Pagi harinya selesai masak dan bersih-bersih rumah, Zahra duduk santai di depan rumah, sambil memainkan Hpnya. Sedangkan sang suami, ia masih tidur padahal jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Entah jam berapa suaminya pulang.
Tadi malam, selepas nonton tivi dan mandi. Zahra memutuskan untuk tidur. Dan pagi-paginya ia sudah melihat suaminya ada di rumah. Kebetulan kamar Andre tak di kunci dan terbuka, maka dari itu Zahra bisa melihat suaminya yang tengah tertidur di kasur.
Dia memang memegang kunci cadangan sehingga tak perlu membangunkan Zahra untuk membukakan pintu.
Saat ia main Hp, tiba-tiba papa mertuanya menelfon.
"Assalamualaikum, Pa," sapa Zahra terlebih dahulu.
"Waalaikumsalam, Nak. Gimana kabarnya?" tanya Agus, mertuanya Zahra.
"Alhamdulillah baik. Gimana kabar mama sama papa?" tanya balik Zahra.
"Alhamdulillah kami baik juga. Kamu sama Andre jadi mau ke sini?" tanya Agus.
"InsyaAllah jadi, Pa. Sejam lagi kami berangkat,"
"Oh syukurlah. Kalau gitu, papa tunggu kalian di rumah."
"Iya, Pa."
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Setelah menerima telfon, Zahra pun masuk ke dalam untuk membangunkan sang suami.
"Mas," panggil Zahra lembut sambil memegang lengan sang suami.
"Mas, ayo bangun. Ini sudah siang. Tadi papa nelfon kapan kita ke sana," tutur Zahra.
Mendengar suara Zahra membuat mata Andre terbuka dan pertama yang ia lihat adalah Zahra, istri pertamanya.
"Kamu cantik banget, Za," ucap Andre tanpa sadar. Memang aura Zahra berbeda sama seperti yang lain. Mungkin karena Zahra selalu menjaga sholatnya, dan sering sholat malam. Dan mungkin karena sering berwudhu membuat wajah Zahra bersinar walaupun tak menggunakan make up mahal seperti Alana. Wajah Zahra benar-benar alami.
"Mas, ayo bangun. Aku juga sudah lapar menunggu mas dari tadi," ujar Zahra mengalihkan pembicaraan. Walaupun sang suami mengatakan dirinya cantik, tapi Zahra benar-benar biasa aja.
"Iya, aku mandi dulu. Kamu tunggu aja sebentar,"
"Iya."
Andre pun segera pergi ke kamar mandi, sedangkan Zahra ia langsung membersihkan kamar suaminya, menata selimut dan sprai kasur yang kusut. Dan juga menata bantalnya agar rapi, lalu ia menaruh selimut itu di atas bantal.
Setelah selesai ia lanjut mengambilkan baju suaminya di dalam lemari, ia mengambilkan celana dalam, celana panjang, dan baju kaos warna putih pilihannya dan jaket warna kuning.
Entahlah kenapa Zahra memilih warna cerah itu untuk di pakai oleh sang suami.
Setelah selesai, ia mengambil baju kotor yang dilempar sembarangan oleh suaminya, ia membawanya ke belakang untuk ia cuci besok. Sedang cucian yang kemarin sudah ia cuci semua dan sudah ia jemur juga.
Setelah menaruh baju kotor, ia pun menyiapkan piring dan mengambil nasi agar nanti saat di makan tak terlalu panas.
Sedangkan lauk pauk sudah tertata di atas meja makan.
Andre yang baru selesai mandi, ia melihat kamarnya sudah bersih, bahkan baju yang akan ia pakai pun sudah ada di atas kasur.
Namun ia tak melihat ada Zahra di kamarnya, mungkin ia sudah keluar setelah selesai bersih-bersih kamarnya.
Sejujurnya kadang ia merasa kasihan terhadap Zahra, ia merasa telah mendholimi wanita yang baik hati itu yang tak lain adalah istrinya sendiri. Ia tiba-tiba ingat kejadian tadi malam saat dirinya pulang dari rumah Alana.
Flashback
Tadi malam saat ia pulang dini hari, ia tertegun melihat rumahnya tak lagi seperti kapal pecah.
Sebenarnya ia tau alasan Alana membuat rumahnya berantakan, namun ia tak mempermasalahkannya karena ia tak mau bertengkar dengan Alana hanya karena hal sepele.
Andre pun langsung pergi ke dapur dan ia melihat dapur yang tadinya benar-benar berantakan banget, sudah kembali seperti semula. Ia pun langsung pergi ke kamarnya namun saat ia melihat pintu kamar Zahra terbuka, ia langsung memasukinya.
Ia menatap wajah Zahra yang teramat lelah, ia tiba-tiba merasa kasihan. Padahal kini Zahra adalah istrinya, namun ia tak bisa menjaga dan melindungi Zahra sebagaimana layaknya seorang suami melindungi istrinya. Bahkan ia membiarkan istrinya bekerja keras siang malam demi memenuhi kehidupannya sendiri. Ia juga bahkan rela keluar kota dan pulangnya, ia harus membersihkan rumah yang sangat-sangat kotor sekali. Karena selama di rumah ini, Alana tak pernah bersih-bersih rumah dan hanya sesekali masak untuk dirinya.
