"Kalian masih aja percaya sama hal-hal kaya gitu, lagian, buahnya bukan di makan sama setan, tapi malah busuk karena dibiarin di luar," ucapku sambil terus melahap apel di tanganku.
" dasar keras kepala," ucap lelaki yang sedari tadi membakar dupa itu.
" Lagian kalau emang itu benar, Seharusnya mereka marah karna aku udah makan makanan mereka," ucapku sembarangan.
" Hust...
Eh...
Kami terdiam saat salah satu tenda bergoyang tanpa adanya hembusan angin.
em...
" itu kelakukanmu kan," ucapku tanpa memalingkan pandanganku dari tenda tersebut.
" Bodoh... gimana bisa ? orang aku disini," ucapnya yang sepertinya juga kaget dengan fenomena aneh di hadapan kami.
" Terus itu apa?" ucapku yang begitu ketakutan.
" Itu cuma angin kali," ucapnya coba menenangkan aku.
Namun lambat laun tenda itu bergetar semakin kuat. dan,
Akkkkk...
Kami berdua berlari secepatnya meninggalkan tenda pernikahan itu, berlari dengan kencangnya menembus kegelapan yang menjadi gulita pada jalan yang kami tempuh.
Akh.... UH...
Untuk kesekian kalinya aku terjatuh.
" Hei.. kau gak apa-apa?" tanya Fery yang kembali berlari mendatangiku setelah berlari mendahuluiku.
lututku terluka, dan banyak darah mencucur dari sana.
" Kau baik-baik saja? apa itu sakit?" tanyanya sambil melepas bajunya dan menutup lukaku itu dengan baju miliknya.
" Hei... katakan sesuatu, jangan diam saja," ucap lelaki itu.
" Eh... bang maaf, di rumah lagi rapat buat acara besok. Emi kenapa?" tanya Tari saudara Ana. Aku sengaja menelpon tuan rumah untuk datang ketempat aku dan Ana berada. Sejak jatuh tadi, Ana tidak mrngucapkan satu patah katapun. Ia hanya diam sambil memandangku dengan wajah yang semakin memucat.
" Tadi dia jatuh, kayaknya luka dia tadi siang terantuk lagi, jadi darahnya banyak," ucapku menjelaskan.
Mata gadis di hadapun itu sedari tadi sudah memerah seperti menahan tangis, namun sedari tadi aku tidak menemukan tangisan darinya.
" Ini baju siapa bang?"
" Itu bajuku, darahnya banyak sekali, aku takut gak bisa berenti, jadi aku ikat aja bajuku disana," ceritaku.
" Udah, Emi udah... gak apa-apa, gak ada yang marah. Lukanya sakit ya? gak apa-apa kalau mau nangis, nangis aja," ucap gadis yang tak lain adalah saudara Ana.
perlahan, nafas Ana menyesak, seakan-akan ia menahan sesuatu yang sangat menyesakkan di dadanya. dan detik selanjutnya, ia menangis tersedu menggambarkan betapa luka itu menyakitinya.
Anak perempuan ini aneh, ia seakan-akan enggan memperlihakan sisi lemahnya pada orang lain, itu artinya sedari tadi ia mencoba menahan agar ia tidak menangis di hadapanku. tetapi kenapa?
" Bang, bisa gak abang yang bawa motor. kita bawa Emi kerumah tante aja, gak mungkin kerumah, nanti di kira kenapa-kenapa, rumah tante gak jauh kok dari sini,"
" Ya udah, gak apa-apa dek," ucapku yang merasa tidak keberatan sekali pun.
benar saja apa yang di katakan sepupu Ana, rumah itu tidak jauh dari lokasi kami berada. hanya sekitar 15 menit. dan yap... kami menemukan rumah itu kosong.
tentu saja, bukankah semua keluarga sedang kumpul.
" Tunggu disini, aku pergi dulu beli obat. jangan nangis lagi ya," ucap gadis seusianya itu, dan Ana hanya mengangguk sambil mengusap air matanya.
" bang, bisa tolong jaga Emi bentar, aku mau beli obat," ucapnya padaku.
" Tapi gimana kalau dia nangis lagi?"
" Dia gak akan nangis lagi tu bang, biasanya Emi itu bakalan nangis kalau dia udah kesakitan banget,"
" Lah... terus tadi, kenapa dia nangisnya setelah kau datang dek?"
