Setelah sembilan tahun Maryam mengosongkan hati, sembilan tahun pula Maryam nyaris tanpa sentuhan dari seorang lelaki, kini bersama Ule dalam waktu yang sesingkat itu langsung mencuri hati.
Meski sudah mandi dan rapi menuju meja makan hendak sarapan, dua gumpalan di dada Maryam terasa gatal sekali di bagian putingnya. Semula Maryam yang tidak mau memperlihatkan jika dia sudah jatuh cinta namun apa yang dirasakannya saat itu tak mampu dia tahan.
"Le ...!" panggilnya dengan lembut.
Ule yang kala itu sedang menyantap nasi uduk yang mereka beli di warung sebrang rumah Maryam, bangkit dari tempat duduk dan menghampirinya sambil merangkulnya dari belakang.
"Apa sayang?" bisiknya dengan merangkul dan memegang pas di kedua puting Maryam.
"Buka ...!" seruan yang keluar dari mulut Maryam terdengar mendesah di telinga Ule.
Dia sangat paham dan sedikit mempelajari kondisi psikologis seorang janda yang cukup lama tidak menikah lagi.
"Ayo!" tanpa basa basi Ule menggendong Maryam ke kamar dan kembali bertarung di atas tanpa busana.
Meski cahaya matahari sudah sempurna masuk ke seluruh ruangan rumah namun mereka tidak menpedulikannya, rasa gatal yang menyiksa tubuh Maryam tak mampu melawan keadaan.
"Augh ...! Le ....!"
"Angkat kakiku ke atas dua-duanya, kamu serang aku dari samping!"
Perintah Maryam membuat pacuan kuda-kuda Ule semakin kuat dan tajam menyerang ke dalam sasaran terdalam sehingga mata Maryam merem melek dibuatnya.
"Hah, sudah kubilang. Tidak ada wanita yang tak bisa ku luluhkan namun aku masih punya iman yang kuat dan kamulah wanita pertama yang menaklukkan keperjakaanku wahai istriku yang tercantik bahkan lebih cantik dari adikmu yang tak henti mengejarku!" gumamnya dalam batin sambil melempar senyuman kecil penuh rasa kemenangan.
"Wow sepertinya akan turun hujan deras yang akan mengakibatkan banjir karena tanggulnya jebol," ungkap Ule.
"Maksud kamu?" Maryam balik bertanya.
Ule malah menjawab dengan senyuman kecil penuh arti.
"Ini!"
Ule menunjukkan spray, selimut dan kasur yang hampir semuanya basah dengan keringat dari kedua insan yang tengah bergulat asmara juga cairan pelumas yang berkali-kali keluar dari lembah surga Maryam.
"Kamu yang membuatku seperti ini!" jawab Maryam sambil mengalungkan kedua tangannya ke leher Ule dan mengajak Ule bertautan lidah.
Di sini Maryam yang lebih dominan menyerang Ule, sepasang daging kenyal milik Ule sampai digigit berkali-kali olehnya namun Ule tak merasa sakit dia malah membalasnya dengan gigitan lagi.
"Gigitan kamu manis sekali sayang!" bisik Ule sambil membasahi daun telinga Maryam dengan lidahnya.
"Mainkan ini lagi Le !" Maryam nunjuk ke ujung dua gumpalan miliknya yang berwarna coklat pekat yang bikin Maryam melayang dengan sentuhan lembut dari telunjuk Ule dan lidahnya.
Tak sadar Maryam sudah dimabuk asmara, dia lupa dengan kedukaan yang pernah dia rasakan saat wafatnya ayah dari Fandi.
Tok Tok Tok
Lagi asyik-asyiknya suara ketukan pintu itu menghentikan permainan mereka tanpa ending yang jelas.
"Aku buka pintu dulu!"
Maryam bangkit dari tidurnya dan segera mengenakan pakaian yang dia lempar ke sembarang tempat.
"Mah ....!"
Suara yang sangat Maryam rindukan karena dua hari tidak bersua.
"Sayang Mama!"
Maryam menyambut kedatangan Fandi dengan pelukan hangat yang sangat lama sekali.
"Kang Ule ...! Eh Papa Ule ...!" sapa Fandi sambil mencium tangan Ule.
Ule pun bersikap yang sama seperti Maryam, dia memeluk Fandi dengan sangat hangat seraya bertanya.
"Kapan mau latihan lagi? Eh kok nanya langsung ke sana ya. Ngomong-ngomong kamu kesini diantar siapa?"
