"Waah.. Jadi begini rasanya menginjakan kaki di atas salju, dingin.." Haru membuka sepatunya yang mana seharusnya dia tak boleh melakukan itu. Melihatnya, dengan penuh kecemasan Akiyama berlari kecil ke arah Haru dan menegurnya. Haru tak tau bahaya nya menginjakan kaki secara langsung pada salju yang sangat dingin itu. "Hehe, maaf master." Singkatnya dengan senyuman seraya memakai kembali sepatu boots nya.
Melihat Haru yang semakin riang, Akiyama merasa senang dan lebih lega. Biasanya, Haru akan bersikap ceria ketika ia berdekatan dnegan Akiyama, dia akan menjadi dingin ketika berada dalam jarak lebih dari 7 meter dari Akiyama. Namun kali ini Akiyama melihat dengan mata kepalanya sendiri. Dia bisa melihat senyuman lebar Haru ketika ia bermain main dengan salju yang berada di tangan nya. "Salju.. Ya, rasanya tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya ya." Dia menatap langit sembari membayangkan dirinya yang sebelum bertemu dengan Haru.
*Terlihat bayangan Akiyama yang melamun di depan pagar rumahnya
"Benar juga ya, waktu itu berbeda."
Lagi lagi bayangan itu muncul, bayangan ketika dimana ia berdiri dengan sebuah bola di tangannya. Waktu itu Akiyama masih berusia 8 tahunan, sekitar 10 tahun yang lalu. Sejak dulu Akiyama tidak pernah berbaur dengan manusia di luar sana. Dia benar benar tertutup, sampai pada saatnya dia melihat aksi seorang Sniper yang menurutnya sangat mengesankan. Disanalah dia tertarik menjadi seorang sniper.
Meski begitu, dia yang masih kecil itu belum memiliki keberanian untuk meminta ayahnya untuk memasukannya ke akademi. Sampailah pada Akiyama yang berusia 10 tahun, akhirnya setelah mengumpulkan keberanian yang cukup, akhirnya Akiyama bisa meminta tolong pada ayahnya, meminta tolong untuk mendaftarkannya ke akademi yang sudah menjadi bintang kota ini.
Kembali pada masa sekarang.
Haru melihat Akiyama yang melamun itu. Sepertinya Haru merasa terabaikan sehingga dengan 1000 cara dia mencoba mencari perhatian dari majikannya itu. Berpura pura jatuh, melempari Akiyama dengan bola salju dan berbagai cara sudah ia kerahkan. Namun hasilnya tetap nihil, barulah Akiyama tersadar dari lamunannya saat Haru berteriak, "MASTEER!!" Wajahnya sedikit memerah karena kesal. "Eh?" Kagetnya. Dia baru sadar kalau dirinya terlarut dalam kenangan kelamnya itu. "Maaf Haru, sepertinya aku terlalu keasyikan." Akiyama berjongkok dan mengumpulkan butiran salju itu sehingga membentuk sebuah lingkaran bulat, benar, dia membuat bola salju.
"Kau tau, Haru, kau melempari kepala ku dengan bola salju yang kau buat, dan tentu saja itu menyakitkan." Ujarnya tanpa menghapus senyumannya. Biasanya Akiyama sangat jarang tersenyum karena memang, memang, kepada siapa dia akan tersenyum? Sebelum ada Haru di sisinya, Akiyama hanyalah seorang penembak jitu yang memiliki keinginan menjadi kuat dan semakin kuat. "Eh? M-ma-master, salju nya mau diapain?" Melihat seringai jahat dari Akiyama, lantas Haru mundur perlahan.
"Menurutmu..?"
"Ehehe... Ma-master kan orang baik.. Iya kan?... Jadi.. Jadi Master gak bakalan lemparin bola itu pada Haru kan..?" Sambil mundur beberapa langkah, Wajah Haru berubah menjadi memelas. Namun Akiyama tak peduli dengan itu dan tetap melemparkan bola salju yang ia buat ke arah tubuh kecil Haru.
>Sementara itu di Markas besar Perlindungan dan Penghancuran AI
"Organisasi berbahaya sudah mulai bergerak, Anti AI Origanization yang konon diketuai oleh seorang pria yang berasal dari Jakarta, Mereka menciptakan senjata biologis yang cukup berbahaya, senjata Biologis yang sempat dibocorkan ke publik antara lain, Aqua, Fulgur, Ventus, Ignis dan Terra."
