Sesampai di kantor, Zahra yang telat hampir setengah jam, ia pun langsung masuk ke ruangannya. Ia membawa bekal tersebut ke dalam ruangan, dan akan ia berikan kepada Reyhan dan Anna kalau sudah jam makan siang.
Saat Zahra sibuk dengan aktivitasnya, Reyhan masuk ke dalam ruangannya.
"Za, kamu kenapa telat?" tanya Reyhan tanpa basa-basi.
"Maaf, Mas. Tadi aku harus masak banyak dan nemenin Mas Andre sarapan, terus di jalan macek. Maaf ya. Oh ya aku bawain Mas Rey dan Anna bekal makan siang. Nanti kita makan bareng ya," ujar Zahra tersenyum.
Sebenarnya Reyhan cemburu setiap kali Zahra menyebut nama Andre, namun ia harus bisa menekan rasa cemburunya atau dia akan membuat Zahra marah padanya karena terlalu ikut campur ke masalahnya apalagi jika Zahra tau bahwa ia sangat mencintai dirinya. Jadi paling aman, Reyhan akan bersiap layaknya teman dan atasan.
"Iya sudah gak papa, tapi lain kali usahakan jangan sampai telat ya, karena nanti di contoh sama karyawan yang lain. Masalah makan siang, nanti kita makan di taman samping kantor aja ya, biar gak bosen makan di kantin terus atau di dalam ruangan. Sesekali makan di ruang terbuka lebih enak dan seger kayaknya," jawab Reyhan.
"Iya, nanti aku akan ngabarin Anna untuk makan di taman."
"Iya sudah aku kembali ke ruanganku dulu. Laporan yang kemarin usahakan selesai nanti sore bisa?" tanya Reyhan.
"Bisa, Mas."
"Sip, iya sudah semangat kerjanya." Reyhan pun langsung keluar dan kembali ke ruangannya. Zahra pun bernafas lega karena Reyhan tak memarahinya karena telat. Ia janji, ke depannya akan berusaha lebih baik lagi dan tak telat. Karena baginya telat itu merupakan hal yang memalukan.
Sedangkan di tempat yang berbeda, Andre pun juga sudah sampai di ruangannya. Walaupun ia telat, tak ada yang berani menegurnya karena ia merupakan anak tunggal pemilik perusahaan tempat ia bekerja. Paling-paling ia hanya di tegur oleh papanya.
Mendengar Andre masuk dari bawahannya, Agus-papanyan Andre pun langsung pergi ke ruangan anaknya.
"Dre, kamu dah masuk kerja?" tanya Agus sambil duduk di kursi yang ada di ruangan putranya.
"Iya, Pa," jawab Andre, ia takut jika papanya tau kalau selama seminggu ini ia meninggalkan Zahra, terlebih ia meninggalkan Zahra karena menikah dengan Alana dan bulan madu ke Bali.
"Gimana nikah sama Zahra, kamu bahagia?" tanya Agus lagi.
"Iya, Pa. Alhamdulillah aku bahagia," balas Andre berusaha menghilangkan rasa gugupnya.
"Syukurlah, papa senang mendengarnya. Kamu tau alasan papa menikahkan kamu dengannya?" tanya Agus sambil melihat ke arah putranya.
"Karena menurut papa sama mama, dia wanita yang cocok untuk jadi istri dan ibu dari anak-anakmu kelak. Mungkin untuk saat ini kamu belum mengetahui kelebihan Zahra, tapi suatu saat jika kamu mengetahuinya, maka akan sulit buat kamu melepaskannya. Dia wanita yang sangat baik nak, baik agamanya, kecantikannya, kemandiriannya, dan dia pintar dalam hal mengurus rumah. Bahkan ia tak pernah pacaran. Kamu akan sulit mencari kelemahannya, karena dia wanita yang sangat sabar. Percayalah sama papa, suatu saat kamu akan berterimakasih karena papa jodohkan dengannya. Tapi jika sampai kamu menyianyiakan, ingatlah. Kelak kamu akan menyesal jika kamu melepaskannya, karena di liar sana banyak laki-laki yang ingin memilikinya, sekalipun dia sudah jadi janda," ujar Agus menasehati putranya.
Sedangkan Andre hanya diam mendengarkan. Ia tau Zahra memang berbeda dengan wanita lain. Tapi apa mau di kata, saat ini hatinya hanya untuk Alana, istri keduanya. Walaupun tak di pungkiri, ia emang mengagumi kecantikan Zahra, apalagi suaranya yang merdu saat membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an, di tambah dia sangat jago masak dan pintar beres-beres rumah. Tak hanya itu, Zahra juga begitu sabar dan tak cerewet seperti wanita kebanyakan. Itu yang membuat Andre mengagumi Zahra. Tapi bukan berarti Andre mencintainya. Sampai kapanpun hati dan cintanya hanya untuk Alana seorang.
"Iya sudah, papa keluar dulu. Jika kamu ada waktu ajaklah istrimu ke rumah papa," ucap Agus yang melihat putranya hanya diam saja, entah apa yang dia fikirkan.
"Iya, Pa. Nanti Weekend aku akan ajak Zahra kesana."
