"Keluar!"
Wanita itu menodongkan pisau sepanjang dua puluh centimeter dengan bagian ujung pisau runcing dan melengkung. Jika pisau itu mengait leher, bisa dipastikan leher itu mengalami robekan yang mengerikan. Sopir taksi itu keluar dan meninggalkan Mentari yang ketakutan di dalam taksi.
"Siapa kamu?"
Mentari menarik kunci pintu dan berniat melarikan diri. Sayangnya, ia tidak berhasil. Mobil melaju meninggalkan jalanan di depan rumah William yang sedang ramai oleh para wartawan.
"Kalau kamu menginginkan uang tebusan, aku bisa memintanya kepada suamiku. Tolong lepaskan aku! Aku ingin bertemu suami dan anakku," ucap Mentari, memelas kepada penculik itu.
'Suamimu itu seharusnya milikku. Gara-gara kamu, aku kehilangan kesempatan untuk mendekati mas William lagi. Jika kau tidak ada di sisinya, aku akan kembali memiliki kesempatan itu.'
Laura menggumam kesal dalam hati. Panggilan mesra Mentari saat mengatakan 'Suamiku' membuat darahnya bergolak. Ia cemburu, marah, iri terhadap adik angkatnya.
Ia yang sudah berusaha mati-matian mendekati William, tapi akhirnya kalah oleh Mentari dalam waktu sekejap. Sarah berhasil dijauhkan dari laki-laki itu, tapi ia tetap tidak bisa mengambil hati William. Justru Mentari yang tidak pernah mengenal dekat laki-laki itu, dalam waktu secepat kilat telah berubah status menjadi istrinya.
"Si … siapa kamu sebenarnya? Ada masalah apa denganku? Kenapa kau menculikku seperti ini?"
Hening. Wanita itu sama sekali tidak mengeluarkan suara. Gadis itu bisa mengenali suaranya jika ia berbicara. Untuk membuat Mentari diam, wanita itu menodongkan pisau padanya dengan tatapan tajam.
Wanita itu kembali fokus menatap jalanan yang dilaluinya. Kemana mobil itu melaju, Mentari bahkan tidak tahu. Jalanan yang dilewati semakin lama semakin gelap dan sepi. Sepertinya sudah bukan lagi di pusat kota, tapi dimana?
Mentari kehilangan harapan untuk meloloskan diri karena ia lupa membawa ponselnya. Pintu mobil terkunci, daerah yang asing, dan tidak bisa ilmu beladiri. Lengkap sudah kelemahan gadis itu. Selain pelupa, ia juga merasa bahwa dirinya selalu saja mengalami kesialan.
Bagaimana ia tidak berpikir demikian? Ia kehilangan kedua orang tuanya sekaligus dalam sebuah kecelakaan. Lalu, memiliki kakak angkat yang selalu iri dengki terhadapnya karena merasa kasih sayang ibunya direbut oleh Mentari. Sekarang ia harus berhadapan dengan penculik tanpa bisa meminta pertolongan.
Di tengah perjalanan, wanita itu menepikan mobilnya. Ia mengeluarkan botol berukuran kecil berisi cairan yang sudah dicampur dengan sesuatu. Wanita itu memaksa Mentari untuk meminumnya di bawah ancaman senjata tajam. Tidak lama setelah gadis itu meminum air di botol kecil, matanya terpejam, tubuhnya menggelosor turun dan terbaring di kursi penumpang.
***
Dirga meminta maaf kepada putranya. Mereka duduk di ruang keluarga dan berbincang tentang pembatalan pertunangan dengan anak dari sahabatnya, Arya Dewangga, pemilik sekaligus pendiri perhotelan 'Dewangga' yang mewah. Meskipun Sarah adalah anak dari sahabat karibnya, tapi dia tidak bisa menerima wanita itu menjadi ibu sambung untuk cucunya, Monica.
"Papa benar-benar tidak menyangka kalau Sarah tidak ada bedanya dengan mantan istrimu. Papa tidak rela cucu perempuan papa diasuh oleh ibu seperti itu."
Laki-laki berusia lima puluh enam tahun itu sangat kecewa. Gadis yang terlihat baik itu adalah gadis yang dipilih sendiri olehnya, tapi gadis itu telah menghancurkan harapannya. Ia ingin melihat putranya segera menikah lagi agar Monica juga mendapatkan seorang ibu yang baik, bukan seperti Sarah.
"Sudahlah, Pa. Lagi pula, Will belum menikah dengan Sarah. Tapi, bagaimana dengan paman Arya?"
"Papa akan bicara baik-baik dengannya."
Prang!
Suara barang pecah yang berasal dari kamar Monica. Gadis kecil itu sedang tidur tadi. Sepertinya ia terbangun dan mengamuk.
"Monic mau mama datang kemari! Panggil mama Tari! Monic mau tidur sama mama Tari!" teriak Gadis kecil itu.
Dirga mengernyitkan dahi keriput yang alisnya sudah beruban. Cucunya menyebut nama seseorang, tapi bukan ibunya. Ia segera beranjak dari tempat duduknya, berjalan dengan langkah panjang, dan cepat. William pun panik dan menyusul ayahnya menuju kamar Monica.
'Sial! Jangan sampai papa tahu kalau aku menikah dengan pengasuh Monica!'
"Ada apa ini?" tanya Dirga kepada dua pembantu di rumah putranya.
"Tidak tahu, Tuan Besar. Non Monic, tiba-tiba terbangun dan mengamuk mencari Non Tari," jawab Imah.
"Tari? Siapa dia dan kenapa cucuku memanggilnya mama?"
"Dia pengasuh Monica, Pa. Karena Monica menyukainya, jadi memanggil seperti itu," ucap William secepatnya. Ia tidak bisa membiarkan pernikahan kontraknya dengan gadis itu diketahui oleh ayahnya.
"Oh. Memangnya, dia tidak tinggal di sini?"
"Tidak, Pa. Dia sudah berkeluarga dan suaminya melarang dia tinggal di sini."
William segera menggendong putrinya dan berbisik. "Sayang, kakek tidak boleh tahu soal mama Tari. Kamu diam dulu, nanti kita pergi ke rumah mama Tari, oke." Ia berhasil membuat putrinya tenang dan diam.
"Papa harus pulang. Monic, cucu kesayangan kakek. Jangan menangis lagi, ya. Sudah malam, besok baru bermain lagi dengan bibi pengasuh," bujuk Dirga sambil mengelus rambut cucunya.
"Iya, Kek."
Dirga pun pulang setelah Monica lebih tenang. Cucunya adalah segalanya bagi laki-laki paruh baya itu. Ia hanya memiliki satu orang putra dan satu cucu. Membuatnya sangat ketat dalam memantau kehidupan mereka, termasuk wanita yang dekat dengan putranya, karena nantinya akan menjadi ibu pengganti bagi cucunya.
*BERSAMBUNG*