak? Aku mau cerita sesuatu nih"

"Maaf aku nggak bisa, saat ini aku lagi nggak ada di kota. Kenapa kamu nggak cerita dulu sama tante Iswari?"

"Kamu pulang kampung tapi nggak ngasih tau aku ya!"

Belum selesai bicara, sinyal mendadak hilang. Bagaskoro menatap Widuri dengan tatapan dingin.

"Sampai sini aja kang, saya bisa pulang sendiri"

Tanpa berbicara sepatah katapun. Bagaskoro tetap melanjutkan langkahnya untuk mengantar Widuri. Setelah sampai, Bagaskoro segera kembali ke rumahnya. Widuri masuk ke rumah dinas dan segera menutup pintu rapat-rapat.

"Aneh banget. Apa aku salah bicara ya?"

Klontang! Suara berisik berasal dari arah dapur. Widuri segera menghampiri sumber suara. Dilihatnya tidak ada siapa-siapa di sana. Tapi anehnya kaca jendela terbuka. Padahal seingat Widuri, semua ruangan sudah dia kunci. Ada bercak darah tertinggal di kayu jendela. Widuri berpikir sepertinya ada seseorang yang telah masuk ke rumah dinas ini.

Segera ia menemui pak RT dan menjelaskan semuanya. Beberapa warga hadir untuk melihatnya. Bagaskoro serta Harini dan Utari juga hadir.

"Duh, pedatang baru sudah diganggu saja. Pasti ini perbuatan si Cokroatmojo" timpal salah seorang warga

"Sudah jangan menduga-duga seperti itu. Bagaimana kalau Widuri tinggal di rumah kami saja" Ucap Harini

"Itu ide yang bagus" sahut beberapa warga.

"Kalau begitu ayo kita bantu bawa barang-barangnya ke rumah tuan Bayuaji" kata pak RT

Setelah kejadian itu akhirnya Widuri terpaksa harus tinggal di rumah tuan Bayuaji.