Chereads / FERYANA / Chapter 9 - 24.

Chapter 9 - 24.

" Kau kemana aja semalam? aku balik kau gak ada lagi di tenda," ucap Johan ketika aku kembali ke lokasi pernikahan itu di pagi hari.

" Gak kemana-mana, aku cuma tidur di salah satu rumah yang punya acara. Ngantuk aku," ucapku.

" Heh... pantasan, aku balik kau gak ada, jadi aku pasang sendiri dekorasinya," ucapnya.

" Gak akan runtuh kan pas acara nanti?"

" Gak lah, kau pikir kau aja yang bisa?"

" Bukan gitu, kau ingat tragedi pelaminan runtuh karna salah pasang beberapa bulan lalu? "

" Akh... udahlah Feey," ucapnya kesal.

Dan aku hanya tertawa.

Aku tidak terpikir sama sekali kalau aku akan mendatangkan masalah di pesta itu. kini kakiku terluka. sementara besok aku harus gantikan bapak untuk mengisi acara adat.

huft.... sungguh aku nyesel banget karena aku gak bisa kontrol perilaku aku buat gak aneh-aneh.

" Masih sakit gak lukanya?" tanya Tari yang sedari tadi mengkhawatirkan aku.

" Udah enggak kok. Cuma perih aja dikit," ucapku.

" Hmm.. makanya jangan pecicilan. luka kan, besok itu kamu harus berdiri lama. gimana coba kalau udah luka kaya gitu," ucapnya sewot sambil meminum kopi hangat yang sengaja ia buat untuk kami.

" Ya... mau gimana?" ucapku yang mulai sibuk melirik ke arah pinselku.

" Masih nungguin notif mantan?"

" Hmm... aku gak berharap buat balikan sama dia sih Tar, cuma aku ngerasa bersalah aja sama dia. Mutusin dia di depan teman-temannya,"

" Ya... mau gimana coba? coba aja kemarin dia mau dengarin kau, mau ngomong sama kau, kau juga gak akan lakuinnya itu kan?"

" Iya sih...."

tring...tring...

Ponselku tiba-tiba berbunyi, dan tertulis nama bibi di sana.

" Kok bibi nelpon ya Tar?"

" Mampus... aku lupa balikin motor." ucap Tari.

" Yah... gimana donk?"

" Aduh... baliklah kita, tapi kalau mau tidur disini kita harus jalan. kau sanggup gak?"

Aku menelan salivaku. Bagaimana caranya aku berjalan? kakiku gerak sedikit saja, lukanya sakit sekali.

" Atau kau tidur disini sendirian? karna tante pasti gak akan pulang kemari, besok pagi-pagi MUA juga udah di rumah ," tambahnya menambah kebingunganku.

" Huft... ya udah deh, kita balik ke rumah aja, gak lucu juga aku tidur sendirian di sini," ucapku yang merasa tidak enakan.

Dan akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke rumah.

Fery dan Johan tampak bersenda gurau di pelaminan yang telah selesai mereka buat. keduannya tampak asyik dengan cerita yang tidak ada yang tau topiknya itu.

Hingga akhirnya keduanya terdiam saat dari kejauhan terlihat sebuah cahaya yang mendekat secara perlahan ke arah mereka.

" Udah jam segini, masih aja tamu mereka berdatangan," ucap Johan yang telah menyimpulkan.

" Itu bukan tamu, itu Ana dan sepupunya," ucapku yang telah hapal dengan suara motor itu.

"Ia... kenapa?"

Tampak Ana menerima telpon.

" Ayo masuk!!" seru Tari.

" diluan aja, aku lagi nelpon," ucap gadis itu yang tampak agak menjauh dari rumah sang bibi yang masih ramai dengan orang-orang.

" Iya... kenapa Dan?"

" Kamu bilang apa sama Devi tentang aku?" balas sang mantan dari telepon.

" Bilang apa coba?"

" Penasaran aku Feey, aku dekatin akh... mau tau aku dia udah ada yang punya atau enggak, ucap Johan yang tampak sangat ambisius pada Ana.

