Di kebun milik Cokroatmojo dan Bayuaji, terlihat Bayuaji sedang menggali tanah untuk menanam umbi-umbian. Dia berhenti sejenak dan mengusap peluh keringat di dahinya kemudian melanjutkan penggalian.
Cokroatmojo datang dengan berlari kecil menghampiri Bayuaji. Bayuaji yang menyadari kehadiran teman karibnya itu segera berhenti dari aktivitasnya.
"Aku arep ngene weruh koe kabar apik"
"Kabar apik apa toh?"
"Aku arep kawin, Ji"
Wajah Cokroatmojo begitu terlihat bahagia. Tak pernah dibayangkan sebelumnya jika temannya sudah menemukan dambaan hati dan juga akan menikah secepat ini.
"Karo sopo?"
"Pura-pura ndak tau aja kamu ini, ya tentu karo Wida toh"
"Jadi dia terima lamaranmu?"
Cokroatmojo mengangguk sambil tersenyum.
"Yowis, bantu aku siap-siap"
Mereka pun pergi meninggalkan kebun. Tiba di rumah besar milik orang tua Cokroatmojo, banyak orang yang sudah mulai untuk membantu hajat di rumah tuan besar desa Sarijati. Kekayaannya sungguh melimpah, bahkan Cokroatmojo adalah keturunan ke 4 dari keluarga tersebut. Kemungkinan hartanya akan terus bertambah dan diteruskan oleh keturunan selanjutnya.
Cokroatmojo, pemuda yang amat giat bekerja walaupun ia telah memiliki kekayaan yang banyak dari ayahnya. Sehingga, kekayaannya kian bertambah namun anehnya semakin bertambah kekayaannya, para kerabatnya hilang bak di telan bumi.
Bayuaji adalah teman semasa kecil Cokroatmojo. Bayuaji yang terlahir dari keluarga sederhana, membuatnya harus berusaha lebih keras untuk mendapatkan hidup yang lebih baik. Apalagi saat itu, dia tidak bisa melanjutkan pendidikannya karena orang tuanya tidak sanggup lagi. Namun, atas kebaikan keluarga Cokroatmojo, Bayuaji dapat mengenyam pendidikan sama seperti Cokroatmojo.
Mereka selalu bersama, bahkan mereka berdua berniat untuk membuat kebun bersama. Namun, hubungan mereka perlahan mulai menuai kerenggangan. Kehadiran gadis desa yang membuat para lelaki desa terpukau akan kecantikannya, namanya Widati. Gadis sederhana yang menjadi cinta pertama Bayuaji.
Namun ternyata Cokroatmojo telah lebih dahulu mengungkapkan perasaannya kepada Widati. Sehingga Widati pun menerima ajakan Cokroatmojo untuk hidup bersama.
Hari itu, pelaksanaan pernikahan tuan Muda Cokroatmojo, pewaris tunggal kekayaan kedua orang tuanya. Bayuaji menyaksikan ucapan akad, terlihat Widati tertunduk tersipu malu dengan pakaian pengantin yang indah menambahkan kecantikannya.
Bayuaji hanya mampu terdiam. Menyaksikan kepedihan sekaligus kebahagiaan. Temannya akan menikah. Dan dia kehilangan cinta pertamanya.
***
Malam semakin gelap, Widuri sibuk dengan laptopnya. Mencari info tentang desa Sarijati. Sebisa mungkin dia harus tau mengenai rahasia yang tersembunyi.
Namun sayangnya, tidak banyak informasi yang dia peroleh. Dia berniat untuk menghubungi Cakraminata namun kembali diurungkan. Dia merasa tidak bisa menunggu lebih lama lagi, karena rahasia ini sangat mengganggu pikirannya.
Widuri berencana untuk pergi sendiri ke sana. Bagaimanapun caranya, sebab ini terkait bapak dan ibunya.
Widuri bergegas untuk tidur. Tiba-tiba dering telepon berbunyi. Ratih menelponnya.
"Wid...widd...tolong..tolong aku" dengan suara tersedu-sedu
Widuri terkejut. Dia mencoba untuk menenangkan Ratih. Tapi lagi-lagi dering telepon berbunyi. Ternyata handphonenya sejak tadi sedang di charger, dan yang dia pikir itu handphone adalah dompetnya sendiri.
Handphone Widuri berdering. Cakraminata menelponnya. Dengan gugup Widuri mengangkat panggilan tersebut.
"Wid, kau belum tidur? Apa aku mengganggumu?" tanya Cakraminata pada Widuri
"Tidak. Kenapa menelponku malam-malam? Ada keperluan apa?"
"Aku ingin mengatakan bahwa jangan pergi ke desa Sarijati sebelum bersamaku"
"Kenapa jika aku pergi ke sana sendirian?"
"Di sana terlalu berbahaya Wid. Aku tidak tau sebenarnya apa yang ingin kamu cari di sana. Jika ada kaitannya dengan orang tuamu, aku akan membantumu. Tapi jika tidak, jangan coba-coba untuk pergi ke sana"
"Kamu tau sesuatu kan?"
"Sekali lagi aku hanya memperingatkanmu, jangan pergi ke sana"
Panggilan diakhiri oleh Cakraminata. Tiba-tiba, kotak pensil di meja belajar Widuri terjatuh tanpa sebab. Semuanya berjatuhan di lantai. Saat ingin membereskannya, Widuri menemukan secarik kertas lusuh di bawah mejanya. Segera diambilnya kertas tersebut. Noda tinta berceceran di kertas itu.
