Keesokan harinya, Andre bangun jam setengah empat pagi. Ia bangun karena merasa ingin buang air kecil. Selesai buang air kecil karena tak bisa tidur, ia pergi ke dapur untuk minum. Namun saat melewati kamar Zahra, ia mendengar suara Zahra yang lagi melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an.
"Apa dia gak tidur semalaman?" tanya Andre pada dirinya sendiri. Padahal tanpa dia tau. Zahra bukannya gak tidur. Baginya tidur tiga jam itu sudah lebih dari cukup. Dan dia emang terbiasa bangun malam untuk sholat, dzikir dan mengaji sambil nunggu adzan Shubuh.
"Zahra, kamu wanita seperti apa? Kenapa aku dan kamu seperti langit dan bumi. Kamu begitu taat pada Tuhan, tapi tidak denganku. Sholat wajib aja kadang sering aku tinggalkan apalagi mengaji, bahkan aku tak ingat kapan terakhir aku mengaji."
Andre kembali ke kamar dengan rasa yang berbeda. Ia tak bisa tidur lagi, ia merasa bersalah dan berdosa karena tega mengkhianati Zahra bahkan menyakiti hatinya.
Sedangkan Zahra, ia merasa tenang saat bisa melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Saat dia merasa resah, gelisah, takut, marah dan yang lainnya. Maka ia akan segera sholat dan mengaji, karena hanya itu senjatanya untuk bisa melawan rasa amarah dan membuat hatinya tenang kembali.
Saat adzan Shubuh tiba, Zahra segera bersiap-siap untuk sholat Shubuh di kamarnya. Selesai sholat, ia segera bersih-bersih rumah, nyapu, ngepel, bersih-bersih ruangan, nyuci baju dan yang lainnya. Sedangkan Andre yang mendengar suara berisik di luar kamarnya langsung keluar dan ia melihat Zahra yang begitu lincah kesana-kemari untuk memastikan semuanya bersih dan rapi.
Lagi-lagi Andre melihat Zahra benar-benar wanita yang sangat mandiri, cantik, sholehah dan cinta akan kebersihan.
Melihat suaminya yang keluar, Zahra langsung mendekatinya.
"Mas, mau aku buatin teh apa kopi?" tanya Zahra lembut
"Kopi aja," jawab Andre sambil duduk di kursi ruang tengah dan menyalakan tivi. Sejak ia mendengar suara Zahra yang mengaji tadi, ia sulit untuk tidur lagi, tak heran jika ia merasa sangat mengantuk namun matanya sulit untuk di ajak kompromi.
"Baiklah. Akan aku buatkan." Zahra langsung pergi ke dapur untuk membuatkan kopi untuk suaminya.
Sambil menunggu Zahra membuatkan kopi, Andre mengambil camilan yang ada di atas meja. Ia ngemil sambil nonton berita di tv.
"Ini mas kopinya. Semoga suka ya," ujar Zahra membuat Andre kaget. Pasalnya ia gak mendengar suara langkah kaki Zahra.
"Iya, makasih ya."
"Sama-sama. Apa aku boleh masuk ke kamar Mas untuk membersihkan kamar dan mengambil baju kotor?" tanya Zahra ramah.
"Iya, boleh."
"Terimakasih." Lalu Zahra pergi untuk masuk ke
kamar utama. Ia membersihkan kamar suaminya dan merapikan sprai kasur agar tak terlihat kusut dan menyusun bantalnya agar terlihat rapi. Zahra juga membuka pintu kamar suaminya lebar-lebar karena ia takut suaminya mengira yang tidak-tidak.
Sedangkan Andre yang bisa melihat Zahra membersihkan kamarnya benar-benar merasa terharu. Memang kamar Andre itu langsung tertuju sama ruang tengah sehingga Andre bisa melihat apa yang di lakukan oleh istrinya.
Setelah itu istrinya keluar sambil membawa baju kotor suaminya yang di pakai tadi malam.
"Mas, aku mau nyuci di belakang. Sekalian aku mau masak setelah ini. Mas mau aku masakin apa?" tanya Zahra.
"Terserah. Apa aja aku suka," sahut Andre.
