"Eh, saya sendiri tidak tahu apa yang mendorong untuk datang ke sini. Membantumu untuk terlihat natural pada saat suster itu mendelik padamu, saya tidak tahu semua itu. Tiba-tiba alasan gila yang terlontar berputar begitu saja dalam otak. Hanya sebatas ini, jangan berharap lebih."
Arumi tersenyum, ia berlalu dengan raut wajah tercantik yang pernah ia tunjukan seumur hidupnya.
Guntur tertegun, matanya tak berkedip tetap membiarkan senyum itu menghiasi pandangan di kelopak matanya. Uh, Perlahan menutup, seiring dengan senyum terukir serta kedua tangannya merentang membayangkan Arumi berada dalam pelukannya.
"Dewi Aurora!" dengus Lalula ia keluar dari wujud gelang itu, melesat menghilang menyusul kepergian Arumi.
"Hey, kamu mau apa?!" Segera Guntur berusaha mengejar.
...
Di pelataran parkir itu, tangannya sudah siap menyentuh mobil untuk membuka dan masuk ke dalamnya. Laluna mewujud menjadi manusia bergaun putih menodongkan keris kebanggaannya tepat pada tenggorokan Arumi.
Gadis itu terkesiap, kedua matanya melotot dengan tangan terangkat. Ia menyender pada mobil itu, teramat menempel.
Trang!
Keris itu jatuh terkibas kujang emas bermata rubi dalam genggaman seorang pemuda tampan berbalut pakaian formal khas bodyguard.
"Siluman Elang?!" dengus Laluna berlalu.
Arumi ternganga. Siluman Elang? Makhluk apa itu? Beberapa bisikan anak-anak ayam warna-warni itu biasa dijajakan di pinggiran gerbang menuju gerbang rumah sakit.
Anak ayam itu saling bercicit, mereka ketakutan atas kehadiran orang yang tadi disebut sebagai Siluman Elang.
"Ada elang, semuanya ayo kita bersembunyi," seru para anak ayam yang Arumi dengar itu.
Elang? Malah sosok di hadapannya terlalu tampan untuk dikatakan siluman. Hanya saja bau yang tercium memang demikian. Namun, ini agak bersahabat dengan hidung Arumi.
"Nona?" Pemuda itu rengkuh, ia sangat hormat.
Arumi masih ternganga, ia tak tahu makhluk apa sebenarnya yang ada di hadapannya ini.
"Kamu?"
"Saya, Elang. Bodyguard Nona."
"Bodyguard? Siapa yang menyuruhmu?"
"Saya, Nona."
"Nina?" Arumi memicingkan matanya. Asisten pribadinya itu entah sejak kapan miliki perhatian lebih seperti ini.
"Saya sengaja menjadikan dia penjaga buat anda. Karena ... saya pikir sudah saatnya seorang pengawal mengawasi putri bangsawan yang terkadang memiliki halusinasi tinggi."
"Halusinasi?"
"Ya, akhir-akhir ini anda membuat saya khawatir, Nona. Suara rayap, bunga-bunga menangis, cicak saling bergosip. Bahkan yang terakhir mengemukakan hal yang tidak masuk di akal. Ayolah, Nona. Saya rasa anda sudah saatnya pergi ke psikiater."
"Psikiater? Kamu bilang saya gila?"
"Tidak, bukan begitu. Mungkin sedikit ada masalah dengan mentalmu, Nona."
Ck, Arumi masuk ke dalam mobilnya merasa sebal. Ayolah, seandainya Nina bukan asisten yang direkomendasikan papanya yang seorang Wali Kota itu, mungkin gadis itu tak akan bertahan sampai sekarang. Pasalnya, terkadang Nina terlalu ikut campur mengenai urusan pribadinya.
Mobil itu terus mengikuti Arumi dari belakang. Sebenarnya ia memang Siluman Elang yang dulu pada masa di alam langit pernah diselamatkan Dewi Aurora, hanya saja berada di alam manusia sedikitnya sudah membuat dirinya melupakan segala apa yang ada di kehidupan sebelumnya.
Entah sejak kapan pula ternyata Nina sudah duduk di jok belakang dan nyaris membuat Arumi melompat pada saat mengetahui keberadaan Nina pada layar kaca spion di hadapannya.
"Sejak kapan kamu di situ?"
"Sejak Nona hanya terdiam sebelum tadi masuk." Gadis itu nyengir, menampilkan deretan gigi yang rapih.
"Untuk apa kamu susah-susah menyewakan seorang bodyguard buat saya? Ini akan menghambat segalanya. Langkah saya tidak akan bebas, Nina."
"Saya hanya mengikuti saran Pak Bos. Beliau tidak ingin terjadi apa-apa dengan anda." Gadis itu tak perduli, tetap mengatur berbagai jadwal kegiatan Arumi pada layar tab dalam genggamannya.
"Iya, tapi tidak seperti ini."
Nina seolah tak perduli jika posisinya saat ini layak tengah membalikkan keadaan membuat majikannya justru berperan sebagai sopir pribadi.