Di meja rapat itu ketegangan terjadi ketika sang ketua memperlihatkan beberapa penampakan senjata Biologis yang tengah membuat keonaran. Setelah semuanya terdiam, seorang wanita berusia 25 tahunan dengan kacamata itu mengangkat tangan nya dan berdiri. "Apakah pihak pemerintahan Indonesia, tepatnya Jakarta mengetahui ini? Seharusnya negara itu tidak melarang peredaran AI di negaranya."
"Sebenarnya, Presiden dari negara Indonesia melegalkan AI tinggal di negara Indonesia dengan syarat tidak melakukan invasi, dengan kata lain, Organisasi yang dipimpin oleh penduduk indonesia itu adalah organisasi yang Ilegal." Jawab sang ketua. "Aneh, Apakah pemerintah sudah turun tangan?"
"Beberapa hari lalu, Presiden negara Indonesia mendatangi kantor pusat Perlindungan AI, Beliau sudah menjelaskan semuanya, bahkan menurut beliau, para Tentara sudah turun tangan dan menjaga ketat negara itu sehingga Organisasi Ilegal bernama A.A Origanization itu tidak dapat berbuat seenaknya."
Semuanya terdiam, jika memang Organisasi itu berasal dari negara Indonesia, lantas mengapa mereka sangat menginginkan kehancuran AI yang seharusnya AI adalah bukti kemajuan dunia. "Intinya, Kita dan Negara Indonesia akan bekerja sama menanggulangi Krisis ini, ada yang keberatan?" Tidak ada yang menjawab, dengan kata lain semuanya setuju.
"Baik, Rapat kali ini sampai disini saja, untuk selanjutnya, Kita akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencegah kehancuran." Semua layar hologram yang ada di depan setiap individu itu kini lenyap dan menyisakan cahaya biru redup. Namun tak lama kemudian cahaya biru itu digantikan dengan cahaya yang terang yang menandakan rapat telah berakhir. Sang ketua terdiam dalam duduknya seraya bergumam, "Anti AI Organization, Kalian takkan bisa berbuat seenaknya."
Beralih pada wanita bekacamata bernama Asuka, dia berjalan seraya menundukan wajahnya sedikit, 'Meski begitu, ada 1 hal yang mengganjal, mengapa mereka bisa tau kalau ketua organisasi ini berasal dari Jakarta, jika memang presiden yang memberitahu, mengapa mereka tidak langsung memburunya? Pertanyaan ini benar benar membingungkan.' Batinnya.
>kembali pada Haru dan Akiyama yang kini sedang berada di bawah Kotatsu yang hangat.
Haru mengupas kulit jeruk yang berwarna Oranye itu. Minggu ini Akiyama sedang libur bulanan. Dalam 1 bulan, dia akan mendapatkan libur 1 minggu seperti saat ini. Jika dulu dia menghabiskan waktu liburnya dengan tidur seharian, mungkin kini berbeda, dia terus memandangi wajah Haru yang tersenyum sambil mengupas kulit jeruk. "Tatapan master semakin lama malah semakin mengerikan, Master, sebenarnya apa yang ada dipikiran master?" Tanya Haru sambil membagi 2 jeruknya. "Kau saja yang ngeres."
Mereka tertawa kecil, Karena merasa jauh, Akhirnya Haru berpindah ke samping Akiyama, kulit putih bersihnya bersentuhan dengan jaket abu abu milik Akiyama. "Master, mumpung di bawah Kotatsu, bukannya lebih nyaman Master membuka jaketnya dan memakai kaus? Biar Haru ambilkan ya?" Haru bediri untuk pergi ke kamar mereka. Haru memaksa Akiyama untuk tidur dengan kasur dan kamar yang sama karena menurutnya dia terlalu dini untuk tidur sendirian.
Meski awlanya Akiyama menolak, namun akhirnya dengan keberatan (sebenarnya senang hati) dia menerima nya.
Namun ketika ia melangkahkan kaki nya, tangan kecil Haru tiba tiba ditahan oleh Akiyama. Dia menariknya ke pelukan hangatnya. "Kau tak perlu susah susah, habisnya dibalik Sweater ini aku memakai kaus." Ujarnya sambil melepaskan gadisnya yang baru saja ia dekap. Akiyama memiliki kebiasaan aneh, dia sangat menyukai aroma rambut Haru sehingga jika ada kesempatan ia akan membenamkan wajahnya pada pucuk kepala Haru.
Ia melepaskan Sweater yang selalh menemaninya sehingga menyisakan kaus hitam dengan tangan pendek sehingga terlihat tangan Akiyama yang cukup terbentuk itu.
Bersambung