Chereads / Penakluk Hati Sulaiman / Chapter 3 - Persaingan Kakak Dan Adik

Chapter 3 - Persaingan Kakak Dan Adik

"Nggak Kak! Kakak nggak boleh nikah dengannya! Dia playboy dan salah satu wanita yang jadi mangsanya adalah aku sendiri. Bukan sekedar playboy tapi dia itu matre Kak," tegas Marina dengan mata melotot dan menunjuk-nunjuk Ule.

Saat Maryam mengenalkan Ule pada kedua orang tuanya. Marina sang adik kebetulan ada di sana. Marina menentang keras pernikahan sang kakak dengan Ule karena dia masih mencintainya namun karena Ule playboy jadi dia tidak pernah menganggap jika Marina adalah pacarnya.

"Berapa materi yang sudah kamu keluarkan untuk dia biar Kakak ganti?" sarkas Maryam.

Marina menempelkan telapak tangannya di dahi Maryam seraya bertanya.

"Apa Kakak sakit?"

"Apaan sih kamu? Kakak ini sehat lahir dan batin!" tegas Maryam.

"Apapun yang kamu katakan tentang Ule, Kakak akan tetap menikah dengannya!" tegas Maryam kemudian.

Ule melempar senyum sinis pada Marina, karena sang kakak tidak mempercayainya.

Belum selesai Maryam menjelaskan pada Marina dan kedua orang tuanya, ponsel yang ada di saku celana panjangnya bergetar. Ule pun bergerak langsung mengangkatnya.

"Hallo, apa benar ini dengan saudara Sulaiman putra dari ibu Aminah?"

"Ya benar dengan saya sendiri, ini dengan siapa dan darimana yah?" Ule balik bertanya.

"Kami dari pihak rumah sakit mau mengabarkan jika kondisi ibu anda saat ini sudah siuman, kami harap anda cepat ke sini!"

"Terimakasih Pak atas informasinya, sekarang juga saya akan datang!" tegas Ule.

Tut Tut Tut

Suara ponsel Ule tanda sipenelepon menelepon sambungan teleponnya. Dan dia pun langsung berpamitan pada semua jika dirinya hendak pergi ke rumah sakit.

"Semuanya! Ibu dan Ayah khususnya saya mohon pamit karena harus segera ke rumah sakit! Tadi saya dikabari jika Ibu saya sudah sadar dari komanya," ujar Ule sembari menarik tangan Maryam untuk kembali ikut ke rumah sakit.

Hmmmm

"Aktingnya keren banget, cocok tuh jadi pemeran penjahat di sinetron Azab," pekik Marina dengan menyunggingkan senyum sinis.

"Marina!" Panggil sang ibu.

"Jaga sikapmu!" Nada ibu Murni agak tinggi.

"Jadi ibu lebih percaya orang yang baru kalian kenal daripada anak ibu sendiri?" Marina membantah ibunya.

Marina dan Maryam adik kakak yang hidup di dua keadaan. Maryam si anak sulung yang merasakan hidup dari nol. Dari mulai sehari puasa tidak mendapatkan beras untuk makan sampai diserang tetangga karena banyak hutang.

Menginjak dewasa Maryam dipertemukan oleh sahabatnya dengan pria tampan dan kaya raya dari negeri Brunei Darussalam. Mereka saling mencintai dan akhirnya menikah. Namun sebuah tragedi kecelakaan pesawat terbang dari Brunei Darussalam ke Indonesia menyebabkan suaminya meninggal tanpa diketemukan jasadnya sampai sekarang.

Orang tua Maryam merasa jika penderitaan anaknya tidak pernah berhenti jadi mereka lebih perhatian pada Maryam ketimbang Marina.

Marina lahir dalam situasi ekonomi keluarga yang sudah lumayan membaik. Dia bisa sekolah sampai SMA bahkan kuliah sesuai yang dicita-citakannya. Berbeda dengan Maryam yang putus sekolah ketika kelas dua SMA karena sang ayah yang banyak hutang dan usahanya belum ada kemajuan waktu itu.

"Baiklah Bu, aku do'akan semoga anak kesayangan ibu itu bahagia dengan calon suami piluhannya!" tegas Marina dengan memalingkan pandangan menuju kamarnya.

Sedangkan Maryam tidak bergeming dia malah mengantar kembali Ule ke rumah sakit.

"Nak, kamu tunggu dulu di sini yah! Mama mau jenguk Nenek dulu!" ujar Maryam.