"Baiklah. Jika Mas butuh apa-apa. Langsung panggil aja." Zahra lalu pergi ke belakang untuk mencuci baju Andre sedangkan bajunya sendiri sudah ia cuci tadi sebelum Andre keluar dari kamarnya.
Andre menoleh ke belakang menatap kepergian istrinya.
"Kenapa kamu begitu baik? Bahkan kamu tak bertanya, aku kemana seminggu ini. Kamu juga tak marah saat aku minta kita pisah kamar. Apa karena kamu tak mencintaiku jadi kamu tak menaruh curiga padaku? Dan kamu seperti ini hanya karena ingin menyenangkan hatiku sebagai suamimu? Apakah kamu berusaha berperan menjadi istri sholehah untuk menggapai ridhoku. Terus bagaimana denganku yang sudah tega mendholimu. Zahra, jangan berbuat baik seperti ini karena itu hanya akan membuat aku semakin merasa bersalah," gumam Andre.
Sedangkan Zahra, ia dengan santainya mencuci baju dan celana suaminya untuk pertama kali. Tak ada rasa jijik walaupun ia harus mencuci celana dalam suaminya itu. Ia seolah-olah seperti sudah terbiasa.
Setelah selesai mencuci dan menjemurnya, ia langsung lanjut untuk memasak. Masalah pakaian, itu pasti akan kering setelah seharian dijemur dan akan diambil besok pagi karena tempatnya akan dipakai untuk menjemur baju yang lain.
Sebenarnya lebih bagus jemuran diangkat pas sore hari, namun karena Zahra kadang pulangnya selalu malam, jadi ia mengangkat jemuran keesokan harinya.
Di dapur, Zahra pertama-tama memasak nasi terlebih dahulu lalu sambil nunggu masakannya matang, ia pun memasak lauk pauknya. Untuk lauk pauknya ia memasak oseng kacang panjang, ikan bakar, telur mata sapi, sup kimlo bakso, penyetan sambel terasi udang dan terakhir ia goreng kerupuk.
Setelah selesai, ia pun menatanya di meja makan. Lalu ia membersihkan dapurnya yang sangat kotor. Lanjut, ia pergi ke ruang tengah menghapiri suaminya.
"Mas, mau sarapan sekarang apa nanti setelah mandi?" tanya Zahra sambil melihat suaminya yang masih betah duduk di ruang tengah sambil main Hp. Sedangkan tivi dibiarkan menyala. Camilan di meja sudah sisa setengah, dan kopinya pun habis hanya menyisakan ampasnya.
"Aku mandi dulu," jawabnya sambil menoleh ke arah Zahra.
"Baiklah, kalau gitu aku juga mau mandi dan siap-siap berangkat kerja," pamit Zahra undur diri dan pergi ke kamarnya.
"Lagi-lagi kamu tak nanya, aku chatan sama siapa, Za? Kamu benar-benar tak peduli denganku. Apakah jika aku membawa Alana ke depanmu. Kamu tetap akan seperti ini, seakan-akan tak terjadi apa-apa?" tanya Andre lesu. Entah kenapa ia merasa kecewa dengan apa yang di lakukan oleh Zahra. Sedangkan Alana, ia dari tadi tak henti-hentinya menghujani ia pesan dan mewanti-wanti dirinya agar jangan terlalu dekat dengan Zahra.
Andre pergi ke kamarnya, hari ini ia harus masuk kerja setelah ia mengambil cuti yang cukup lama.
Sejujurnya ia malas mau masuk, tapi bagaimanapun ia juga punya tanggung jawab di perusahaan. Dan jika ia tak kerja, bagaimana ia dapat uang, sedangkan mama dan papanya tak mungkin memberikan ia uang secara cuma-cuma.
Setengah jam kemudian Andre dan Zahra pun duduk di kursi ruang makan. Andre menatap banyak makanan di atas meja.
"Za, ini kamu yang masak semua?" tanya Andre. Bagaimana mungkin Zahra masak sebanyak ini dalam waktu yang sangat singkat.
"Iya, Mas. Ayo sekarang Mas coba masakanku hari ini. Mas mau makan dengan yang mana dulu?" tanya Zahra sambil mengambil piring dan mengisinya dengan nasi.
"Aku coba semuanya deh," jawab Andre.
