Sore hari Andre pulang lebih awal yaitu jam empat sore, ia harus pergi ke rumah Alana untuk menepati janjinya. Sesungguhnya ia sudah lelah, semalam ia hanya tidur sebentar, lalu seharian pekerjaan numpuk sekarang ia harus menyetir selama tiga jam hanya untuk bertemu Alana selama dua jam lalu pulang lagi ke rumah Zahra selama 3 jam karena rumah Alana yang jauh dari kota membuat ia harus menghabiskan perjalanan selama berjam-jam. Ingin rasanya ia pulang dan istirahat sejenak. Tapi memikirkan Alana menunggu dirinya, ia tak tega.
Sepanjang jalan, Andre beberapa kali menahan rasa kantuk. Namun ia berusaha untuk fokus agar tak sampai terjadi kecelakaan. Karena tak tahan lagi, ia berhenti sejenak di sebuah Evtamart. Untuk membeli air dingin dan permen.
Setelah selesai membeli, ia pun langsung melanjutkan perjalanannya, sepanjang jalan sesekali ia minum dan makan permen untuk menahan rasa kantuknya.
Hingga beberapa jam kemudian, akhirnya ia sampai juga di depan rumah Alana. Rumah yang ia beli, hasil tabungan dirinya dan juga Alana.
Andre membuka pintu mobil dan melihat Alana yang sudah menunggu dirinya di depan rumah.
"Mas, kenapa sih lama banget. Aku capek tau nunggunya," ucapnya kesal.
"Maaf tadi aku masih mampir di Evtamart buat beli minuman dan permen. Dan aku sempat berhenti sebentar di pinggir jalan untuk menghilangkan rasa kantukku." Memang tadi beberapa kali Andre memilih berhenti di pinggir jalan saat ia sudah tak tahan menahan rasa ngantuk. Bahkan ia sampai rela menyiram wajahnya dengan air dingin untuk menghilangkan rasa kantuk.
"Hufft ... emang tadi malam gak tidur, sampai jam segini masih aja ngantuk," gerutunya yang masih kesal.
"Kamu itu kenapa sih, suami pulang bukannya cium tangan, sambut suaminya dengan senyuman malah di giniin. Tau gitu ngapain aku pulang, kamu emang gak bisa menghargai aku. Aku jauh-jauh ke sini buat ketemu kamu, sampai sini malah di buat kesal. Lebih baik aku pulang aja," ancam Andre dan itu sukses membuat Alana panik.
"Loh ngapain pulang, emang mas gak kangen sama aku. Aku minta maaf deh, iya udah ayo masuk," ajak Alana sambil menggandeng tangan Andre. Andre yang malas debat pun langsung menurutinya.
Lalu Alana dan Andre duduk di sofa. Alana memanggil Bibi untuk membuatkan minuman. Memang sekarang yang bersih-bersih rumah, menyiapkan makanan dan lainnya akan di lakukan oleh bibi. Jadi Alana hanya fokus bekerja dan santai jika ada di rumah, ia tak pusing untuk cuci baju, nyapu, ngepel dan yang lainnya.
Tak lama kemudian bibi pun datang membawakan teh hangat, Andre pun langsung meminumnya hungga sisa setengah. Setelah itu, Alana pun mengajak Andre ke kamarnya, apalagi kalau bukan untuk mengajaknya merasakan surga dunia.
Walau tubuh Andre lelah, tapi jika Alana menggodanya, mau gak mau Andre pun juga tertarik untuk melakukannya.
Setelah puas menggapai surga dunia, Andre dan Alana pun makan malam bersama, lalu Andre pamit pulang karena jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Entah sampai rumah Zahra jam berapa.
Sebenarnya Alana ingin menahan Andre untuk bermalam di rumahnya, namun Andre beralasan ia besok pagi harus bekerja. Jika ia berangkat dari sini pasti bisa kesiangan sampai kantor, terlebih ia tak enak jika sering meninggalkan Zahra, takut jika kedua orangtuanya curiga.