Fandi tidak membantah, dia lanjut pergi ke kamarnya untuk tidur siang.

Di dalam mobil Ule dan Maryam kembali bertukar pendapat tentang apa yang diutarakan oleh Marina.

"Apa benar kamu punya hubungan spesial dengan adikku?" tanya Maryam pada Ule.

Mendengar pertanyaan tersebut Ule kehilangan fokus menyetirnya dia injak rek mendadak hingga kendaraan yang ada di belakangnya hampir menabrak mobil mewah yersebut. Untungnya mereka tidak marah dan melanjutkan perjalanan mereka masing-masing.

"Sayang, kamu pilih aku menjawab pertanyaan itu atau aku laporkan kamu ke polisi dan wajah cantik kamu akan memudar di balik tahanan jeruji besi karena tidak terawat!"

Ule mengancam dengan pandangan tetap lurus ke depan tanpa menoleh ke arah Maryam.

"Kenapa sih dengan hidupku? Dari kecil aku tidak pernah menemukan kebahagiaan, sebenarnya aku ini nggak mau m enikah lagi. Aku masih mencintai almarhum suamiku dan aku sulit untukb melupakannya!" lirih Maryam sambil menangis tersedu-sedu.

Entah kenapa tiba-tiba hati Ule iba dengan kesedihan yang drasakan Maryam. Tubuhnya yang semula lurus tanpa memandang Maryam kini kaki sebelahnya diangkat dan tubuhnya menempel dengan Maryam hingga mereka saling berhadapan.

"Kamu wanita yang sangat istimewa, aku terpana pada pandangan pertama," rayuan maut yang keluar dari mulut Ule mulai menghipnotis pikiran Maryam.

Ule yang mengangkat dagu Maryam dan dua pasang mata saling menatap sampai dalam. Kedua pasang bibir hampir saling menempel dan ....

"Hentikan! Kita belum menikah," sanggah Maryam.

"Kalau begitu besok kita menikah!" Ule tak mau kalah strategi.

Mereka bicara dengan posisi saling menghembuskan nafas , badan Maryam menegang dan mengeluarkan keringat dingin.

"Kamu kok dingin begini? Kamu sakit?"

Ule kembali mencuri perhatian Maryam, karena keringatnya mengalir deras di samping wajahnya. Ule mengelap keringat itu sembari menyentuh wajah Maryam yang sangat dingin.

"Apa yang aku rasakan ini? Apa karema aku sudah cukup lama tidak disentuh lelaki makanya aku jadi salah tingkah begini?" gumam Maryam dalam hatinya.

"Kamu sudah kena jebakan ku cantik!" Ule bergumam dalam benaknya dengan penuh rasa kemenangan.

Maryam memejamkan matanya tatkala Ule terus mengelap keringat di kedua sisi wajahnya. Sang harimau yang sedang kelaparan tentu saja tidak mau melewatkan mangsanya yang sudah pasrah seperti itu.

Tangan Ule berpindah ke area bibir Maryam, dia memainkan terlebih dahulu dengan sentuhan-sentuhannya yang maha dahsyat.

Dreeet

Ponsel Ule seketika menggangu momen tersebut, karena bibirnya hampir menerkam bibir merah si janda muda nan cantik jelita tersebut.

"Ule, kamu di mana? Ibumu sudah siuman kenapa kamu belum datang juga?"

Suara lantang yang terdengar di telepon Ule hampir memekikkan telinganya. Si penelepon tersebut Susi adik dari ibunya.

"Iya Tante aku akan segera ke sana sekarang, ini lagi di jalan sebentar lagi aku sampai kok!" Jawab Ule pada sang Tante.

"Ya sudah Tante tunggu!"

Teeet

Ule menutup ponselnya dan kembali menghidupkan setir mobilnya.

"Aku sampai lupa jika ibuku di rumah sakit, ya Allah rasa ini sungguh menggelapkan pikiranku!" gumam Ule.

Ule menoleh kembali wajah Maryam yang sedang resah dan gelisah. Ule menyodorkan botol air minum padanya.

"Kamu pasti sudah kehilangan banyak fokus ! Minumlah!" seru Ule.

Maryam menerima tawaran Ule dan segera meminumnya.

"Bagaimana sekarang apa kamu sudah merasa nyaman?" tanya Ule kemudian.

Maryam tidak banyak bicara dia hanya menganggukkan kepalanya.