Chereads / Menulis Ulang Takdir / Chapter 32 - MAU JADI PENGEMIS SAAT DEWASA

Chapter 32 - MAU JADI PENGEMIS SAAT DEWASA

Keesokan harinya.

Su Shengjing bangun pagi dan dengan cepat menyiapkan sarapan. Ia ingin Su Jiu mengisi perutnya lebih dulu sebelum dijemput dan pergi bersama Sheng Tianci.

Sheng Tianci datang sangat pagi. Dengan hati yang penuh semangat, ia membawakan Su Jiu sekantong mainan dan makanan lagi. Kedua hal itu adalah harta karun yang bisa menggoda Su Jiu.

Sheng Tianci menyiapkan semua itu terlebih dahulu karena ia akan mengajak gadis kecil itu pergi ke rumahnya.

Ketika melihat Sheng Tianci membawa sekantong coklat impor dan berbagai jenis permen, Su Jiu pun tidak bisa menahan diri. Apalagi, pria itu juga membawa beberapa boneka Barbie merek asli!

Sheng Tianci mengambil sebuah boneka Barbie yang sangat besar dan menggoyang-goyangkannya di depan mata Su Jiu. "Xiaojiu, Paman ajak kamu ke rumah untuk bermain, ya? Rumah Paman benar-benar sangat nyaman, kamu pasti akan menyesal kalau tidak mau ke sana!"

Karena sudah berjanji kepada Su Shengjing akan pergi ke rumah Sheng Tianci, Su Jiu yang tidak manja pun segera menganggukkan kepalanya. "Hmm! Aku mau main ke rumah Paman!"

"Untuk beberapa hari ini, tolong ya," kata Su Shengjing sambil menepuk-nepuk bahu Sheng Tianci.

Setelah itu, Su Shengjing juga tidak lupa memberikan pesan agar Sheng Tianci menjaga Su Jiu dengan baik dan tidak membiarkan gadis kecil itu berlarian sendiri.

Sebelum keluar rumah, Su Shengjing masih melihat ke arah Su Jiu beberapa kali dengan tatapan dalam. Pria itu seperti tidak tega meninggalkan anaknya.

Setelah Su Shengjing pergi, Sheng Tiens pun tidak bisa menahan diri lagi dan segera membawa Su Jiu pulang ke rumahnya. Ia menggendong gadis kecil itu di tangannya dan jalan keluar rumah.

Sheng Tianci sudah bisa membayangkan adegan yang akan terjadi saat ia membawa Su Jiu ke rumah. Orang-orang yang ada di rumahnya pasti akan terkejut, tetapi mereka juga akan sangat menyukai gadis kecil itu.

Mobil Sheng Tianci terparkir agak jauh. Wilayah di sekitar gedung tempat tinggal Su Shengjing dipenuhi dengan gang kecil, mobil sama sekali tidak bisa masuk. Jadi, mereka harus berjalan sedikit jauh.

Saat berjalan keluar sambil menggendong Su Jiu, Sheng Tianci melihat empat anak sedang mengelilingi seorang anak laki-laki. Salah satu dari mereka, yang paling tinggi, mendorong anak laki-laki itu dengan kuat sampai terjatuh ke tanah.

"Kalian, lihat anak haram ini! Setiap hari dia memungut sampah, sepertinya dia mau jadi pengemis saat dewasa nanti!" 

Anak lainnya pun menimpali, "Mamaku bilang dia adalah anak yang dilahirkan entah dengan pria yang mana. Mama juga menyuruhku untuk tidak bermain dengan anak haram seperti dia."

"Kita tentu tidak akan bermain bersamanya."

Perlahan-lahan, Rong Si mencoba bangun dari tanah. Bocah laki-laki itu ingin memungut botol air plastik dan kaleng-kaleng yang berserakan, tetapi saat mengulurkan tangannya, anak yang tinggi itu segera menginjak tangannya.

Rong Si pun kesakitan. Ia ingin menarik tanggannya, injakan anak tinggi itu tidak melonggar, bahkan menjadi semakin kuat.

Rasa sakit yang tajam terasa dari tangan Rong Si. Akhirnya, ia pun melakukan perlawanan dengan menggigit kaki anak yang tinggi itu. Rong Si menggigit dengan kuat, ia mengangkat kepalanya, tatapannya penuh dengan kebencian dan rasa tidak mau kalah. 

Anak yang tinggi itu pun langsung meraung kesakitan, dengan marah ia berkata, "Kamu berani menggigit aku? Semuanya, ayo kita pukul!"

Ketiga anak lainnya pun segera maju dan mulai meninju, menendang, dan memukul Rong Si.

Melihat semua itu, amarah pun membara di hati Su Jiu.

'Anak-anak itu.. mereka jahat sekali! Mereka begitu banyak… padahal lawannya hanya satu orang. Apa mereka tidak takut akan terjadi kecelakaan yang tak termaafkan?'

Rong Si tidak dapat menghindar, tubuhnya yang kurus dan kecil juga tidak bisa menjadi lawan mereka yang lebih besar. Ia hanya bisa meringkuk, berusaha menghalau tendangan dan pukulan dengan kedua tangan di atas kepalanya.

Rong Si menahan rasa sakit dari tinjuan dan tendangan itu dengan menggigit bibirnya kuat-kuat. Walaupun badannya terasa sangat sakit, tetapi ia bahkan tidak menangis.

Sejak dulu, Rong Si selalu mengalami hal seperti itu. Ia sudah terbiasa.

Anak yang tinggi itu pun membentak, "Pukul! Pukul dia yang kuat! Berani-beraninya dia menggigit kakiku! Cepat pukul!"

"Hei!"

Sebuah suara yang imut terdengar di tengah pertarungan itu. Anak-anak yang sedang mengeroyok Rong Si pun menghentikan gerakan mereka dan mengalihkan pandangan ke sumber suara sambil mengerutkan alis mata.

Seorang anak perempuan berusia tiga atau empat tahun muncul di hadapan mereka, alisnya yang kecil itu tampak mengerut dengan erat, matanya melotot seolah penuh dengan api. Di belakang gadis kecil itu, ada seorang pria dewasa. Meskipun begitu, anak-anak itu tidak takut. Bahkan kalau yang muncul itu adalah orang tua Rong Si, mereka tetap tidak takut.