Chereads / I Love You, Kak Laras! / Chapter 2 - Penculikan

Chapter 2 - Penculikan

"Kakak Cantik, mau nggak jadi pacar Andra?" sentaknya, berdiri tegak sembari menyodorkan air mineral yang tinggal setengah botol.

Gadis itu melongo dan kontan membelalakkan mata. Ia tersentak dan langsung menarik Bima untuk menghalanginya. Gadis berponi itu berbisik agar Bima mau menolongnya kabur dari si junior tidak jelas tersebut.

"Udah gue bilang jan bikin gue malu!" Bima menggertakan gigi dan melotot tajam pada anak laki-laki di hadapannya.

Anak itu berdecak dan meminta agar Bima menepi, ia hendak berbicara pada gadis manis yang bersembunyi di belakang Bima.

"Bim, kok, kamu bisa kenal dia, sih?" bisik si gadis berponi pada Bima.

"Duh, malu gue mau bilangnya, Ras," jawab Bima sembari memijit pangkal hidungnya.

"Minggir dong, Bim! Gue mau ngomong sama Kakak cantik itu. Ya, elah. Badan lo kan gede, nggak keliatan itu, woy!"

"Udah gue bilangin lo jangan macem-macem, Ndra!" Bima mulai naik pitam dan melotot ke arah anak bernama Andra tersebut.

"Nggak kasian banget, lo, ke gue. Udah setengah tahun gue kagak ketemu orang-orang, berasa diasingkan banget kalo lo juga ikut giniin gue, Bim." Andra menjatuhkan botol minumannya yang belum ia tutup. Alhasil air yang masih tersisa pun berceceran ke lantai koridor, dan percikannya hampir mengenai sepatu Bima.

"Lah, lu-nya ngeselin."

"Orang seimut gue ngeselin? Sarap, lo!"

"Udah gue bilang juga jangan lebay!"

Bima mengangkat tangan kanannya, membuat Andra spontan meringkuk dan melipat tangan di depan wajah. Kontan saja ia merasa terancam. Namun, Bima tak sungguh-sungguh ingin menampar anak nakal tersebut. Ia mendesah kesal dan langsung menjatuhkan tangannya. Siswa tinggi nan kekar itu pun berbalik, dan langsung menarik tangan gadis yang sedari tadi hanya diam dan bersembunyi di belakangnya.

"Laras, ikut gue! Kita beli snack bareng," ujar Bima seraya menarik tangan gadis bernama Laras.

"Woy! Nggak adil lo, Bim! Jangan embat inceran gue, dong!" teriak Andra, tapi hanya diam tak mengejar Bima juga Laras.

"Dia siapa, sih, Bim?" tanya Laras di sela tarikan tangan Bima.

"Orang gila," jawab Bima dengan singkat.

***

Hari mulai beranjak sore, orientasi akan segera berakhir. Namun, semenjak istirahat kedua, Bima tak melihat Andra sama sekali. Ia mulai khawatir dan kebingungan, takut kalau-kalau anak tersebut kembali bertingkah yang aneh-aneh.

Sementara itu di sebuah kelas kosong, Andra tengah menyiapkan sebuah jebakan. Entah apa yang ia pikirkan, tapi kini ia tengah menyeret seluruh meja untuk menepi, bahkan kursi pun tak lekang ia seret menuju ke belakang kelas. Tawa serta seringaian pun menggema di ruangan tersebut, dan Andra terus melanjutkan kegiatannya.

Setelah semua bangku tersingkir dan menyisakan ruang kosong di tengah, Andra pun menarik satu kursi dan diletakkannya tepat di tengah-tengah. Ia juga melepas kancing-kancing bajunya, hingga setengah terbuka. Ditariknya tali yang ada di saku dalam kemeja putihnya, dan lantas ia sembunyikan di salah satu laci meja. Dengan cepat ia kembali menutup kancing bajunya.

"Syukurin! Tau rasa lo abis ini," gumamnya seraya terkikik dan langsung keluar kelas.

Andra mengeluarkan ponsel dan langsung menghubungi Bima. Ia membuka chat room dan menulis sebuah pesan untuk si ketua panitia orientasi. Ditulisnya pesan berisikan permintaan bantuan. Andra mengaku ia tersesat di sekolah dan kebingungan untuk kembali. Padahal gedung sekolahnya tak terlalu besar dan luas. Namun, karena panik dengan keadaan Andra, Bima pun bergegas mencari keberadaan anak berkulit putih tersebut.

"Gue musti sembunyi dulu," bisik Andra pada dirinya sendiri. Lantas ia bersembunyi di belakang pintu kelas.

Sebelumnya ia sempat mengecek plang kecil di atas pintu kelas. XII - IPA 3, ia memasuki ruang tersebut dan memberitahu informasi pada Bima. Tak lama kemudian, sebuah derap kaki yang semakin kencang mulai terdengar.

"Andra!!" Teriakan dari Bima terdengar cukup kuat.

Bima mulai memasuki kelas yang Andra maksud, dengan dahi yang mengernyit ia mengitari seisi kelas. Napasnya tersenggal-senggal karena berlarian. Setelah beberapa saat ia tak menjumpai orang yang ia cari, Bima pun mulai sadar dengan bangku-bangku yang telah menepi. Matanya langsung fokus pada kursi tunggal yang berada tepat di tengah-tengah ruangan.

