"Udah siang dan Laras belom makan dari tadi, Egok!" sentak Bima kemudian.
"Hah?!"
Bukan hanya Andra yang terkejut, tapi juga Laras yang mendengar suara Bima yang menyentak Andra itu pun ikut terkejut.
Dengan cepat Andra menoleh ke arah Laras. Ia langsung memberikan semua roti yang ia bawa ke pelukan Laras. Gadis itu terkejut dan hampir menjatuhkan salah satu rotinya.
"Kakak kenapa nggak makan? Nanti kalo sakit, gimana? Biar Andra aja yang sakit, Kak Laras yang cantik ini jangan sampai sakit, ya, Kak," ujar Andra dengan cepat dan sangat dramatis.
Bima bergidik ngeri dan langsung menampol wajah andra dengan roti yang ia ambil dari Laras. "Nggak usah lebay!"
Andra diam dan langsung memasang wajah tak bersalahnya di hadapan Laras. "Kakak kok betah, sih, temenan sama orang bawel yang mukanya mirip beruk atlantis itu?" tanyanya mulai rancu dan tak tentu arah.
"Hah?" Laras yang terus saja kebingungan itu pun diam sejenak, dan menaruh roti di ranjang Andra.
"Ya, itu si Bemo yang bawelnya udah setingkat sama ikan." Andra mencibir sang kakak di hadapannya langsung.
"Itu bawal yang ikan, Dongok!" jawab Bima, mulai duduk di kursi yang dekat dengan pintu keluar.
'Bawel dari mana? Dia kan kulkas berjalan,' batin Laras heran dengan istilah yang Andra ucapkan untuk kakaknya.
"Jangan mau, Kak, temenan sama dia. Ntar Kak Laras ketularan jelek."
"Gue bacok lu, ya!"
"Nyenyenye."
"Diem, atau gue santet?"
"Bang Bima jelek, kayak beruk, buluk, keteknya bau jeruk!"
Mendengar istilah yang Andra ucapkan untuk Bima, entah mengapa Laras tergelitik dan justru tertawa melihatnya. Ia pikir lucu juga melihat kakak-beradik yang berantem seperti mereka. Laras sendiri sepertinya tak ingat pernah berantem dengan kakak laki-lakinya, karena memang kakaknya tersebut terlampau sangat sayang pada dirinya, hingga selalu over protective padanya. Namun, kini kakaknya telah menikah dan tinggal dengan istrinya, hingga mereka mulai jarang bertemu.
"Ih, Bidadari kalo ketawa manis banget, Bim!" ujar Andra mulai heboh.
'Apa, sih?' Laras berhenti tertawa dan mulai risih dengan sebutan bidadari itu.
"Pokoknya gue nggak mau lo rebut bidadari ini dari gue, ya! Awas, lo, Bim! Yang ini milik gue pokoknya! Titik!"
Laras menunduk dan mengusap keningnya, ia merasa jengah dengan sikap Andra yang terus over dalam memujinya. Bahkan ia dibuat tak nyaman dengan pujian tersebut. Laras kembali berpikir, mungkin sikap Andra yang demikian yang membuatnya malu mengakui Andra sebagai adiknya.
"Tadi malem aku tuh mimpi kepilih jadi ketua OSIS," ujar Andra dengan nada yang mulai rendah, membuat Laras mendongak dan menatapnya.
"Mimpi, lo!" sahut Bima yang tengah memejamkan mata dengan wajah mendongak ke atas dan tangan yang disilangkan di depan dada.
"Yeeeuu, budek! Kan, gue udah bilang kalo gue mimpi!"
"Ada-ada aja." Kali ini Laras yang menyahut dengan sedikit tawa ringan.
"Terus aku juga mimpi kalo Bima mau rebut bidadariku yang cantik."
"Terserah lo, deh!" Bima memiringkan tubuh dan membiarkan pikirannya menyelam ke alam lain, mimpi, agar tak perlu mendengar ocehan sang adik yang tak berfaedah.
"Kakak tau nggak abis itu gimana?" Andra menatap Laras dengan serius.
Gadis berponi itu menggeleng dan tersenyum canggung.
"Aku tetep jadian sama bidadari cantik itu," ujar Andra ceria.
"Wah, selamat, ya," jawab Laras menanggapi cerita Andra.
