Zahra langsung pulang setelah ia mengantarkan Anna ke rumahnya. Di jalan, ia tak lupa mampir ke pasar untuk beli daging, ikan, sayur, buah dan cemilan. Walaupun suaminya tak memperlakukan ia dengan baik, tapi tetap saja sebagai istri ia akan berusaha untuk melayani suaminya.
Sesampai di rumah, ia menaruh camilan di atas meja di ruang tamu dan meja di ruang keluarga. Siapa tau, suaminya duduk disana dan pengen nyemil.
Lalu ia segera mencuci semua buah yang baru ia beli dan menatanya di kulkas sebagus mungkin. Begitupun dengan sayurnya, ia tata serapi mungkin. Setelah selesai, ia segera pergi ke kamarnya, untuk mandi dan memakai pakaian santai.
Lalu ia lanjut pergi ke dapur untuk memasak, siapa tau suaminya belum makan malam dan ingin makan masakannya. Sambil masak, ia pun menyapu, ngepel dan membersihkan rumah. Ia pastikan semuanya rapi, ia ingin suaminya merasa nyaman berada di rumah ini. Rumah pemberian mertuanya.
Tak terasa adzan Maghrib berkumandang, Zahra yang selesai bersih-bersih rumah, langsung membersihkan dapurnya. Masakan yang sudah matang ia sajikan di atas meja makan. Lalu ia menutupnya agar tak ada hewan masuk walaupun ia yakin di rumah ini tak ada hewan karena bersih se bersih-bersihnya. Tapi buat jaga-jaga, ia tetap menutup makanan tersebut.
Ia lalu pergi ke kamar untuk mandi lagi, dan ia memilih untuk memakai baju santai warna kuning yang membuat kulitnya semakin cerah. Lalu setelah memakai baju, ia pun lanjut memakai mukenah untuk sholat Maghrib. Habis sholat, ia sempatkan Ngaji dengan suara yang teramat merdu. Sangking asyiknya mengaji ia tak sadar jika suaminya sudah pulang, untungnya pintu depan gak di kunci sehingga Andre bisa masuk dengan leluasa.
Namun saat ia mau memanggil Zahra, ia malah mendengar lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Entah kenapa hatinya bergetar. Ia tak menyangka Zahra mempunyai suara yang begitu merdu yang mampu menggetarkan hati siapapun yang mendengarnya.
Andre berjalan mendekat dengan suara langkah kaki yang sangat hati-hati. Ia seakan-akan takut, jika suara langkah kakinya akan terdengar oleh Zahra dan mengganggu dia mengaji.
Andre berdiri di dekat pintu yang tak tertutup. Ia bisa melihat Zahra yang menghadap ke arah barat, membelakangi dirinya.
"Baru kali ini aku mendengar suara semerdu ini," gumam Andre pada dirinya sendiri.
Setelah adzan Isya'. Zahra mengentikan membaca Alqur'an. Lalu ia menaruh Al-Qur'an tersebut di rak. Ia lalu duduk santai sambil menjawab adzan. Sedangkan Andre ia langsung pergi ke kamar sebelah, namun tetap tanpa suara. Ia ingin tau apa aktivitas Zahra selama di tinggal sendiri di rumah ini.
Sedangkan Zahra, ia langsung sholat isya' setelah adzan. Selesai sholat, ia langsung melipat mukenahnya lalu mengambil Hp menunggu suaminya datang. Sambil nunggu, ia pun memilih duduk di ruang tengah sambil main Hp dan memutar Sholawatan. Ia pun menirukan sholawat itu dan menikmatinya.
Tanpa dia tau, ada suami yang mengintipnya dari kamarnya. Ia membuka pintunya sedikit yang langsung mengarah ke Zahra. Ia terpanah melihat penampilan Zahra. Kulit seputih susu, apalagi memakai baju kuning, membuat kecantikannya benar-benar memukau. Apalagi rambut Zahra yang hanya sebahu lurus dan tebal membuat penampilannya semakin terlihat cantik. Ini baru pertama kalinya, ia melihat Zahra memakai baju santai tanpa hijab. Biasanya ia hanya melihat tampilan dia yang selalu memakai gamis dan hijab besar. Tapi kini ... tampilannya sungguh berbeda. Bahkan terlihat lebih cantik.
"Bahkan kecantikannya melebihi kecantikan Alana. Astaghfirullah ... ngomong apa aku," Andre memukul bibirnya pelan.
Andre segera mengganti baju dengan kaos dan celana pendek yang sampai lutut. Ia melihat kamarnya begitu bersih dan harum. Entah apa yang di semprotkan di kamarnya, membuat ia benar-benar merasa nyaman berada di dalam kamarnya. Bahkan baju-baju di lemarinya pun begitu rapi. Bahkan sangking rapinya, ia sampai takut, jika ia ambil akan membuat baju yang lain rusak.
Setelah ganti baju, ia pun membuka pintunya lebar-lebar membuat Alana kaget.
"Mas Andre, Ya Tuhan. Kapan Mas datengnya?" tanya Zahra kaget, ia langsung mematikan lagu sholawatan dan langsung berdiri dan mencium tangan suaminya dengan penuh takzim.