"Nggak usah main-main, Ndra! Cepet keluar!!" ujarnya lirih dan dingin.

Andra mulai tertawa lirih dan keluar dari persembunyiannya sembari mengeluarkan tali rafia. Senyumnya mengerikan, membuat Bima menaikkan satu ujung bibirnya dan mengernyitkan alis dalam-dalam.

'Mau ngapain, ni anak?' batin Bima mulai was-was.

"Gue muak, ya, sama kelakuan lo?" Andra berujar sembari melotot, tetapi menggunakan nada bertanya.

"Ya, mana gue tau." Terang saja Bima menjawab demikian.

"Diem!" Andra berlagak melotot dan menggerakkan lehernya, seolah tengah kesurupan. "Gue bakal nunjukkin ke lo, apa itu penculikan," lanjutnya seraya tertawa dengan mata yang membelalak lebar.

'Duh, dramanya kumat, nih.' Bima berjalan mundur karena Andra yang terus mendekat.

Ketua panitia kebingungan harus bagaimana, ia bahkan tak tahu sejak kapan pintu kelas telah tertutup rapat. Bima paham betul bagaimana sikap Andra, ia tak mungkin bisa lari selagi tak ada hal yang bisa menghentikannya, yaitu mendapat apa yang Andra inginkan.

Dengan gesit Andra melangkah ke kiri, membuat Bima menghindar ke kanan, yang mana hal tersebut hanyalah sebuah jebakan. Lantas dengan cepatnya Andra menangkap Bima dan memeluknya erat, sehingga ketua panitia memberontak agar dilepasnya.

"Lepasin!"

"Nggak bakal! Gue mau deketin kak Laras, gue nggak suka lo ganggu!"

"Sadar, woy! Lo itu junior di sini!"

"Bodo amat, Amat bodo. Kasian banget si Amat kebodoan." Dengan keributan mulut keduanya, Andra menyempatkan untuk mengikat pergelangan tangan Bima.

Gerakan tangan Andra yang cukup cepat membuat Bima kewalahan, hingga akhirnya Bima hanya bisa pasrah dan duduk di kursi yang berada di tengah-tengah ruang tersebut. Dengan tangan yang telah terikat ke belakang, dan juga kaki yang ikut diikat, Bima tak bisa berkutik.

Tatapan tajam Bima layangkan pada Andra, mulutnya tak bisa berkata lagi. Ia terbungkam melihat kelakuan junior tersebut. Ditatap dengan penuh emosi, Andra justru hanya tersenyum dan bergoyang-goyang sembari membuka ponselnya.

"Nih, gue tunjukin penculikan yang sesungguhnya." Andra menekan layar pipih tersebut, dan langsung mengarahkannya ke wajah Bima.

Dengan mata membelalak dan mulut menganga, Bima tak dapat lagi merangkai kata yang tepat untuk kebodohan Andra. Tampak di layar ponsel tersebut, sebuah video anak kecil yang tengah mengambil ancang-ancang, dan langsung melesat berlari ke depan. Di mana di depannya tengah ada induk ayam beserta anak-anaknya. Diambilnya satu ekor anak ayam, yang langsung membuat anak kecil tersebut kontan dikejar si induk ayam.

Video berakhir setelah 30 detik durasi pemutaran. Andra mengangkat dagu dengan bangga, dan mematikan ponsel. Dalam video tersebut ialah dirinya yang masih berusia 12 tahun, yakni 5 tahun yang lalu.

"Dari video itu, gue belajar dan sekarang bisa gue praktekin langsung." Andra memasukkan ponselnya ke dalam saku kemeja, membuat Bima geleng-geleng kepala tanda tak sanggup lagi.

"Bunda nyemil apaan, sih, pas hamil ni anak?" desah Bima mulai frustasi.

"Mana hape lu?" Andra sedikit menunduk dan mulai merogoh saku Bima, tapi tak menemukan benda yang ia cari.

"Jan aneh-aneh," jawab Bima lirih, pasrah dengan kelakuan Andra.

Andra terus menggerayangi setiap saku Bima, dan menjawab, "Kagak bakal."

'Kagak bakal pale lu? Ini gue dah lu iket kek kambing!' rutuk Bima dalam hati.

Andra mengernyit dan kembali menegakkan tubuh.

"Kok, nggak ada?" Ia menelengkan kepala. "Kunci motor aja, deh," lanjutnya sembari membalik paksa tubuh Bima hingga ketua panitia tersebut terjungkal ke lantai.

"Jangan!!" sentak Bima kuat-kuat.

"Nape, sik? Sama gue ini aja." Andra langsung mengambil kunci motor Bima di saku celana belakang.

"Jangan pake motor dulu, Ndra! Bahaya!" Bima kembali berteriak dan menyentak Andra.

Tubuh Bima tengah tengkurap di lantai, tak bisa bergerak banyak karena tangan dan kakinya terikat kuat. Ia menggelepar bagai ikan, hendak berbalik dan mencegah Andra untuk mengambil kunci motornya.

"Udah mo pulang, nih," gumam Andra, sama sekali tak memedulikan ucapan Bima. "Gue pulang dulu, ya. Ntar gue panggilin temen lu, gue mo antar kak Laras dulu. Yeeeaayy!"

"Ndra! Woy! Lepasin gue dulu!" Teriakan itu menggema dan menguap begitu saja.

*****

Lamongan,

Minggu, 22 Agustus 2021