Ia melihat tubuh Zahra yang semakin kurus tak seperti saat ia bertemu pertama kali dengannya. Bahkan tubuh yang dulu berisi kini seperti kulit dan tulang saja. Padahal ia menikah dengan Zahra belum sebulan. Namun perubahan Zahra sudah sejauh ini, bagaimana jika setahun. Akankah Zahra sanggup hidup berdua dengannya sedangkan dirinya tak pernah peduli dan mengabaikan perasaan Zahra.
Padahal Zahra juga korban di ini, korban perjodohan tapi kenapa seakan-akan ia memberikan hukuman yang bergitu berat untuk sang istri.
Jika di fikir-fikir dirinya seperti numpang di sini, numpang tidur dan numpang makan. Ia seperti beban buat istrinya. Ia tak pernah memberikan uang sepeserpun buat sang istri. Tapi setiap ia pulang ke rumah ini, ia bisa makan dengan gratis dan tidur dengan nyenyak bahkan semua kebutuhannya di penuhi oleh Zahra. Bukankah ini seperti Zahra tulang punggung untuk dirinya.
Walaupun ia bekerja, sebagian besa uangnya malah ia berikan untuk Alana tanpa memberikan sedikit saja uang untuk Zahra. Setidaknya uang makan selama ia pulang ke rumah ini.
Ia ingat, ia masih megang uang gajinya 25% dan juga ia masih ada uang tabungan. Mungkin besok ia akan memberikan uang buat Zahra, walaupun tak banyak setidaknya ia mau bertanggungjawab.
Andre mencium kening Zahra dengan sangat lama, "Maafin aku ya, Za. Maaf sudah membuat kamu menderita." Setelah itu, Andre pun pergi ke kamarnya karena ia merasa lelah dan ingin segera istirahat.
Kembali ke laptop.
Andre berjalan menuju ruang makan di mana sang istri sudah duduk manis di sana sambil tersenyum ke arahnya.
Andre pun membalas senyuman sang istri. Sedangkan di depannya sudah ada nasi namun belum ada lauk pauknya.
"Aku tadi mengambilkan nasinya lebih dulu biar gak panas nanti saat dimakan. Apa mau aku ambilkan juga lauk pauknya?" tanya Zahra ramah.
"Enggak usah, aku akan ambil sendiri," jawab Andre
"Baiklah." Lalu keduanya pun makan dalam diam. Selesai makan, Zahra langsung mencuci piring yang kotor lalu sisa lauk pauknya di biarkan di atas meja ruang tamu, namun tak lupa ia menutup lauk pauknya agar tak ada hewan masuk.
"Mas, kita ke rumah papa jam berapa. Aku tadi bilangnya sejam lagi mau ke sana saat papa nelfon. Aku takut ingkar janji dan membuat mama dan papa kecewa karena kita telat datangnya," ujar Zahra yang langsung menghampiri sang suami yang duduk di ruang tamu sehabis makan.
"Duduk dulu, ada yang mau aku omongin," ucap Andre sambil menepuk tempat duduk di sebelahnya.
Zahra pun langsung duduk seperti instruksi suaminya.
"Ada apa, Mas?" tanya Zahra ramah.
"Pertama, aku minta maaf sama kamu. Maaf karena beberapa hari lalu, aku sempat membentakmu. Aku tak bermaksud melakukan hal itu. Aku menyesal.
Kedua, aku juga minta maaf sama kamu karena tak memberikan kamu kabar beberapa hari ini, maaf juga karena sering mengabaikanmu. Sering keluar rumah bahkan menginap di luar sana tanpa memberitahu alasan yang jelas sama kamu.
Ketiga, aku juga minta maaf karena membuat rumah ini kotor. Pasti kamu capek banget ya. Pulang dari luar kota harus bersih-bersih rumah dulu. Maaf ya.
Dan yang keempat, ini uang buat kamu." Andre memberikan uang cash sebesar dua juta.
Tadi selesai makan, ia sempat ke kamarnya lebih dulu dan mengambil uang di dalam tas kerjanya lalu ia langsung pergi ke ruang tamu. Ia tau istrinya pasti akan menyusulnya.
Zahra pun menerimanya dengan ramah.
"Sebenarnya mas tak perlu memberikan aku uang, karena aku sudah bekerja. Aku masih mampu untuk membiayai kebutuhanku dan rumah tangga kita. Tapi jika memang mas memberikan uang ini dengan ikhlas, aku pun tak bisa menolaknya. Terimakasih.
Dan masalah bentakan mas kemarin, sejujurnya hatiku masih sakit. Tapi gak papa, aku akan belajar menata hatiku agar ke depannya saat Mas melakukan hal itu secara sengaja ataupun tak sengaja, hatiku sudah siap dan tak lagi kaget.
Dan aku juga memaafkan semua kesalahan Mas. Selama mas tak mengkhianati pernikahan kita, aku akan memaafkan. Tapi jika sampai aku tau mas mengkhianatiku, mungkin kata maaf itu akan sulit aku berikan. Dan detik itu juga aku memiliki mundur dan aku pastikan, mas tak akan bisa bertemu denganku lagi." Zahra berkata lembut namun tegas membuat nyali Andre ciut.
"Aku tau. Iya udah ayo kamu siap-siap, kita ke rumah mama sama papa," ajak Andre. Entah kenapa ia selalu merasa takut jika Zahra mengetahui pernikahan dirinya dengan Alana. Walaupun ia tak mencintai Zahra, tapi kadang hati kecilnya berkata, ia belum siap melepaskan wanita sesempurna Zahra.
"Baiklah, Mas. Aku akan siap-siap dulu." Zahra pun pergi ke kamarnya untuk mandi lagi dan siap-siap untuk pergi ke rumah mertuanya.