Beberapa menit mulai dihabiskan oleh Andra juga Laras. Bukan saling bertukar cerita, tapi hanya Laras yang mendengarkan cerita Andra. Cerita mengenai mimpi sang bidadari yang tak Andra sebutkan namanya tersebut mulai membuat Laras menguap, ia mengantuk dan ingin segera memejamkan matanya. Bahkan ia juga merasa sedikit bingung, mengapa ia mau-maunya menunggu Andra di UKS sementara Bima kembali ke kelas untuk jam pelajaran, dan kembali ke UKS setelah jam istirahat tiba. Itupun Laras yang menawarkan diri, bukan Bima yang meminta.
Lambat-laun, Laras semakin terantuk dan kepalanya mulai terhuyung ke bawah, kembali diangkantnya dengan paksa, tetapi kembali terantuk jatuh. Hingga akhirnya kepalanya mendarat di tepian ranjang Andra. Anak laki-laki itu tersenyum melihat pujaan hatinya yang tertidur pulas di sampingnya. Diusapnya lembut puncak kepala Laras dan ia mulai menoleh ke kanan ke kiri, mencari keberadaan ponselnya. Lantas ia ingat bahwa ponselnya berada di saku celananya saat bermain voli tadi.
Dengan gugup Andra merogoh sakunya yang ternyata kosong. Lantas ia pun menoleh ke sana ke mari dan menemukan ponselnya berada di atas nakas di dekatnya. Melihat layar ponsel yang retak, ia pun meraihnya dengan cepat.
"Hape ipong Andra pecah, bunaa!" erangnya lirih, takut Laras terbangun karenanya.
Tanpa pikir panjang ia langsung melihat kamera ponselnya, yang rupanya masih berfungsi dengan baik. Segera ia mengarahkan mata kamera ke arah Laras dan memotretnya yang terlihat imut saat tertidur.
"Bidadari yang satu ini milik gue, Beruk berjenis kelamin Bima nggak bakal bisa ngerebut dia dari gue," ujarnya lirih, dan melirik tajam Bima yang juga telah lelap di kursi sebelah pintu.
"Padahal gue tadi cuman ketiduran, kok dikiranya pingsan, sih?" Andra menaruh ponselnya kembali ke nakas, dan ia mulai kembali mengelus kepala Laras dengan lembut agar Laras tak terganggu. "Sampek Kak Laras ikut khawatir, kan, kasian."
Beberapa menit berlalu, Laras juga Bima masih lelap. Sementara itu Andra mulai memakan bekalnya dan meminum air mineral yang diberikan oleh sang kakak. Dalam heningnya ia mengunyah makanan, Andra berpikir bahwa Bima tadi sempat berkata bahwa Laras belum sempat makan hingga Bima membelikannya roti, tapi kini Laras justru lelap dan belum memakan roti yang dibawakan oleh Bima.
"Pules banget. Kasian kalo dibangunin," ujar Andra dengan mulut penuh makanan. "Tapi kalo nggak dibangunin ya makin kasian, kan Kak Laras belum makan."
Tangan Andra melayang hendak membangunkan Laras, tetapi ia tarik kembali dan urungkan niatnya. Lagi-lagi Andra hendak membangunkan gadis yang tengah lelap di tepi ranjangnya, dan lagi-lagi ia urungkan niat karena merasa tak enak untuk mengganggu tidur Laras yang tampak nikmat.
"OSIS ada acara apa, sih? Sampek Bima sama Kak Laras keliatan kecapekan gini," gumam Andra dengan dahi yang berkerut. "Jadi agak ragu mau masuk OSIS, bisa-bisa bunda nggak kasih izin karena banyak kegiatan yang bikin capek kek gini."
***
"Lain kali yang taat sama guru, biar nggak dihukum sampek pingsan. Apalagi sama pak Bondan, baek-baek lu sama dia," ujar Bima sebelum Andra menaiki jok belakang motor.
"Gue taat, kok. Gurunya aja yang baperan," jawab Andra tak acuh. 'Lagian gue tadi ngantuk dan ketiduran, bukan pingsan,' lanjutnya, tentu saja dalam hati.
Bima hanya bergumam dan tak ingin menanggapi dengan lanjut. Andra masih memasang helm sebelum akhirnya mulai naik. Setelah dirasa beban di belakang mulai bertambah, Bima pun menarik gas dan melaju dengan kecepatan sedang.
*****
Lamongan,
Minggu, 24 Oktober 2021