Laras yang semula hanya diam pun langsung menepuk pungung Bima dengan cepat.
"Angkat, Bim! Bawa ke UKS," ujar Laras dengan ikut khawatir.
Mendengar seruan tersebut, Bima pun dengan gesit mulai mengangkat dan menggendong Andra yang tak sadarkan diri. Sekalipun tubuh Andra cukup berat, Bima dengan gigih mengangkatnya dan membawanya menuju UKS, ditemani Laras yang ikut berlari di belakangnya.
***
Mata yang semula tertutup rapat, kini mulai mengerjap perlahan. Sayup-sayup mata itu mulai membuka. Buram, mulai terlihat, dan mulai sedikit menghilang keburamannya.
"Bidadari dari mana?" racaunya dengan lirih, seraya menggeleng perlahan.
Gadis yang duduk menyamping di hadapannya itu masih belum tahu kalau anak laki-laki yang tengah siuman dari ketidaksadarannya itu kini berusaha duduk dengan benar. Sedikit tertatih, tapi tetap berusaha dengan kuat untuk duduk. Tampak dari matanya yang sedikit memerah, anak itu terlihat belum sepenuhnya sadar dari dunia mimpi.
"Gue di mana, nih?" tanyanya dengan memegang kepalanya di bagian kanan.
Mendengar suara itu, Laras yang semula hanya bermain ponsel pun langsung menatap Andra. Ia bergegas membantu Andra untuk duduk dengan tegak dan benar.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya Laras tampak cukup khawatir.
Andra membuka mata dan langsung terpesona karena bisa melihat wajah Laras sedekat itu dengannya. Ia pun hanya diam membisu, membiarkan setiap aroma parfum Laras yang lembut membelai hidungnya. Laras mengambil air putih dari nakas dan langsung memberikannya pada Andra. Perlahan Andra menerima gelas tersebut dan langsung meminumnya, dengan pandangan mata yang masih terpaku pada sorot wajah Laras.
'Gue mimpi apa, sih? Kok, ada bidadari secantik ini di hadapan gue?' batin Andra keheranan.
"Kamu tadi kenapa bisa sampai pingsan, sih?" tanya Laras, mengambil kembali gelas yang telah Andra minum hingga tandas isinya.
Anak laki-laki berkulit putih itu hanya terkekeh pelan, ia merasa tersipu dengan pertanyaan Laras yang seolah sangat mengkhawatirkannya.
"Kata Bima kamu nggak sarapan? Harusnya kalo tau mau olah raga tuh, ya, sarapan dulu di rumah, biar nggak sampek pingsan." Laras menatap Andra dengan lembut dan mengatakan sebuah nasihatnya dengan lembut pula.
"Bima nggak mau nunggu katanya, Kak," jawab Andra dengan senyum manisnya.
"Terus tadi kenapa bisa sampe dihukum pak Bondan?" Kembali Laras bertanya.
Andra menunduk kikuk dan menggaruk tengkuknya yang terasa sedikit gatal. Ia merasa malu jika harus memberitahu Laras alasan mengapa ia dihukum, anak itu tak mau kalau sampai Laras berpikir bahwa ia bukanlah anak yang bisa diandalkan dan memiliki karakter yang berbanding terbalik dengan sang kakak. Meskipun pada kenyataannya memang demikian.
Beberapa detik berlalu dengan Andra yang hanya diam dengan senyum hambarnya, hingga tiba-tiba pintu UKS terbuka dan muncul seorang gadis dengan gaya rambut yang hampir sama persis dengan Laras.
"Permisi," ujar gadis yang baru membuka pintu itu. Dipunggungnya tengah bertengger rapi sebuah tas hitam milik kawan kelasnya yang sempat dihukum tadi.
"Iya, silakan," jawab Laras mempersilakannya untuk masuk.
'Kenapa tuh iblis pake dateng segala, sih?' Andra mulai geram dalam hatinya. 'Padahal gue mau ngabisin waktu sama bidadari gue, mumpung bima beruk kagak ada di sini.'
"Kamu …?" Laras terlihat bertanya-tanya.
"Gue temennya dia, Kak," jawab Luna dengan senyum yang sangat tipis.
Andra lagsung menegakkan punggungnya dan melotot. "Yang sopan dong sama senior! Gue, gue! Pake 'saya'!!" sentak Andra dengan heboh, dan hanya ditanggapi dengan tampang datar oleh Luna.
