(Perview Chapter Sebelumnya)
"Kamu adalah satu-satunya sosok yang merubah diriku, aku mencintaimu, Haruka."
"Terimakasih." Hanya itu yang keluar dari bibir kecil Haru sebelum ia kembali membalikan badannya dan membenamkan wajahnya di pelukan Akiyama, "Haru bahagia, terimakasih."
"Meski kamu berkata seperti itu, aku masih belum puas, aku akan selalu dan selalu membahagiakanmu, sampai akhirnya aku mati, aku akan selalu membuatmu bahagia, Haru."
***
Hari berganti Hari, di bulan april ini benar-benar memiliki suasana yang cukup hangat. Orang-orang beraktivitas seperti biasanya, begitupula dengan sepasang.. sepasang.. tuan dan pelayan mungkin, entahlah tak ada yang tau apa hubungan antara Haru dan Akiyama. Namun saat ini mereka melakukan aktivitas pagi hari mereka seperti biasanya. Benar sekali, duduk di taman yang indah, melihat bunga sakura yang sudah bermekaran. Di kedua pipi Haru terlihat noda merah muda, bukan karena perona pipi, namun itu adalah fenomena alami, ketika seseorang merasa sesuatu, baik malu, bahagia, ataupun marah. Saat ini Haru sedang merasa senang karena ia bisa menghabiskan waktu bersama Akiyama untuk beberapa hari lagi.
Sampai pada akhirnya, sesuatu yang mereka takutkan malah terjadi ditengah kebahagiaan mereka berdua. "Haru?" Akiyama mencubit pelan pipi Haru karena tiba-tiba ia menatap ke depan dengan tatapan kosong. "Haru?" Ia kembali mengulangi panggilan yang sama, namun tetap saja, sosok Haru kini seperti tak memiliki jiwa lagi. Akiyama mencoba untuk tetap tenang, mencoba membangunkan Haru yang masuh duduk dengan tatapan kosongnya. "Aku... siapa... Terimakasih... Makanan... Master... Lagu... Memasak... Misi.."
Bibir kecilnya mengeluarkan suara yang khas namun seolah-olah itu hanyalah kilas balik dari memori yang dimiliki olehnya. "Haru, bertahanlah, kau pasti bisa, kembalilah!" Merasa ini semua sia-sia, akhirnya Akiyama segera menggendong Haru yang masih saja mengeluarkan kata-kata tanpa ekspresi. "Belajar.. Mandi.. Tidur.. Bersama.. Ha..ru..ka.. A...ki..ya..ma.." Ucapannya semakin tidak jelas, suaranya sudah seperti suara dari alat komunikasi yang rusak. Namun Akiyama mengabaikan itu dan tetap berlari menuju mobilnya yang terparkir rapi di tepi taman.
"Bertahanlah, Haru!" Semakin lama Akiyama merasa semakin panik karena Haru semakin tidak jelas, terkadang ia mengeluarkan suara seolah-olah ia tengah menjerit namun tanpa ekspresi. "Bertahan.."
"Benar, bertahanlah, kembalilah!"
"Kembali.. pelukan.. Master.." Mendengar itu, Akiyama merasa sedikit lega, sepertinya Haru masih bisa kembali karena ia masih memiliki sedikit kesadaran, "Apa... Terjadi.. Master..?"
"kau kembali, Haru?" Haru hanya memiringkan kepalanya, tak sadar kalau sesuatu berubah pada dirinya itu. "Aku tak tau apa yang terjadi pada dirimu, namun kamu tiba-tiba berbicara aneh, seolah-olah ada suatu kerusakan pada sistemmu, tapi tenang, aku akan membawamu pada Ayahku." Akiyama menghentikan mobilnya ketika ia sudah berada di gedung yang mana itu adalah tempat Tanaka Kakuro atau ayah dari Akiyama bekerja. "Kau bisa berjalan?" Menunggu jawaban dari Haru, namun ia tak memberikan respon, dalam pikiran yang masih tersisa Haru bertanya-tanya, 'Apa yang terjadi padaku? Mengapa aku lupa.. lupa. apa yang harus kukatakan untuk menjawab master..?' Ia benar-benar tak mengerti apa yang terjadi, Bibir Haru tiba-tiba sedikit melebar, senyuman, bukan senyuman lembut yang selalu ditunjukan olehnya. Namun senyuman kepuasan, senyuman kebengisan yang benar-benar asing di bibir Haru.