"Baiklah." Zahra mengambil semua lauk pauk sedikit-sedikit di atas nasinya. Lalu memberikannya ke Andre.
Andre yang sudah tak sabar pun langsung melahapnya, tanpa menunggu Zahra lebih dulu. Zahra pun hanya geleng-geleng kepala, lalu ia ambil nasi dan lauk pauk untuk dirinya sendiri.
"Masakan kamu sangat enak, nanti tolong bawakan aku bekal buat makan siang ya," ujar Andre yang masih fokus makan. Jujur, makanan Zahra jauh lebih enak ketimbang Alana, makanan yang Zahra masak seperti masakan rumahan, lezat dan memanjakan lidah.
"Iya, Mas." Zahra tersenyum melihat Andre yang sangat menyukai masakannya itu.
Selesai makan, Zahra langsung mencuci piring dan gelas yang kotor. Lalu ia membuat bekal untuk empat orang karena ia masak banyak, jadi ia ingin bagi-bagi. Lagian juga dirinya dan Andre akan pulang malam. Tentu jika makanan ini di sisakan untuk di makan malamnya, pasti rasanya akan berkurang.
"Za, kamu buat bekal itu untuk siapa aja?" tanya Andre heran.
"Ini untuk Mas Andre, aku, Anna dan Mas Reyhan," jawab Zahra jujur.
"Reyhan?" ulang Andre. Entah kenapa ia tak suka Zahra membawakan bekal untuk laki-laki lain.
"Iya, dia atasanku."
"Atasan? Tapi sepertinya kamu akrab sama dia bahkan sama atasannya aja harus manggil mas?" sindir Andre.
"Iya, karena Mas Reyhan itu seniorku di kampus."
"Oh pantas, kamu melamar kerja langsung di terima tanpa ada tes ini itu, bahkan baru beberapa hari kerja langsung dapat mobil mewah. Jangan-jangan kalian pacaran?" tuduh Andre.
"Astaghfirullah Mas. Jangan suka nuduh, jatuhnya fitnah kalau salah. Aku mana mungkin suka sama atasanku, aku masih menghormatimu sebagai suamiku. Mas Reyhan emang orangnya baik, bukan cuma sama aku tapi ke yang lain juga. Jika mas tak suka, aku tak akan memberikan bekal ini untuknya," balas Zahra.
"Aku tak melarang kamu, silahkan jika ingin membawakan bekal untuk laki-laki lain. Aku tak masalah," jawab Andre. Entah kenapa, ia merasa cemburu jika Zahra lebih memperhatikan laki-laki lain ketimbang dirinya.
"Ada apa denganku? Kenapa aku seperti ini? Bukankah ini yang aku harapkan, Zahra menemukan laki-laki yang ia suka, agar aku dengan mudahnya menceraikannya. Tapi kenapa aku merasa sakit, kenapa aku seperti merasa gak ikhlas. Aku bahkan baru tadi malam mulai dekat dengannya. Sebenarnya apa yang terjadi dengan hatiku?" tanya Andre dalam hati.
"Mas, ini bekalnya sudah siap. Aku berangkat dulu ya. Soalnya aku suda telat." Ucap Zahra menyadarkan Andre.
"Iya," jawab Andre gugup.
"Ini kunci rumah ini, siapa tau nanti Mas pulang lebih dulu dari aku. Dan kalau mau berangkat kerja, jangan lupa doa dan hati-hati di jalan," tutur Zahra lembut sambil memberikan kunci rumahnya.
Zahra juga mengambil tangan kanan suaminya dan menciumnya dengan penuh takzim. "Aku berangkat dulu ya, Mas. Assalamualaikum." ucap Zahra lalu ia pergi dengan membawa tiga bekal.
Sedangkan Andre ia masih termenung. Bagaimana mungkin ia tak jatuh cinta, sedangkan Zahra begitu menghargainya, melayaninya sebaik mungkin.
"Jika aku sampai jatuh cinta, bagaimana dengan Alana?" tanya Andre.
"Gak bisa, aku gak bisa seperti ini. Aku tak mau menyakiti Alana, aku harus bisa jaga hatiku untuknya," gumam Andre lagi. Lalu ia pun berangkat ke kantor dengan membawa bekal yang disiapkan oleh Zahra.