"Nona, dua tahun ini sangat rumit. Anda tahu kemampuan seperti apa yang ada pada diri anda?" Nina condong untuk memperjelas ucapannya.
"Kemampuan?"
"Tidak semua orang mampu mendengar tangisan bunga, mimpi masa depan, mengerti suara binatang dan lain sebagainya. Hanya anda. Bahkan mencium adanya makhluk lain yang hadir di samping anda pun tidak semua orang mampu."
Benarkah?
Sesaat Arumi berpikir. Mungkin hal itu juga yang membuat para karyawannya terkadang merasa risi dan heran dengan setiap apa yang Arumi katakan itu tidak masuk akal sama sekali.
Sret!
Mobil itu melipir dan berhenti tepat di sisi jalan. Merenungi setiap apa yang terjadi padanya. Merasa hati itu begitu tertarik untuk pergi ke rumah sakit, padahal sejak awal dirinya tak pernah memperdulikan Guntur sama sekali.
"Makhluk apa sebenarnya dirimu?" Akhirnya pertanyaan itu muncul dengan sorot mata tajam penuh intimidasi.
"Seperti apa yang anda lihat, saya makhluk yang sama seperti anda."
Arumi menarik napas panjang, tentu Nina pun adalah makhluk dengan wujud yang sama seperti dirinya. Hanya saja, entah jenis apa itu. Antara Elang dan Nina memang mungkin memiliki kesamaan, bisa saja keduanya adalah penjaga Arumi yang memang sudah ditugaskan alam langit untuk melindungi gadis itu.
Pendengaran Arumi tiba-tiba mendengar ada sesuatu yang mendesis di balik jok mobil yang ia tumpangi. Bau itu, tak ada bedanya dengan apa yang ia cium pada saat meraih sebuah gelang milik Guntur.
Sekelebat putih muncul nyaris mematuk area leher jika saja Elang tidak langsung mencengkeram makhluk itu. Arumi terperanjat, berbeda dengan Nina yang justru tampak biasa saja.
"A ... apa ini?"
Kedua mata Arumi berkedip cepat. Kedua kalinya Elang menyelamatkan dia dengan cara yang tak biasa.
"Apa kalian berdua hantu?"
Nina segera menarik Arumi untuk pindah ke kursi belakang entah bagaimana prosesnya hingga tubuh itu terjungkil dengan sendirinya.
Gadis yang semula tampak polos itu tiba-tiba berubah menjadi sosok berbeda yang lebih berwibawa mengemudi kendaraan setelah entah kemana Elang dan ular itu perginya.
"Saya benar-benar tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Ada apa dengan saya? Dengan kalian? Ada apa sebenarnya?"
Dari depan sambil tetap mengemudi mobil itu, Nina menunjukan sebuah lencana berbahan kayu gaharu dengan sebuah lambang kerajaan entah apa pula itu namanya.
"Kami tim rahasia yang langsung diutus alam langit untuk melindungi anda, Nona. Mulai sekarang, jangan pernah perdulikan orang lain, makhluk lain atau apapun itu yang mengundang curiga khalayak ramai."
"Tapi ...."
"Anda seorang Dewi. Keberadaan anda sedang terancam saat ini."
"Ck, akh. Apa lagi ini? Saya benar-benar tidak mengerti dengan apa yang kamu katakan. Coba jelaskan lebih detile lagi."
...
Ketiganya sudah saling berhadapan pada hamparan luas indahnya padang savana. Hijau yang melintang itu seakan membuat semua pandangan terasa segar dilihat.
Nina dan Elang tampak sudah beralih penampilan mereka. Menggunakan jubah sesuai dengan pangkat masing-masing. Arumi sendiri, ia masih mengenakan pakaian yang ia pakai sebelum pingsan tadi dalam mobil.
Di mana ini? Arumi membuka matanya kondisi tubuh dia tengah dalam keadaan duduk bersila. Padang savana yang luas dan indah. Namun, ini bukan merupakan dataran rendah sebagaimana mestinya. Selain ....
Puncak gunung?
Sulit dipercaya jika puncak gunung yang tinggi bisa memiliki padang rumput seluas ini. Ah, mungkin ini mimpi atau bahkan mungkin halusinasi.
"Ini di mana?" tanya Arumi pada kedua orang yang tampak asing itu.
"Ini Puncak Savana, jalan lain menuju alam Nirwana."
Arumi mengerutkan dahinya. Sementara kedua orang yang kini tengah berada di hadapannya menunjukan sesuatu dari kibasan tangan itu. Ada setitik cahaya yang kemudian semakin mengembang hingga membentuk sebidang layar menunjukan beberapa adegan yang ia tidak kenal sebelumnya.
"Itu ...." Arumi menunjuk sesuatu.
"Itu Kaisar Langit. Dan gadis kec dalam pangkuannya, adalah Putri Aurora."
"Putri Aurora?"
"Itu anda semasa kecil di alam langit, Nona."
"Alam Langit?"
"Ya, anda adalah reinkarnasi dari Dewi Aurora yang ...."
Ucapan itu seketika terhenti dengan sesuatu yang sangat Arumi kenal suara siapa itu.
***
Next ....