"Papa tunggu kedatangan kalian." Lalu Agus pun pergi dari ruangan putranya. Sedangkan Andre hanya diam merenungkan ucapan papanya.
Dreet ... dret ... dreeett ....
Hp yang ia taruh di celananya bergetar, ia pun segera mengambilnya dan ternyata ada pesan dari Alana.
[Sayang, aku kangen]
Membaca itu membuat Andre tersenyum. Ia pun segera membalasnya.
[Iya sayang, aku juga kangen. Kamu lagi apa]
[Lagi ngerjakan berkas nih di kantor. Oh ya nanti kamu jadi kan pulang rumah]
[Iya sayang, jadi. Mana mungkin aku membiarkan kamu menungguku. Nanti sore aku akan pulang dan langsung kesana]
[Siap, aku tunggu kamu di rumah. Oh ya tadi malam, kamu beneran kan tidur pisah kamar sama Zahra]
[Iya sayang. Mana mungkin aku tidur satu kamar dengannya. Aku juga tak mungkin membuatmu kecewa.]
[Kamu emang is the best. Iya sudah aku lanjut kerja lagi ya. I love you]
[Love you too]
Setelah selesai membalas pesan, Andre pun lanjut bekerja.
Di tempat lain ada seorang wanita yang terus saja merasa gelisah, siapa lagi kalau bukan Alana. Walaupun ia ada di kantor, tapi fikirannya kemana-mana. Bahkan berkas yang ada di hadapannya pun hanya di lihat saja. Ia tak punya mood untuk bekerja seperti dulu lagi.
"Mas Andre apa benar dia pisah kamar sama Zahra? Gimana kalau dia berbohong hanya untuk menyenangkan hatiku. Atau dia berbohong karena takut sama aku. Aku tak rela jika harus berbagi cinta, kasih sayang dan tubuhnya untuk Zahra. Aku tak bisa membayangkan jika Mas Andre memelukku lalu memeluk dia. Apalagi jika sampai habis menggapai surga dunia denganku, ia malah menggapai surga dunia dengan Zahra. Aku tak rela, sampai kapanpun aku tak rela."
"Walau aku hanya istri kedua dan di nikahi secara sirri, tetap saja aku yamg berhak mendapatkan Mas Andre, karena dari awal memang dia hanya milikku seorang. Sedangkan Mas Andre dan Zahra hanya sebuah kesalahan. Ya pernikahan mereka itu salah, karena mereka menikah bukan atas dasar cinta tapi atas keterpaksaan karena sebuah perjodohan. Jadi di sini yang orang ketiga bukan aku tapi Zahra."
Alana terus bergumam, ia benar-benar stres jika harus jauh dari suaminya seperti ini. Ingin rasanya ia pergi ke sana dan memastikan sendiri kalau Andre dan Zahra tak melakukan apa-apa. Tapi ia tak bisa melakukannya karena itu pasti akan membuat Andre marah padanya. Dan yang bisa ia lakukan hanya diam diri, dan menunggu malam tiba. Malam dimana suaminya akan datang menemuinya walaupun hanya beberapa jam saja. Tapi itu sudah lebih dari kata cukup dari pada Andre tak menemuinya sama sekali.
Pada saat jam makan siang, Alana malah memilih diam di kantor. Ia merasa tak selera untuk makan siang.
Sedangkan Andre, ia langsung membuka bekal yang di siapkan oleh Zahra. Makanan yang mulai saat ini akan menjadi makanan favoritnya karena apa yang di masak oleh Zahra benar-benar memanjakan lidahnya.
"Andai aku ketemu kamu lebih dulu, mungkin aku akan belajar mencintaimu, Za. Karena kamu begitu sempurna di mataku. Sayangnya aku mengenalmu setelah hati dan cintaku sepenuhnya kuberikan untuk Alana. Dan aku tak mungkin meninggalkan dia hanya untuk dirimu. Bagaimanapun dialah yang menemani aku selama ini sejak aku masih remaja," tutur Andre sambil menikmati makanannya.
Jika Alana diam di ruangannya, tak mau makan. Andre sendiri, ia begitu lahap makan bekal yang masak oleh Zahra di ruangannya seorang diri.
Di tempat yang beda, Zahra ia makan bertiga dengan Reyhan dan Anna di taman.
Mereka makan sambil bercanda ria.
"Ternyata makan di sini enak juga ya," ucap Anna yang menikmati suasananya.
"Iya kita harus sering-sering makan di sini," ujar Zahra.
"Kalau gitu kamu juga harus sering-sering bawa makanan hehe," balas Anna.
"Jangan aku terus dong. Sesekali kamu juga bawa, aku dan Mas Reyhan kan juga pengen makan masakanmu," tutur Zahra
"Iya kan mas?" tanya Zahra ke Reyhan.
"Iya," jawab Reyhan tersenyum. Padahal dalam hati, ia hanya ingin makan makanan yang di masak oleh Zahra. Tapi tak mungkin ia jujur akan perasaanya.
"Baiklah, aku mengalah. Besok aku yang bawa bekal buat kalian berdua. Kita besok makan di sini lagi ya," ujar Anna.
"Siap." Jawab Zahra dan Reyhan bersamaan.
Lalu mereka pun terus bercanda. Selesai makan, mereka langsung pergi ke mushola untuk sholat dhuhur.