Kertas itu bertuliskan "Jabang Bayi Ra Mati"
Aneh, Widuri tidak bisa mengetahui maksud dari kertas itu. Untuk apa seseorang menuliskan itu dan meletakkannya di sana. Saat Widuri ingin membacanya lagi, tulisan itu sudah tidak ada, hanya meninggalkan secarik kertas bersih.
Widuri merasa diawasi oleh seseorang di ruangannya saat ini. Dia merasa bahwa kali ini hubungan antara foto dan juga dirinya serta kehidupannya pastilah menuai sebuah problema yang harus segera diselesaikan.
***
Keesokan paginya, Widuri bersiap-siap dengan beberapa perlengkapan yang ia bawa untuk tinggal beberapa hari di desa Sarijati. Ia naik bus untuk sampai di daerah tempat desa tersebut terletak. Kemudian dilanjutkan dengan naik ojek untuk sampai masuk ke dalam desa.
Widuri menghampiri pangkalan ojek yang tidak jauh dari tempat dia turun dari bus.
"Permisi pak, saya mau naik ojek untuk pergi ke desa Sarijati"
"Silahkan mba, ayo saya antarkan" sahut salah seorang ojek
Di perjalanan menuju desa Sarijati, jalannya begitu sepi dan juga berkabut. Di sisi jalan terdapat pohon-pohon yang begitu menjulang tinggi, ada sebuah jalan setapak yang tertutup oleh kabut.
"Dari mana mba?" tanya pak ojek
"Saya dari kota pak"
"Mau ngapain ke desa ini?"
"Mmm...kebetulan kerabat saya tinggal di desa ini. Sudah lama saya tidak menemui mereka"
"Kalau boleh tau kerabatnya tuan Bayuaji ya? Setahu saya, beliau tidak memiliki kerabat di luar desa. Atau mba ini kerabat dari pak Cokroatmojo?"
Widuri dibuat bingung oleh pernyataan dari pak ojek tersebut. Mata Widuri menangkap seseorang yang tengah mengawasi mereka dari balik pohon.
"Kok diem aja mba? Jangan ngelamun mba"
"Ah gk kok pak, saya cuma merasa desa ini cukup jauh sekali dari kota"
"Karena suasananya sepi aja mba"
Hampir sampai di desa Sarijati. Widuri dapat melihat beberapa rumah warga yang berjarak hampir jauh antara rumah yang satu dengan yang lain.
"Ternyata di sini sudah dibangun lagi, beberapa bulan yang lalu tempat ini masih sangat sepi"
"Memangnya bapak sudah lama tidak ke sini?" tanya Widuri penasaran
"Iya mba, semenjak tragedi pembunuhan janin massal beberapa bulan yang lalu Saya jadi ogah mau nerima orderan ke desa ini"
"Pembunuhan janin?"
"Pokoknya serem deh mba, desas desusnya ini perbuatan ilmu hitam dari Cokroatmojo. Dulu dia itu juragan di desa ini, setelah sepeninggalan orang tuanya, beliau jadi jatuh miskin kemudian kehilangan anaknya"
"Lalu sekarang dimana beliau?"
"Beliau tinggal di dalam hutan, bersama istrinya yang sakit jiwa. Sepertinya setelah kejadian itu, dia melakukan pengabdian seperti keduaorangtuanya dulu"
"Lalu warga hanya diam saja?"
"Nggak kok mba, ada tuan Bayuaji yang menolong warga sekitar. Dia orang paling kaya di daerah ini"
Mereka sudah sampai di gapura desa. Ramai anak-anak sedang bermain dan orang tua yang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
"Eh mba, udah sampai nih"
"Makasih ya pak, ini uangnya"
"Waduh nggak ada kembalian"
"Yaudah untuk bapak aja kembaliannya. Sebagai ucapankan terima kasih karena telah mengantarkan saya ke desa ini dengan selamat"
"Matur nuhun, mba. Kalau gitu saya pergi dulu"
Pak ojek kembali pergi dari desa. Widuri menghela napas. Berfikir dimana dia akan tinggal. Tapi pertama-tama, dia harus pergi ke rumah pak RT dulu.
Widuri menyapa beberapa warga dan menanyakan dimana rumah pak RT. Setelah diberitahu, Widuri segera bergegas pergi ke sana.
***
Di kantin kampus, Ratih dan Cakraminata sedang makan siang bersama.
"Banyak banget tugas tadi, mana sempet buat rebahan" keluh Ratih
"Kan bisa kita kerja sama"
"Beneran?"
"Iya dong"
"Kalau ajak Widuri gimana?"
"Mmm... Boleh"
"Kayanya gkusah deh. Kita berdua aja"
Cakraminata tersenyum.
"Kamu sukanya berdua aja ternyata"
Raut wajah Ratih tersipu malu.
***
Widuri sampai di rumah Pak RT. Pak RT menyambutnya dengan baik.
"Mba, ada keperluan apa datang ke desa kami?"
"Saya mau menemui pak Bayuaji, apa diperbolehkan?"
"Maaf mba Widuri, saat ini tuan Bayuaji sedang pergi ke luar desa. Tapi tidak perlu khawatir saya akan menyampaikan ini ke anaknya. Untuk sementara waktu, mba Widuri boleh tinggal di rumah dinas yang kami sediakan untuk pengunjung desa"
"Baiklah, tidak apa-apa Pak"
"Kalau begitu mari saya antar ke rumah dinas"
Akhirnya, Widuri sampai di desa Sarijati dan tinggal di rumah dinas. Tapi sayangnya dia harus menunggu entah sampai kapan untuk bertemu dengan Bayuaji.