"Tante Marina, tapi tadi dia pergi dulu. Katanya mau beli obat buat Kakek!"
Maryam pun kembali berjalan ke arah pintu keluar celingak celinguk mencari keberadaan Marina yang entah kemana perginya.
"Fandi udah makan belum?" tanya Maryam.
"Sudah Mah! Tadi di rumah Kakek dan Nenek!"
"Ya sudah, terserah Fandi mau ngapai di sini. Mama ada perlu dulu sama Papa Ule kamu jangan panggil Mama sebelum bukakan pintu kamar ya! Kecuali kalau mendesak!"
Maryam sungguh tak bisa menahan hasrat yang membuat tubuhnya terus gatal ingin terus disentuh.
"Mama kunci pintunya dari dalam, nabti kalau ada Tante Marina kamu bukain yah! Bilangin suruh nunggu kata Mama!"
Berbagai cara dia lakukan agar tidak ada orang yang mengganggu dia. Tangannya langsing menarik tangan Ule masuk ke kamar.
"Ayo lanjutkan!"
Maryam menyeru Ule untuk kembali menyatukan tubuh mereka. Maryam membuka celana boxer milik Ule dan menyerang dengan mulutnya.
"Sayang kok jadi kamu yang lebih nakal sih?" Ule heran dengan nafsu yang dimiliki Maryam.
Sangat terlihat jika dia sangat kehausan sentuhan asmara.
"Sudah aku bilang kamu pasti sudah jatuh cinta pada pandangan pertama, sama seperti aku ke kamu!"
Maryam diam tidak menjawab saat Ule menyatakan hal tersebut.
"Iya matamu sudah menyihirku!"
Akhirnya Maryam jujur sembari memanjakan seluruh tubuh Ule dengan permainan lidahnya.
"Berarti kita sama-sama dong!" jelas Ule.
Ule menjatuhkan tubuh Maryam hingga dia berada di bawah tubuhnya. Namun sebelum Maryam mengerang nikmat Ule mengambil dulu satu bantal untuk disimpan di bawah pantat Maryam. Posisi itu dia yakini akan membuat Maryam lebih puas.
"Le ...! Maryam hampir teriak nikmat.
Mulutnya ditutup rapat oleh Ule untuk menahan reaksi yang ditimbulkan oleh gerakan tersebut.
"Wah kamu sudah klimaks terlebih dulu sayang!"
Ule meraba milik Maryam yang sudah basah karena keluar banyak cairan pelumas asmara.
Maryam malu tapi dia berhasil menutupinya dengan memainkan lidahnya ke mulut Ule.
"Kamu sangat atraktif sekali sayang, aku suka!" bjsik Ule dengan menghisap kukit leher Maryam sampai merah.
"Aku juga mau tandai kamu, boleh?"
"Boleh sayang!" jawab Ule sambil mendekatkan lehernya ke mulut Maryam.
Dua jam sudah mereka bertarung sampai mandi keringat, Maryam mengelap tubuh Ule dan mengambilkannya minum yang dia siapkan sebelumnya di atas meja.
"Aku lihat Fandi dulu ya!" Maryam ijin ke Ule untuk melihat kondisi Fandi.
Tanpa mempedulikan kondisi rambutnya yang acak-acakan serta bajunya yang kusut akibat ditaruh di mana saja karena tidak fokus saat hendak bercinta Maryam langsung keluar kamar dengan berjalan agak cepat.
"Le ...!" teriak Maryam.
Ule yang masih telanjang dada dan hanya melilitkan handuk di pinggangnya berlari ke arah di mana Maryam meneriakan suaranya.
"Ada apa sayang?" tanya Ule dengan rambut yang masih basah karena belum sempat di lap oleh handuk karena buru-buru.
"Fandi badannya panas tinggi, bagaimana ini?" Maryam sangat khawatir dengan kondisi putra tunggalnya itu.
"Kamu cepat mandi! Aku pakai baju dan cepat bawa Fandi ke rumah sakit!" cetus Ule yang sama khawatirnya.
Maryam mandi wajib ala kadarnya tanpa disabun atau disampo baginya yang penting dia sudah melakukan mandi wajib karena habis berhubungan suami istri.
"Aku udah siap!" Maryam bicara sendiri tanpa dandan dan mengenakan baju seadanya.
"Sayang ...! Cepetan aku udah di mobil nih!" teriak Ule dari luar.
"Aku kunci rumah dulu!" sahut Maryam.