Rasanya aku kesal sekali dengan tuduhan tiba-tiba yang datang dari Dani. Lagian buat apa aku ngurusin dia sama ceweknya itu.

" Aku gak ngerti apa yang kau bilang. lagian aku gak perduli tentang kau sama pacarmu!!" Bentakku marah.

" Alah... udahlah na.. ngaku aja, kau gak senang liat aku sama Devi dekat kan?"

Laki-laki ini benar-benar gila. aku mulai merasa menjadi wanita bodoh karena sempat memberi hatiku padanya.

"Terserah, aku gak perduli juga tentang kalian. Mau kalian pacaran, mau kalian selingkuh, aku gak perduli. udah dulu ya, jangan ganggu aku, aku males berhadapan sama kau. Males banget,"

" Bilang aja kau nyesal mutusin aku!!"

Sumpah?

" Aku tau Ana, kau masih cinta sama aku kan, tapi maaf, aku udah bosan sama kau. Kau terlalu ngikut kemauan orang tuamu. Kau udah besar pun tetap dipingit, masa ia udah sebesar kau mau terus-terus dikurung. siapa coba yang mau sama kau,"

Ia terus mengoceh, menilai kehidupanku yang membuat aku kesal.

" Gak ada cowok yang tahan buat gak ketemu sama ceweknya, Saranku aja, kalau kau gak mau jadi perawan tua, mending kau kasih tau tuh keluargamu," ucapnya sembarangan.

" Udah puas kau ngoceh gak karuan kaya gitu? sekarang gantian, kau harus dengar aku. Kau bakalan ngerti tentang perasaan keluargaku suatu saat nanti. dan satu lagi, belajar buat jaga omonganmu. Kau tau, alasan dulu aku mau pacaran sama kau adalah karna aku pikir kau punya pribadi yang bisa aku contoh, tapi ternyata aku salah, kau pecundang, dan akan selalu jadi pecundang buat ku. ingat kalimatku ini, gak akan ada perempuan yang bertahan jadi pacarmu, selama hubunganmu denganku, kau bakalan ngerasain itu, camkan itu," ucapku yang kemudian mematikan ponselku.

Huft... Air mataku menetes tanpa aku sadari.

Tentu saja, mana ada seorang anak yang rela keluarganya di nilai seperti itu.

Aku sangat memandang tinggi keluarga ku, dan tidak boleh ada satu orang pun yang bisa mengambilnya dariku.

Akh...

Aku kaget ketika mendapati Johan yang ternyata berada di belakangku.

" Kau ngapain disini?" tanyaku dengan nada sedikit kesal.

" Hehehe... ketauan ya..." ucapnya dengan nada mengesalkan.

Aku hanya memanyunkan bibirku kesal.

" Bukannya kakimu sakit?" Tanya lelaki satunya lagi.

Mata keduanya saling memandang.

Fery dengan tatapan dinginnya, dan Ana dengan tatapan kesalnya.

Sementara itu, ada Johan yang tampak penasaran dengan kalimat yang di ucapkan oleh Fery sahabatnya.

Apa yang mereka sembunyikan?

Pagi datang dengan cepatnya,

Gadis itu tampak bangun dengan wajah kesalnya, Mata panda menjadi pertanda kalau gadis itu kekurangan tidur.

" Mukamu itu jangan kaya gitu," ucap sang bibi yang memperhatikannya di makeup.

" Kok bisa pula luka kakimu itu, dari mana aja sih kalian semalam Tar? kok bisa pula luka kaki si Ana?" ucap sang bibi yang rewel.

" Akh... udahlah mak. mamak bising kali dari pagi," ucap Tari yang risih mendengar suara ibunya.

Ana masih diam. Sebenarnya ia tidak terlalu tertanggu dengan suara berisik milik bibinya, ia hanya masih merasa kesal dengan pembicaraannya dan Dani semalam.

Aku gak bisa bohong, ada rasa kehilangan di dalam diriku karena telah menyudahi hubunganku dengan lelaki itu, tetapi rasa kehilangan itu tersingkir oleh ucapan Dani semalam. Aku tidak bisa terima dengan semua perkataannya.

Tidak boleh ada seorang pun yang mengganggu keluargaku. ataupun merendahkannya.