Chereads / Sudut Pandang / Chapter 3 - Alam Langit

Chapter 3 - Alam Langit

Kerajaan Langit ....

Setelah Guntur memutuskan untuk turut terjun ke bumi bersama Aurora, kini raja yang memerintah langit diserahkan pada Raja Petir pemilik segala kilatan cahaya dan sambaran di langit utara.

Dia adalah sepupu dari Guntur yang sengaja ditunjuk para pengikut Guntur yang membelot sesaat setelah Guntur dianggap tidak lagi perduli pada pasukannya.

Kondisi di langit sedang tidak baik, berbagai perdebatan timbul akibat terbelahnya pasukan. Antara pendukung Guntur dan Petir, kian memanas setiap harinya.

Seketika alam langit menjadi ricuh, pasukan petir dan guntur saling menyerang di aula pertemuan demi memastikan siapa yang sesungguhnya akan berkuasa di alam langit ketika Guntur sudah kembali.

"Pemimpinmu itu seorang pecundang! Makanya kenapa ia lebih memilih menyusul seorang wanita ketimbang memimpin kalian yang kini bagaikan anak ayam tanpa induk!"

Teriakan kurang ajar itu menarik emosi para kawanan pasukan Guntur.

Perkelahian tak dapat lagi terhindari. Hingga kilatan petir dan guntur saling bersahutan tanpa mendung terlebih dahulu. Bahkan kondisi langit masih terbilang dalam pancaran cahaya yang cerah.

" Lapor Paduka! Mereka berkelahi lagi!"

Seorang punggawa tergopoh berlutut di hadapan tuannya yang masih tenang menikmati hidangan suguhan para dayang pilihan.

Wajahnya tersenyum licik, menyesap sebutir anggur yang seketika meleleh di atas bibirnya.

"Katakan pada pasukanku, lenyapkan saja mereka hingga tak tersisa."

"Mereka?" Punggawa itu ragu.

"Pasukan guntur itu."

"Tapi jika guntur lenyap, kestabilan langit akan terganggu, Paduka."

"Apa peduliku?! Suara mereka hanya menjadi mengganggu bagi manusia di bumi! Sedangkan aku, menjadi sumber kilatan cahaya penerang ketika malam."

Petir adalah kilatan cahaya membentuk akar cakar di langit. Jauh langkahnya bisa menembus ribuan mil perdetik.

Namun, dia pula memiliki kecenderungan akan menyambar bagi mereka siapa saja yang memiliki daya tarik listrik terlalu tinggi hingga mengakibatkan kematian.

Jadi siapa dalang sebenarnya yang membuat kisruh tersambarnya pohon yang menyebabkan kebarakan di sana-sini? Siapa pula penyebab utama terpanggangnya tubuh manusia yang baru saja terkikat cahaya langit? Petirlah pelaku utamanya.

Namun, para pasukan langit itu bukan melesatkan panah mereka tanpa alasan, hanya para penantang aturan langit saja yang melahap akibatnya.

Dewa Astro masih setia sebagai pengatur ketentraman alam langit dengan berbagai bintang zodiak itu saling memutar kincir ramalan. Bintang meran dan biru itu semakin mendekat, mereka adalah lambang Aurora dan Guntur.

Meski pada mulanya Dewa Astro adalah pengikut Kaisar Langit, tapi nampaknya ia salah satu orang beruntung yang masih dipertahankan Raja Petir di tempat ini.

Derap bunyi sepatu berlapis baja itu terdengar, menarik perhatian laki-laki berkepala plontos itu untuk menoleh ke arahnya.

"Raja Petir." Dia rengkuh.

"Apa yang terjadi dengan kedua bintang itu?"

Dewa Astro menarik nafas panjang. "Kedua bintang itu adalah lambang dari Dewi Aurora dan Dewa Guntur. Mereka di dunia sudah dipertemukan tandir langit."

"Siapa yang menyuruhmu untuk mempertemukan mereka berdua?"

"Maaf, Paduka. Hamba tidak dengan sengaja mempertemukan mereka. Hanya saja garis keduanya memang sudah ditakdirkan untuk bertemu."

"Hahaha! Biarkan saja. Takdir Guntur adalah lenyap di tangan seorang Dewi.  Kenapa pula aku harus mengkhawatirkannya?"

"Tapi ...."

"Tapi apa?"

"Ampun paduka. Mengingat pasukan guntur baru saja anda kepung dan lenyapkan, ada beberapa dari mereka pula yang berhasil melarikan diri. Tidak menutup kemungkinan diantaranya akan turun ke bumi demi membunuh sang putri dari Dewi Mustika Emas demi melindungi Dewa Guntur untuk menuntut balas dengan anda."

Petir berpaling ke arah sekumpulan bintang yang memutar itu. Kedua tangannya saling terikat bersembunyi di balik punggung, ucapan itu seolah mengingatkan ancaman terbesar bagi dirinya.

"Kamu benar, Dewa Astro. Sepertinya aku harus mengutus seseorang untuk melindungi Aurora di bumi."

Dewa Astro tersenyum sambil mengangguk seiring dengan tangannya nyaman mengelus jenggot terjuntai hingga ke lutut. Aneh memang, disaat kepalanya plontos, justru janggut itu terurus dengan baik.

