Chereads / I Love You, Kak Laras! / Chapter 3 - Siasat

Chapter 3 - Siasat

Andra berjalan riang dengan melompat-lompat seperti anak kecil. Bibirnya tersenyum manis dan ia tak henti-henti melempar dan menangkap kunci motor berkali-kali.

"Pulang bareng kak Laras, yeay!!" gumamnya kegirangan.

Anak laki-laki berkulit putih itu terus bersenandung dengan riangnya, sampai-sampai ia tak melihat jalanan yang tengah ia lewati. Tanpa diduga ia pun menabrak salah satu senior yang menjadi panitia hari ini.

"Duh!!" rintih Andra yang terhempas jatuh ke lantai koridor.

"Eh, sorry. Gue lagi buru-buru, sorry banget." Senior berkacamata itu tampak tergesa-gesa dan meminta maaf.

"Badak bercula berapa, nih, yang berani nabrak gua sampek nyongsor gini?!" Andra berujar lantang dan mendongak dengan tatapan songongnya.

Senior yang tadinya tergesa-gesa dan hendak pergi, pun langsung menurunkan tatapannya pada Andra. Air muka si senior berubah dingin dan datar, tetapi tetap tak membuat Andra gentar dan takut. Anak laki-laki itu justru semakin menekuk alisnya menatap si senior.

"Elu, Bang?" tanya Andra, nada suaranya menurun. "Bantuin berdiri, kek!" lanjutnya kembali menyentak.

"Mana Bima?" Dibantunya Andra untuk kembali berdiri oleh si senior berkacamata. "Tadi dia bilang lagi cariin lo."

Andra membersihkan celananya dari debu dan membenarkan rambutnya asal-asalan. Kini, rambut Andra yang semula rapi mulai awut-awutan dan berdiri.

"Tadi, sih, gue sekap, gue iket tangan sama kakinya, terus gue curi kunci motornya," jawabnya sangat santai. Padahal si senior tengah melongo, merasa ngeri mendengar ucapan Andra. "Abisnya hape dia ngga ada, padahal mau cari kontaknya kak Laras."

'Lah, si Bima peramal?' batin si senior.

"Terus sekarang si Bima di mana?" kebut senior laki-laki bernama Angga tersebut.

"Ada, tuh. Cari aja di gudang-"

"Gudang?" sahut Angga secepat kilat.

"Eh! Maksud gue gedung, gedung kelas 12." Andra meralat ucapannya.

"12 berapa?" Angga tetap tergesa-gesa.

"Nggak tau, Abang cari aja sendiri." Andra beranjak meninggalkan Angga begitu saja.

Secepat kilat Angga berlari menuju gedung kelas yang Andra maksud, meskipun ia tak tahu pasti tempatnya di mana. Sementara Andra sendiri memulai kembali langkahnya menuju aula utama, tempat semua siswa baru juga panitia orientasi berkumpul. Ia ingin menemui Laras, karena seperti halnya yang terlihat, Angga keluar dari aula berarti acara telah usai.

Beberapa menit yang lalu di aula utama, Bima tampak celingukan mencari keberadaan Andra yang tak terlihat di barisan siswa baru. Acara sudah hampir usai, dan anak laki-laki berkulit putih tersebut tak ada di barisan kelompoknya.

"Mana, sih, ni anak? Doyan banget nyusahin orang lain," gumam Bima dengan kesalnya.

Sebuah notifikasi masuk ke dalam ponsel Bima, isinya berhasil membuat Bima melotot dan menghela napas panjang. Dengan cepat Bima menarik temannya yang bernama Angga, diberikannya ponselnya pada Angga dan berkata kalau ia hendak menemui Andra.

"Lah, emang kagak ada?" tanya Angga keheranan.

"Bilangnya sih nyasar, tapi nggak tau akal bulus apa yang dia rencanain."

Angga mengantongi ponsel Bima dan mengangguk pelan. "Terus napa hape lu di gue?"

Ketua panitia kembali menghela napas panjang.

"Andra agak ekstrim orangnya, tadi pagi juga dia mo ngedeketin Laras. Takutnya dia iket gue terus nyolong nomernya Laras dari hape gue." Bima menunduk, mengambil air mineral dan meminumnya dengan cepat.

"Emang lo tau dia di mana?" Angga masih menghujani Bima dengan pertanyaan.

"Kagak, sih. Ntar kalo sampai lebih dari sepuluh menit gue belum balik, lu musti nyusul."

