"Maaf Bu, saya ingin mengabarkan sesuatu pada Ibu bahwa hasil dari laboratorium tes darah putra Ibu yang bernama Fandi menyatakan jika anak Ibu DBD. Anak Ibu harus dirawat tiga sampai tujuh hari di rumah sakit!" ujar dokter.
"Ya sudah dok, saya ikuti saran dokter saja! Yang penting anak saya bisa cepat sehat!" sahut Maryam dengan mata yang berkaca-kaca.
Ule sang suami setia mendampingi meski beberapa saat yang lalu dia ditelepon oleh Ibu dan Tantenya sekaligus teman ceweknya yang belum sempat ia putuskan.
"Sabar sayang! Fandi pasti sembuh kok," pesan Ule sembari mengelus rambut Maryam.
Maryam dan Ule nengikuti perawat yang mendorong ranjang Fandi menuju ruang perawatan. Setelah masuk perawat segera meninggalkan mereka bertiga.
"Mah ...!" panggil Fandi.
"Maafin aku yang sudah bikin Mama repot!" lirih Fandi.
Maryam mengelus kepala Fandi seraya berseru.
"Kenapa bicara seperti itu sih sayang? Kamu kan anak Mama,"
"Kamu anak kuat, semangat untuk cepat sembuh ya! Biar kita latihan lagi!" Ule menyambung bicara Maryam menyemangati Fandi.
"Terimakasih Papa Ule udah jagain Mama aku! Selama ini aku sedih karena aku terlalu kecil untuk melindungi Mama!"
Ule memperlihatkan keromantisannya bersama Maryam di depan Fandi supaya Fandi bahagia.
"Aku mau cepat punya adik Mah! Aku sangat kesepian sekali!" Fandi kembali mengeluh.
Ule duduk di samping Fandi seraya bertsnya," Kamu mau punya adik berapa emangnya?" Ule menggoda Fandi.
"Aku mau adik kembar Pah! Biar sekalian banyak,"
Jawaban Fandi bikin Maryam tersipu malu di hadapan Ule.
"Sayang, sepertinya kita harus lebih kerja keras lagi untuk bisa mewujudkan keinginan Fandi!" Ule menggoda Maryam sambil menggandeng bahunya serta mencubit pipinya.
Tok Tok Tok
"Maaf Bu, Pak. Saya mau ngasih Makan dan obat! Pasien jangan terlalu banyak diajak ngobrol biar dia bisa istirahat total!"
Setelah perawst keluar dsri ruangan, Ule menyuapi Fandi makan dan membantu minum obat.
"Ini Fandi makan dulu gih yang banyak, biar cepat sembuh!"
Sementara Ule menyelesaikan tugasnya Maryam ketiduran di atas sofa karena kelelahan. Ule pun melihatnya lalu segera membantu Fandi meminum obat.
"Kamu tidur dulu biar cepat sembuh!" seru Ule
dengan menutup badannua dengan srlimut dan menutup rapat gordyn ranjang Randi.
"Kamu pasti capek!" ujar Ule sembari menutup tubuh Maryam dengan selimut.
Alih-alih ingin membuat Maryam tidur nyenyak tapi Maryam malah menarik tubuh Ule hingga mereka saling berdegapan dalam posisi tubuh Maryam telentang.
"Kenapa aku ingin terus diburu begini?" sentuhan Ule membuat Maryam ketagihan.
"Apa Fandi sudah tidur?" bisik Maryam.
Ule mengangguk dan langsung melahap bibir tipisnya yang sangat dia sukai. Bertukar saliva adalah hal indah menuju permainan yang lebih garang dari itu.
Klek
Seseorang membuka pintu dan mendapati mereka sedang bermesraan.
"Marina! Ibu !"
Marina dan Ibunya Maryam menutup mata mereka dengan kelima jarinya masing-masing.
"Kurang ajar sekali mereka, beradegan mesum tanpa lihat situasi!" Marina mengomel mereka berdua tapi dalam hatinya.
Berbeda dengan Ibunya Maryam. Dia mempersilakan Maryam dan Ule untuk pulang dan gantian menjaga Fandi. Ibunya Maryam sangat faham jika mereka masih dalam suasana pengantin baru.
"Kalian pulang saja, biar Ibu dan marina yang gantian jaga Fandi!"
"Iya, Ibu betul kalian lebih baik pulang dan nikmati suasana pengantin baru kalian dengan puas!" sarkas Marina dengan mimik wajah yang sangat sinis.
Wajah Maryam memerah karena malu dengan ibu dan adiknya.
"Tapi Bu!" Maryam berusaha menolak.