Lagi-lagi suaminya merasa tertegun, setelah apa yang di lakukan olehnya, namun Zahra masih memperlakukan dirinya sedemikian rupa. Tak ada raut wajah amarah atau apapun. Senyuman manis masih terhias di wajahnya.
"Iya, tadi saat kamu ngaji karena aku gak mau ganggu, jadi aku langsung masuk kamar."
"Oh gitu, Mas mau aku buatkan teh atau mau makan malam. Aku kebetulan sudah masak tadi," tanyanya.
"Emmm aku sebenarnya sudah makan, tapi jika kamu sudah masak. Aku mau makan lagi," sahut Andre yang tak mau mengecewakan Zahra, istri pertamanya.
Zahra pun langsung pergi ke ruang makan di ikuti oleh Andre.
Zahra mengambil piring lalu mengisinya dengan nasi dan lauk pauk lalu ia pun menaruhnya di depan meja Andre. Tak lupa Zahra mengambil segelas air untuk suaminya.
Lalu ia mengambil piring lagi dan mengisinya dengan nasi dan lauk pauk untuk dirinya sendiri. Tak lupa ia mengambil air dan menaruhnya di meja di depannya.
"Maaf ya Mas kalau dingin soalnya aku masaknya tadi sepulang kerja. Aku juga sudah beli buah, siapa tau nanti malam Mas pengen ngemil buah, mas bisa ambil di kulkas. Sudah aku cuci kog. Jadi tinggal makan aja," ucap Zahra memberitahu.
Andre tak menggelengnya, ia hanya menganggukkan kepala sambil makan masakan Zahra.
Satu suapan, dua suapan, tiga suapan. Andre semakin lahap makannya, walaupun dingin tapi rasanya sangat lezat. Bahkan bikin Andre nambah terus. Zahra yang melihatnya pun hanya tersenyum.
Walaupun Andre tak peduli padanya, ia akan tetap melayaninya selama ada ikatan yang halal dan Andre tak menjatuhkan talak darinya. Bagaimanapun yang ia cari adalah ridho Allah yang ada pada suaminya, jadi ia akan berusaha melayaninya sebaik mungkin. Andai suaminya selingkuh atau apapun, selama ia tak mengetahuinya. Ia akan tetap diam, biarkan itu menjadi urusan suaminya dan Allah.
Selesai makan, Andre dan Zahra duduk di ruang tamu. Sebenarnya Andre sudah sangat mengantuk sekali, setelah perjalanan yang cukup jauh. Ingin rasanya ia langsung tidur namun ia tak tega melihat istrinya. Akhirnya ia pun memberikan waktu sebentar ngobrol-ngobrol ringan sebelum tidur.
"Gimana pekerjaan kamu?" tanya Andre.
"Alhamdulillah lancar," jawab Zahra.
"Syukurlah. Itu mobil di depan punya siapa?" tanya Andre lagi mengingat tadi ia melihat ada mobil mewah di garasi.
"Mobil aku dari kantor,"
"Dari kantor?" tanya Andre.
"Ya karena aku bekerja sebagai sekertaris CEO, jadi aku dapat fasilitas mobil,"
"Oh, enak ya,"
"Hmm."
"Gimana betah tinggal di rumah ini?" tanya Andre lagi.
"Ya, suasananya nyaman dan aku suka."
"Mama dan papa gak tau kan kalau aku pergi selama satu Minggu ini?" tanyanya.
"Enggak kok. Mama dan papa gak tau," balas Zahra jujur.
"Alhamdulillah. Kalau gitu aku tidur dulu, besok aku harus kerja dan mungkin aku pulang tengah malam," ujar Andre memberitahu.
"Iya sudah gak papa. Mungkin besok aku juga akan pulang jam delapan, dan sampai rumah jam sembilan."
"Oh gitu, iya udah. Aku izinin kamu pulang malam. Aku tidur dulu." Lalu Andre pun pergi ke kamar utama. Melihat suaminya pergi, Zahra hanya menghela nafas kasar. Ia pun mengunci pintu depan lalu ia masuk ke kamarnya sendiri yang ada di sebelah kamar Andre karena ia masih harus mengerjakan pekerjaan kantor yang ia bawa ke rumah dan sampai sekarang belum juga kelar.
Sejujurnya Zahra merasa ia sedang berbicara dengan orang lain, walaupun Andre adalah suaminya. Tapi baginya, Andre seperti orang lain. Tapi gak papa, Zahra lebih nyaman seperti ini dari pada di perlakukan romantis, ujung-ujungnya juga akan tersakiti. Paling gak dengan seperti ini, ia bisa menjaga hatinya untuk tak mencintai suaminya sendiri sehingga saat berpisah nanti, hatinya tak akan terluka.
Sedangkan di kamar sebelah, Andre memikirkan Zahra. Ada sedikit rasa bersalah saat ia tak sengaja menatap kedua mata Zahra yang begitu teduh. Tapi ia bisa apa, ia hanya kasihan padanya dan sedikit mengagumi kecantikan Zahra yang memang di atas rata-rata bahkan Alana pun tak bisa menandingi kecantikan wajah Zahra. Walaupun tanpa polesan, namun tetap saja terlihat imut dan menggemaskan. Sedangkan Alana, ia tak pernah lepas dari yang namanya make up. Namun walaupun begitu, ia sangat mencintainya.