"Lah, kok-"

"Hape gue buat petunjuk arah, gue nggak yakin bisa balik kalo nggak ada yang tau gue pergi ke mana."

"Eh, tapi, Bim-"

Belum sempat Angga berujar, Bima telah melangkah pergi meninggalkan aula. Senior berkacamata itu menggeleng dan bertepuk tangan ringan. Mulut atasnya sedikit terangkat dan alisnya saling bertautan.

"Hebat banget lu bisa bertahan, Bim," ujarnya takjub pada Bima. "Dipikir-pikir ngeri juga si Andra.

Sementara Angga kembali pada acara akhir hari ini, Bima telah berada di gedung kelas 12 dan terus berlarian mencari sosok Andra. Setiap pintu dan kelas ia datangi, ia teriaki nama junior tersebut dan tetap tak menemukan siapa-siapa. Hingga akhirnya ia berada di kelas 12 IPA-3, dan keheranan mendapati isinya yang sudah kosong. Meja beserta kursinya telah raib dari tempatnya dan telah menepi hampir keseluruhan, hanya tersisa satu kursi di tengah-tengah ruang kelas tersebut.

Melihat keadaan yang tak semestinya, Bima pun langsung tahu bahwa Andra adalah dalang dari hancurnya tatanan bangku kelas tersebut.

"Andra!" teriaknya kencang, seraya melihat seisi kelas yang tampak kosong dan hening.

Dengan mata Bima yang jeli, juga mentalnya yang telah terbiasa menghadapi sikap Andra, ia pun dapat langsung menemukan keberadaan Andra. Bima langsung melihat ke arah pintu kelas yang terbuka, ia kontan yakin kalau Andra ada di balik pintu tersebut. Namun, ia memilih untuk berpura-pura tak tahu agar tak mengagetkan si anak berkulit putih tersebut, meskipun dirinya sangat ingin menggencet tubuh Andra dengan pintu.

"Nggak usah main-main, Ndra! Cepet keluar!!" ujarnya lirih nan dingin, dengan ekor mata yang membuntuti pintu.

Mendadak Andra tertawa dan keluar dari persembunyiannya. Lantas ia lakukan aksinya dalam menculik Bima.

***

"Kak Laras!" panggil Andra pada gadi berambut pendek nan berponi di hadapannya.

Laras menoleh ke belakang dan terkejut. "Kamu?"

Andra menaik-turunkan alisnya dan tersenyum sangat lebar. "Kakak mau pulang? Aku anter, yuk," tawarnya sangat to the point.

"Emm." Laras menggaruk tengkuknya yang tak gatal, dan melirik ke sembarang arah. "Tapi ..., aku udah ada janji sama Bima, em ... anu, em, Dek."

Laras terlihat tak nyaman dengan keberadaan Andra, ia bahkan sulit hanya untuk memanggil Andra dengan sebutan 'Dek' layaknya ia pada junior yang lain. Kendati rasa gugup dan canggungnya, Laras juga merasa kalau Andra lebih terlihat seperti anak seusianya, dibanding seperti anak yang baru lulus SMP.

"Ini kunci motor Bima, tadi dia diculik alien, Kak. Katanya dia titip pesan terakhir buat aku nganterin Kak Laras pulang dengan selamat."

Andra mendramatisir ucapan dan mimik wajahnya, membuat Laras hanya bisa diam dengan senyum yang tampak hambar.

'Alien apaan, dah?' batin Laras kebingungan.

"Gimana? Kakak mau, 'kan, memenuhi permintaan terakhir Bima?"

"Tapi ...."

"Kakak nggak usah kelamaan mikir, ntar jiwa dan raga Bima nggak bakal tenang di sana," ujar Andra bersikeras. 'Di kelas dua belas maksudnya,' lanjut Andra dalam hati.

Anak berkulit putih itu menarik tangan Laras, dan membawanya berjalan cepat menuju parkiran. Namun, gadis manis itu dengan gelagapan menarik tangannya dari Andra.

"Tasku ketinggalan," sentak Laras, berhasil membuat Andra berhenti.

Tanpa mengulur waktu lama, Andra berbalik dan langsung berjalan kembali ke arah aula. Laras yang kebingungan pun hanya bisa pasrah, karena genggaman tangan Andra cukup kuat dan ia tak sanggup melawannya.

'Kalo kelamaan keburu bang Angga nyelametin si Bemo,' batin Andra mulai cemas.

*****

Lamongan,

Kamis, 26 Agustus 2021