"Sayang, aku pulang dulu ya."
"Iya, Mas. Hati-hati ya di jalan."
"Iya. Kamu jaga diri baik-baik ya. Besok malam aku ke sini lagi."
"Iya, Mas."
Lalu setelah itu, Andre pun pulang dengan wajah yang teramat lelah.
"Ternyata begini ya punya dua istri, bukannya menyenangkan malah membuat aku menderita," gumam Andre saat dalam perjalanan.
Ia terus fokus menyetir, bahkan ia sampai memutar musik yang keras dan ikut menyanyi agar tak mengantuk lagi.
Saat ia lagi asyik nyanyi, telfonnya berdering. Ia pun mengecilkan musiknya dan mengangkat telfonnya menggunakan headset wireless.
"Assalamualaikum, Mas. Mas ada dimana?" tanya Zahra. Ya yang nelfon Andre adalah Zahra.
"Waalaikumsalam. Masih ada di jalan," jawab Andre. Entah kenapa ia merasa senang, Zahra menelfonnya.
"Oh gitu. Tapi Mas pulang ke rumah kan?" tanya Zahra memastikan.
"Iya."
"Mau aku buatkan makan malam?"
"Enggak usah. Tadi aku sudah makan."
"Oh gitu, iya sudah Mas hati-hati ya. Aku tunggu di rumah."
"Kamu tidur aja, gak usah nunggu aku. Lagian juga kan aku pegang kunci cadangan."
"Aku tak mungkin tidur lebih dulu, sedangkan suamiku jam segini masih ada di jalan. Aku khawatir."
Mendengar Zahra menghawatirkan dirinya, entah kenapa hati Andre seperti berbunga-bunga. Ada rasa berbeda yang ia sendiri tak tau.
"Jangan khawatirkan aku, aku gak papa."
"Aku akan tetap menunggu. Mas hati-hati di jalan. Emmm ... Aku udahin ya, biar Mas fokus menyetir. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Setelah itu Zahra pun langsung menutupnya.
"Za, andai kamu tau aku pulang malam karena aku habis bertemu istri keduaku dan memuaskan dia di ranjang, apa kamu akan memarahiku? Atau masih memperlakukan aku dengan lembut? Za ... aku sudah banyak melakukan kesalahan. Aku tega mengkhianati pernikahan kita. Bahkan aku sampai detik ini belum menyentuhmu. Aku tak melakukan kewajibanku sebagai mana mestinya. Aku belum menafkahi kamu baik secara lahir maupun batin. Maafin aku, Za. Maafin aku. Tapi aku tak bisa melakukannya karena aku terikat janji dengan Alana untuk tak menyentuhmu. Mungkin jika uang, aku bisa memberikanmu tapi untuk yang lain, aku tak bisa." Entah kenapa Andre menitikkan air mata, setiap kali ingat akan dosanya dan kesalahannya, membuat hati Andre begitu rapuh.
Sedangkan di sebuah rumah, Zahra menunggu suaminya di ruang tamu sambil mengerjakan pekerjaan kantor yang ia bawa pulang ke rumah. Hah, pekerjaan sebagai asisten memang selalu numpuk dan tak ada habisnya. Tapi itu semua sebanding dengan apa yang ia dapatkan.
Dua jam kemudian, Zahra mendengar suara mobil. Zahra pun segera mematikan laptopnya dan menaruhnya di meja. Lalu ia membuka pintu rumahnya dan ia melihat suaminya yang pulang namun kenapa wajahnya begitu pucat.
"Mas, kamu kenapa?" tanya Zahra panik.
"Kepalaku pusing, Za." jawab Andre. Zahra yang cemas pun membantu Andre untuk merebahkan tubuhnya di sofa panjang. Lalu Zahra segera ke dapur dan membuatkan teh jahe hangat.