Satu rencana telah akan dengan mudah dijalankan. Dewi Aurora harus selamat, membalaskan dendam yang selama ini ditahan dengan baik.

Kelahiran Guntur dan Aurora di bumi itu berlangsung setelah seratus tahun keduanya turun ke bumi. Dalam artian satu tahun di langit.

Kini, di era yang tidak lagi kolosal itu, bahkan beberapa wanita penghuni langit yang pergi secara diam-diam ke bumi, mereka mengikuti trend fashion supaya tidak ketinggalan jaman.

"Pakaian apa itu?" tanya Raja Petir ketika melihat permaisurinya hendak tertidur di kamar mereka.

"Ini piyama."

"Piyama? Apa itu?"

"Baju khusus untuk tidur," jawab istrinya enteng menyisir rambut dengan sisir emas di tangan. Sesaat ia lilitkan rambut itu pada beberapa buah roll rambut.

"Dari mana kau dapatkan semua barang-barang ini?"

Permaisuri menghela nafas, "dari bumi. Mereka dengan senang hati mengenakannya."

"Apa? Siapa yang dengan berani tanpa ijin pergi ke bumi?" Kedua alisnya terangkat sempurna. Ia bersiap untuk marah pada istrinya.

"Wahai sang raja. Anda tidak dapat memungkirinya bahwa semua gaya pakaian kami ini sudah usang. Sudah waktunya ada sistem upgrade untuk kostum yang kami menakan." Enteng ia menarik selimut berbahan sutra menutupi tubuhnya.

"Upgrade? Kenapa bahasa kau begitu berbeda? Aku tanya, siapa yang turun ke bumi tanpa ijin dariku?"

"Ketujuh warna itu. Mereka yang mengajakku untuk turun ke bumi."

"Kau sendiri turun ke bumi?!"

"Ya, dan keadaan di sana sangat tenang, damai, bahkan tak kudapati kehebohan perselisihan antara saudara. Bumi itu sangat tenang."

"Aku melarangmu untuk kembali turun ke sana."

"Kenapa seperti itu?"

"Bumi hanya dunia fana. Jika kau terus pergi ke bumi, maka kau akan memiliki keterikatan nafsu dunia dan enggan untuk kembali ke alam langit."

"Kalau begitu, aku lompat ke lorong pemisah bumi dan langit saja."

"Lancang! Kau tahu? Orang-orang yang hidup di dunia fana itu memiliki keterkaitan dengan beberapa unsur yang sulit dihindari. Termasuk tua dan keriput."

"Kulihat mereka senang saja menghadapinya."

"Pelangi! Kenapa kau lancang sekali?"

"Hem, berisik sekali. Aku pun masih di sini, tidak jadi pergi kan?" Mengerutkan wajahnya sebal. "Padahal beberapa hari mendatang aku mau mengikuti acara PEMENTASAN LEKUK TUBUH," gumamnya.

"PELANGI!"

...

Bumi ....

Arumi menunggu Nona Aila dari ruang studio rekaman gadis itu. Mencoba untuk mengusulkan gambar ke dua demi untuk menghindari kejadian berbahaya itu.

Akhirnya senyumnya mengembang, ia berdiri setelah beberapa jam menunggu sambil mengetuk-ketukan jarinya di atas meja.

Sesaat Nona Aila menandatangani sesuatu sebelum akhirnya melambaikan tangan ke arah Arumi yang juga tersenyum menyambut.

"Bagaimana kainnya? Sudah dipotong?"

"Emh, sebenarnya saya ingin mengajukan gambar yang baru." Ragu, Aurora memperlihatkan deretan gambar miliknya.

Keduanya duduk pada sofa berbahan beludru halus mrnghangatkan tubuh disaat hujan di luar menyebabkan suasana dingin.

"Kenapa? Apa ada masalah?"

"Begini, ini berkaitan ... karena menurut saya model itu kurang cocok untuk anda."

"Apa maksudmu? Bukankah sejak awal kamu sendiri yang memilihkan model pakaian itu untuk saya?"

"Emh, jadi gini. Maksud saya, tubuh anda terlalu bagus untuk dibiarkan tertutup. Jadi saya berencana membuatkan anda gaun yang lebih modis dan cantik, sehingga membuat lekuk tubuh anda menjadi lebih indah untuk dipandang mata. Bahannya juga mungkin bisa diganti dengan yang lain, supaya lebih elegant dipandang mata."

"Seperti apa maksudmu?"

"Short dress misanya?"

"Short dress? Kamu menyarankan saya untuk mengenakan short dress? Kamu tahu sendiri jika saya paling anti dengan model pakaian seperti itu? Bagi saja, lebih baik memamerkan dada daripada bagian bawah kaki saya. Kamu tahu sendiri sebelah betis saya cacat?"

Menunjukan bekas luka operasi akibat terbakar hebat saat terjadi kebakaran di rumahnya dulu.

"Justru ini maksud saya. Karier anda sedang baik, banyak juga yang merasa iri pada diri anda. Percayalah, di panggung nanti akan banyak sekali lilin dan menyebabkan kebakaran hingga tubuh anda terbakar. Percayalah, Nona. Saya melihatnya!"

"Apa?!"

***

Next ....