Laras terkekeh melihat reaksi Andra yang sedikit frontal. Lantas Laras pun menanyakan mengapa Luna datang ke UKS, dan gadis itu menjawab bahwa ia disuruh oleh ketua OSIS untuk mengantar tas milik Andra ke UKS.
'Gila, ya? Gue mau dipulangin?' Andra semakin kebingungan.
"Ya, udah. Nih tas bau lo, gue mau balik kelas, ada jam pelajaran." Luna melempar tas tersebut pada Andra yang masih setengah berbaring di ranjang UKS.
"Nggak ada yang suruh lo ninggalin jam. Dasar, sok pinter!" Bukannya berterima kasih, Andra justru mencibir Luna dengan kata-kata tersebut.
Laras yang berada di antara keduanya pun hanya bisa diam dengan perasaan canggung. Dalam hatinya ia membatin, mengapa Andra terus bersikap cukup kurang ajar pada orang-orang di sekitarnya. Bahkan pada teman sekelasnya yang telah berbaik hati membawakan tasnya ke UKS.
"Cowok apaan, lo? Lemah! Sama matahari aja kalah," balas Luna ikut mencibir balik. "Gitu aja pingsan."
Luna membanting pintu dan meninggalkan tempat tersebut, dengan Andra dan juga Laras di dalamnya.
"Pingsan?" Andra terlihat kebingungan. 'Ah, Kak Laras tadi juga bilang gue abis pingsan, 'kan?'
"Kak, tadi Andra pingsan?" tanya Andra dengan raut wajah polosnya.
Laras tersenyum dan mengangguk mengiyakan. Andra masih bingung dan kembali menggaruk tengkuknya. Lalu, Laras pun terkekeh dan bertanya, "Kamu nggak ingat?"
"Hah?" Andra menoleh ke Laras dan melongo sejenak. 'Tadi gue ngantuk berat, terus nggak inget apa-apa. Bangun-bangun liat bidadari depan mata. Emang gue abis ngapain aja, sih?'
"Makan dulu bekal lo. Nih! Gue beliin minum, jangan makan yang macem-macem," ujar seseorang yang baru saja masuk dengan membawa kantung kresek berisi sebotol air mineral dan juga tiga buah roti.
Laras tersenyum dan menoleh ke arah Bima. Kakak dari manusia bernama Andra itu pun mendekat dan mengambil botol mineral dari dalam kantung kresek yang ia bawa. Disodorkannya botol air mineral tersebut pada sang adik, dan ia beralih mengambil roti dan menyerahkannya pada Laras. Namun, belum sampai diterima oleh gadis itu, Andra langsung menyahutnya dan memasang wajah marah yang terlihat sangat jelek.
Bima menatap Andra dengan dahi berkerut, merasa bahwa adiknya sangat kekanak-kanakan karena meminta makanan orang lain dengan cara seperti itu. Namun, sedetik setelahnya ia merasa tak peduli dan langsung mengambil roti lain dari dalam kresek dan kembali menyerahkannya pada Laras, tapi lagi-lagi Andra merebutnya dengan paksa. Kembali Bima mengambil roti terakhir yang ada, dan lagi-lagi Andra merebutnya sebelum sampai pada tangan Laras.
Karena mulai geram, Bima pun mengerang dan menoleh dengan cepat ke arah sang adik. "Lo ngapa, dah? Serakah amat jadi manusia!" ujarnya yang terlanjur kesal.
Lagi-lagi gadis manis itu dihadapkan dengan suasana yang membuatnya canggung. Melihat adegan demikian, membuatnya kembali berpikir bahwa Andra adalah tipe orang yang memang suka mencari gara-gara dengan orang lain. Sehingga terbesit dalam benaknya, bahwa Laras harus berhati-hati ke depannya.
"Nggak mau! Gue nggak bakal biarin lo rebut Kak Laras dari gue!" ujar Andra lirih namun sangat tegas.
Bima menghela napas panjang, sebelum akhirnya berkata, "Lo tau, nggak, ini udah jam berapa?"
Andra menoleh ke sana ke mari, mencari keberadaan jam dinding. Saat ia temukan, kontan ia menjawab dengan ringan, "Jam setengah 11."
"Udah siang dan Laras belom makan dari tadi, Egok!" sentak Bima kemudian.
"Hah?!"
*****
Lamongan,
Kamis, 21 Oktober 2021