"Master, Selama ini Haru selalu menahannya." Tiba-tiba bibirnya mengatakan hal yang sulit dimengerti. "Apa maksudmu, Haru? Ah, mumpung kamu masih bisa berjalan, ayo cepat, kita harus segera menuju Ayah."
Akiyama mencoba menarik tangan Haru, meskipun sebenarnya ia merasakan perbedaan pada gadisnya itu, "Haru?" Ia mencoba memancingnya, 'Siapa dia, aku yakin dia bukan Haru.' Batinnya yang mulai curiga. "Master, Haru sudah muak dengan semua permainanmu."
"Apa maksudmu? Ini adalah kali pertamanya aku mendengar kata-kata seperti itu darimu, Haru." Akiyama melepaskan genggaman tangannya dan menatap Haru dengan tatapan penuh kecurigaan. "Karena itu, Tugas Haru berubah, dari melayani Master, menjadi menghabisi MASTER!!!"
"Sudah ku duga!"
BUAGH!
Haru tiba-tiba melayangkan sebuah pukulan pada wajah Akiyama, namun dengan gesitnya ia menahan serangan mendadak itu. "Siapa kau?! Berani-beraninya mempermainkan Haru!" Akiyama menepis kepalan tangan itu, mencoba untuk tidak melukai Haru, meskipun ia tau kalau yang berada di hadapannya ini bukanlah sepenuhnya Haru. "Heh, apa maksudmu, Master? Haru hanyalah Haru, bukan siapa-siapa!"
"Haru yang selalu bersamaku selama ini, Haru yang selalu menemaniku takkan mungkin mencoba membunuhku." Semua orang menatap mereka berdua, seolah-olah heran, heran mengapa Akiyama dan Haruka yang selama ini mereka kenal sebagai pasangan yang sangat serasi tiba-tiba bertarung dihadapan umum. "Siapapun, tolong panggilkan ayahku dan bawakan alat pelumpuh AI."
"Apa yang sebenarnya terjadi, Tuan muda?"
"Haru dikendalikan, kita harus segera melumpuhkannya sebelum ia melakukan hal yang buruk." Jelas Akiyama, Tak jauh dari tempat itu, terlihat sosok gadis lain yang mana itu adalah Rika, ia berlari mendekati mereka berdua karena merasakan sesuatu yang janggal terjadi. "Tuan Akiyama, apa yang terjadi? Aku merasakan kalau sinyal kehidupan kakak Haru melemah!"
"Dia dikendalikan, hanya itu yang bisa kukatakan!"
Akiyama bersiap menerima serangan susulan dari Haru, "Bagaimana mungkin..?" Rika tidak percaya, "Rika menjauhlah! Aku tak mau kalau aku harus kehilangan dirimu juga!"
Dalam pertarungan itu Akiyama menundukan kepalanya, merasa kalau sosok yang ia cintai telah tiada dan tak bisa ditolong lagi, "Tuan.."
"Satu-satunya cara untuk menolong Haru.. hanyalah melepaskannya."
Semua orang yang menyaksikan itu tak mengerti dan tak berani berbicara. "Aku minta maaf, Aku mencintaimu, Haru." Akiyama tersenyum pilu dengan air mata yang mengalir di pipi nya, ia menahan semua serangan Haru dengan mudah. 'Ini saatnya, selamat tinggal.'
'Master.. Haru ingin memeluk master.. namun Haru tidak bisa kembali, tubuh Haru bergerak sendiri, master benar, membunuh Haru adalah jalan terbaik."
Ketika Akiyama hendak mengambil sebuah pisau yang ada di tas kecilnya, Haru tiba-tiba tak bergerak lagi. "Haru?"
Bersambung