"Mas, minum dulu ya biar enakan." Zahra memberikan segelas teh jahe hangat untuk Andre. Andre pun meminumnya hingga sisa setengah. Memang di tengah perjalanan tadi, Andre merasa pusing banget. Mungkin ia benar-benar lelah menyetir kesana-kemari. Di tambah ia hanya istirahat sebentar dari kemarin.
Setelah selesai minum, entah kenapa perut Andre merasa tak enak sehingga ia muntah di lantai.
"Maaf," ucap Andre.
"Gak papa, nanti biar aku bersihkan. Mas pindah ke kamar aja ya," ujar Zahra. Andre pun mengangguk lemah. Lalu Zahra membantu suaminya masuk ke kamar utama.
Andre berbaring di kasur dengan mata terpejam, entah kenapa selain pusing. Matanya juga terasa oanas dan berat.
"Mas buka bajunya ya, biar aku kerokin." Andre yang setengah sadar, hanya bisa pasrah. Padahal sebelumnya Andre tak pernah yang namanya di kerok apalagi di pijet. Jika sakit ia akan di bawa ke dokter.
Tapi tidak untuk Zahra, ia meniru Uminya, kalau Abahnya sakit. Umy lah yang merawat Abahnya dengan penuh telaten.
Zahra pun langsung membuka baju suaminya, lalu ia mengambil minya urut dan uang koin. Lalu ia mulai mengerok punggung suaminya dan memijatnya secara perlahan. Sedangkan Andre ia yang tadi setengah sadar, langsung sadar seketika saat Zahra membuka bajunya dan menyentuh tubuhnya. Namun Andre tetap memejamkan matanya seolah-olah ia sedang tidur.
Setelah selesai di pijit, Zahra langsung mengambil baju Andre di dalam lemari dan memakaikannya. Untuk lebih memudahkan, Zahra memilih baju yang ada kancingnya.
Setelah itu, Zahra pun menyelimuti Andre sampai dadanya. "Semoga cepet sembuh ya Mas. Besok aku akan nelfon papa agar Mas bisa ambil cuti lagi. Tenang aja aku gak akan bilang kalau mas pulang tengah malam. Aku tau Mas gak lembur di kantor. Tapi Mas pergi ke suatu tempat. Tapi aku gak akan menanyakan Mas pergi kemana dan bertemu denga siapa. Aku sadar, aku hanya istri di atas kertas. Aku cuma berharap, Mas jaga diri baik-baik. Jangan buat aku cemas dan khawatir." Setelah berucap seperti itu, Zahra pun langsung pergi ke ruang tamu untuk membersihkan muntahan suaminya. Jijik, iya tapi dikit. Namun jika bukan dirinya yang bersihkan, lalu siapa.
Setelah kepergian Zahra, Andre langsung membuka mata. Tubuhnya yang tadi terasa tak enak, sekarang sudah mulai nyaman setelah Zahra mengeroknya dan memijitnya. Bahkan kepalanya pun tak sepusing tadi.
"Za, lagi-lagi kamu membuatku semakin merasa bersalah. Kamu tau aku membohongimu, tapi kenapa sedikit pun kamu tak marah. Kenapa kamu malah merawatku Za? Kenapa? Bahkan Alana sendiri pun tadi tak memperdulikan aku dan hanya memikirkan dirinya sendiri. Padahal saat aku datang ke rumahnya, aku sudah mulai tak enak badan tapi aku berusaha tegar hingga akhirnya aku benar-benar ambruk setelah sampai sini. Tapi kamu, kamu merawatku Za. Kamu memang wanita yang berhati malaikat. Kamu selalu memperlakukan aku dengan sangat baik walaupun aku sudah tak berlaku adil terhadapmu."
Andre hanya bersuara dalam hati. Di dalam hati, ia merasa bersalah tapi ia tak tau harus berbuat apa.