"Kakak nggak usah munafik deh, sebetulnya hati Kakak itu senang kan! Ibu menyeru seperti itu?"
Maryam tertunduk diam mematung dia tidak menyanggah pernyataan Marina sang adik.
"Kalau begitu terimakasih Bu. Kami permisi dan besok kita ke sini lagi!"
Tak ingin Maryam terlihat sedih dan terpuruk oleh sikap adiknya, Ule bersikap tegas menerima tawaran Ibu mertuanya lalu menggandeng bahu Maryam keluar ruangan tapi mencium tangan Ibu mertuanya terlebih dahulu.
"Le ...!" panggil Maryam.
Badan kecil Maryam digandeng oleh tubuh Ule yang tinggi besar serta kekar.
"Apa sayang?" sahut Ule sembari mengelus kepalanya.
Kepala Maryam menengadah pada wajah Ule yang jauh lebih tinggi darinya seraya berujar.
"Terimakasih ya!"
Jleb
Tiba-tiba tangan Ule menggendong tubuh Maryam karena dia ingin cepat sampai ke area parkir.
"Aku malu Le, banyak orang yang lihat!" Maryam protes jika dia harus digendong.
"Tapi jalan kamu lambat sekali, kamu diam aja jangan protes!" seru Maryam.
Sebetulnya di hati Maryam sangat suka dengan perlakuan Ule seperti itu, namun rasa gengsinya yang tidak mau terlihat agresif di mata Ule.
"Bukannya kamu senang dengan cara ini?"
"Gila banget ya ini cowok tiap aku ngomong apa di hati dia langsung bisa menebaknya, apa dia simpan cctv ya di hati aku?" Maryam mengomel pada dirinya sendiri.
Cup
"Aduh Le, kamu makin gila aja! Aduh muka ini dibuang kemana. Dari tadi banyak sekali yang lihat,"
"Kalau dibuang bagaimana aku bisa nikmati wajah cantik kamu sayang?" sanggah Ule yang kembali bikin Maryam salah tingkah.
Cup
Berkali-kali Ule mencium pipi Maryam sambil menggendongnya dan dilihat oleh banyak orang. Tak sedikit dari mereka yang senyum-senyum karena baper tapi adapula dari yang sinis memaknainya.
"Ule ...!"
Plak
Tiba-tiba seseorang memanggil Ule dengan nada yang cukup keras serta menampar wajahnya.
"Kamu jahat sekali Le, jelaskan padaku siapa wanita ini?" teriak seorang wanita yang tak sengaja berpapasan di area parkir.
"Dia istriku Nes!" jawab Ule dengan nada rendah.
"Seminggu yang lalu kamu ...!"
Agnes mantan Ule tidak melanjutkan kata-katanya karena tak kuat menahan tangis.
"Maafkan aku Agnes, aku mencintai dia!" tegas Ule.
"Lantas apa artinya kebersamaan kita seminggu yang lalu?" sanggah Agnes.
"Aku tak pernah bilang aku mencintai kamu Nes, kamu terlalu naif menganggap aku memberi harapan," Ule berusaha mengelak.
"Apa kamu bilang?" teriak Agnes.
Flash Back
"Nes, mata kamu indah sekali. Boleh aku mencium pipimu?" rayu Ule.
Agnes mengangguk dan memejamkan matanya saat Ule mendaratkan bibir di pipinya.
"Kamu pasti lapar, aku pesan makanan ya?"
"Boleh!" sahut Ule.
Setelah makanan datang mereka saling menyuapi makanan dan minuman. Dengan senang jati Agnes pun membayar makanan itu. Setelah usai makan mereka memutuskan untuk pulang, namun Ule seperti kebingungan.
"Le kita pulang yuk! Aku mau nyobain dong dibonceng pake motor kamu!"
"Motornya di bengkel Nes," dengan wajah memelas Ule memasang umpan supaya Agnes memberinya sejumlah uang untuk menebus motor.
"Ya sudah kita tebus motornya! bengkelnya jauh nggak?" tanya Agnes.
"Cuma beberapa kilo dari sini!"
"Ya sudah aku tunggu di sini, ini uangnya semoga cukup ya! cepetan ambil motornya!" seru Agnes.
Satu kecupan saja sudah bikin Agnes luluh dengan menyerahkan beberapa lembaran uang seratus ribuan untuk menebus motor yang ada di bengkel dan ternyata masih ada lebihnya untuk membeli beberapa potong baju yang menunjang penampilannya selama kuliah.
Bukan hanya Agnes tapi wanita selain Agnes pun cepat luluh tanpa ada perlawanan sama sekali.