" Iya, dia gak berani nangis di depan orang yang gak terlalu dekat sama dia. apalagi orang itu beluk kenal dekat sama dia. malu dia nangis sembarangan bang," ucapnya memberi keterangan.
Pantas saja, sedari tadi dia menahan tangisannya. ternyata dia malu menangis di hadappanku.
" Ya udah dek, pergilah, aku yang jaga dia,"
" Ya udah bang. tolong ya bang," ucapnya yang kemudian pergi meninggalkan aku dan Nirwana di sana.
Aku terdiam memandanginya dari jauh. Ia tampak meniup-niup luka menganga yang ada di lututnya.
" Apa itu sakit?" tanyaku sambil duduktepat di depannya.
Ia hanya memandangku dengan bola matanya yang begitu sayu.
" Hmm.. aku kan sudah bilang, jangan mengganggu kebiasaan orang sekitar. kau harus mengerti adat-istiadat orang di sekitarmu," ucapku sambil membersihkan luka itu dengan bajuku yang aku basahi dengan air mineral yang tidak sengaja aku bawa.
"Akh.....
" Eh...maaf, sakit ya ?" ucapku yang takut menyakitinya.
" maaf ya...aku gak sengaja, harusnya aku dengar ucapanmu. Bukannya bantu kamu, aku malah buat beban kamu makin besar," ucap gadis itu sambil sesekali mengusap air matanya.
Akupun tersenyum.
" Sudah, mendengarmu minta maaf begitu cukup membuatku senang. Aku hanya mengingatkanmu, jangan menganggap enteng adat istiadat suatu daerah," ucapku lembut.
" Iya, aku tau. aku salah. maaf," ucapnya.
Dan tanpa aku sadari, tanganku mengulur ke kepalanya dan mengusap rambut tebalnya yang hitam itu.
" Kau harus banyak belajar tentang dunia luar," ucapku sambil memandangnya tulus.
Dan semakin lama, aku melihat air matanya memenuhi kelopak indah itu, dan ia mengis kembali.
hahaha....
Aku bukannya tidak menjaga perasaannya, hanya saja aku merasa lucu melihat ia yang tiba-tiba menangis kembali seperti itu.
" Kenapa kau menangis lagi?" tanyaku mencoba menghentikan tawaku.
Ia tidak menjawab,
" Apa lukamu sakit lagi?" dan ia tetap diam.
Beberapa menit kemudian, Sepupunya itu kembali dengan membawa kotak obat.
" Loh... kok nangis lagi?' tanyanya.
" Gak tau tuh, tadi udah diam, malah nangis lagi," ucapku.
" Dasar cengeng. makanya jangan jail jadi cewek. kena kan."
Aku diam melihat keduanya berinteraksi.
Ternyata Nirawana punya karakter yang tersembunyi. Apa yang aku saksikan tentang ia saat pertama kali bertemu ternyata salah. Ia punya banyak kejutan yang sulit untuk orang ketahui.
Tunggu,
Tidak Fery, Kau punya Aca, kau tidak boleh menjadi seorang penghianat. kau harus menjaga hatimu.
" Apa kalian akan kembali ke rumah yang punya acara?" tanyaku saat keduanya tengah sibuk dengan luka Ana.
" Sepertinya kami akan tidur disini aja kak, lagian kasian Emi, kakinya pasti sakit kalau di bawa gerak,"
" Aku udah gak papa. tapi mending kita bobok disini aja, tante juga masih dirumah kamu kan, capek bolak-balik. disana juga kita gak akan bisa tidur nyenyak, bakalan berisik dan banyak orang,"
" Kau gak suka keramaian?" Kalimat itu lolos begitu saja dari mulutku.
Keduanya spontan melihatku.
" Emi ini indigo bang, bisa liat setan, makanya gak senang liat manusia," ejek sepupunya itu.
pluk...
Sebuah pukulan mengenai kepala Tari.
" Gila kau," ucap Emi yang tampak tidak senang dengan kalimat yang di ucapkan sepupunya. dan detik berikutnya, keduanya pun tertawa.
Aku tidak tau kalau dia punya sisi Introvet,
Akh... sudahlah Fer, apa sih maumu?!!!