"Perkenalkan Bu, saya Maryam calon istri Ule!" ucap Maryam setelah mencium punggung tangan Ibu Aminah ibunya Ule.
Aminah menoleh ke arah anaknya Ule dengan tidak melepaskan pegangan tangan dengan Maryam seraya bertanya.
"Nak, Apa tidak salah yang Ibu dengar barusan , tolong jelaskan sama Ibu!"
"Kamu sebentar lagi mau sidang, apa pikiran kamu tidak merasa terbagi-bagi?" tanya Ibu Aminah kemudian.
Ule yang semula berdiri berhadap-hadapan dengan beranjak mendekati posisi Maryam sambil menggandeng bahunya dan menjawab pertanyaan Aminah.
"Kami akan segera menikah lusa Bu, tolong restui kami ya ! Dia tidak akan mengecewakan Ibu!" Ule memohon pada Aminah sambil memegang erat kedua tangan Aminah dengan erat.
"Aku mencintainya Bu!" jelas Ule.
"Coba lihat kecantikannya Bu! Sangat paripurna kan? Jika aku menunda dengan berbagai alasan maka aku akan didahului oleh cowok-cowok tajir Bu!" keluh Ule sembari mencubit dagu Maryam.
"Kalau aku nikah secepatnya, sidangnya dijamin lancar Bu. Soalnya aku bisa dapat aura positif dalam berfikir," Ule menambahkan alasannya.
Aminah menatap ke arah Maryam dengan seksama seraya mencecar berbagai pertanyaan.
"Apa kamu sungguh-sungguh mencintai anak saya? Ule masih kuliah, biayanya pun hanya mengandalkan beasiswa. Kami ini keluarga kurang mampu apa kamu bisa hidup apa adanya dengan Ule?"
Cukup lama sekali mulut Maryam terkunci, setelah Ule mencubit sedikit pinggangnya dan membisikkan sesuatu barulah Maryam membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan calon mertuanya tersebut.
"Apa kamu ingin aku bongkar di depan ibuku, jika kamu yang menabraknya sampai pingsan dan terluka!" ancamnya.
"Sayang, ayo jawab pertanyaan ibu aku!" seru Ule sambil memegang kedua bahu Maryam dan memberi kode keras lewat bisikan pada telinga Maryam.
"Jawab cepat atau aku lapor polisi!" ancamannya semakin dipertegas.
Sontak wajah Maryam langsung pucat pasi karena membayangkan dia meringkuk dibalik jeruji besi.
"Kita sudah sepakat akan membangun rumah tangga dari nol Bu! Jadi Ibu jangan khawatir!" jelas Maryam.
Meski tak ada pernyataan cinta dari mulut Maryam tapi jawaban tersebut sangat meyakinkan Aminah jika Maryam adalah wanita yang sangat baik.
"Baiklah kalau begitu, Ibu merestui hubungan kalian!" respon Aminah membuat Ule bahagia.
Dicium dan dipeluknya tubuh Aminah dengan penuh rasa haru karena sudah direstui sang ibu. Dia berjanji tidak akan membuatnya kecewa.
"Terimakasih ya Bu, aku sayang Ibu!"
Tante Susi yang turut menyaksikan pernyataan Ule pada ibunya, menarik tubuh Ule ke luar ruangan.
"Apa kamu bercanda Le? Dari penampilannya dia seperti cewek tajir, apa kamu sedang memanfaatkan dia?" tanya Susi.
" Kalau iya, apa ruginya untuk Tante? Tante juga nggak bisa bantu aku kan untuk bayar rumah sakit?"
Pernyataan Ule membuat mulut Susi terkunci rapat dan mengelus dada atas kelakuan keponakannya yang tidak pernah berubah.
"Ini terparah yang Tante lihat dari sekian kelakuanmu morotin cewek, kenapa harus nikahin dia buru-buru sih Le? Mudah-mudahan Ibumu nggak tahu soal ini!" batin Susi bicara sambil melangkahkan kakinya kembali ke ruangan perawatan Aminah kakaknya.
Susi kembali dibikin kaget saat melihat Ule tak hentinya bersikap romantis pada Maryam di depan Ibunya sendiri.
"Sayang, kita duduk di sofa yuk!" ajak Ule pada Maryam.
Ule memanjakkan Maryam dengan menyisir rambut hitam panjangnya itu dengan kelima jari dia.
Cup
Tanpa malu dengan Tante dan Ibunya kecupan itu mendarat lagi di dahi Maryam di depan mereka.
"Kamu ini!" ketus Susi.
"Eh, aku lupa. Di sini kan ada yang belum punya pasangan. Sayang kita keluar dulu yuk! Entar ada yang ngiler lagi!" ajak Ule sambil bangkit menggandeng bahu Maryam.
"Bu, aku keluar dulu yah! Kalau ada apa-apa kan ada Tante Susi," Ule pamit pada sang Ibu.
"Ule, kamu yah!" Susi hendak marah tapi dia cuma bisa mengepalkan kedua tangannya di samping kiri dan kanan pahanya menahan rasa kesal pada sang keponakan.
"Aku udah lima tahun Le tidak ada yang nyentuh, kenapa kamu tega buat Tante keluar keringat dingin begini lihat kamu menyentuh Maryam?" gerutu Susi yang sudah menjanda pasca suaminya meninggal dunia karena sakit kanker.
Maryam sempat menolak karena tidak enak dengan Tante Susi yang jaga sendiri Ibunya Ule namun strategi Ule sebagai penakluk cewek-cewek cantik sangatlah membuat Maryam tidak berdaya.
"Masak sih kamu membebankan Tante kamu menunggu Ibu sendiri?" keluh Maryam.
Ule beralih posisi melangkah ke dekat Susi seraya berkata untuk meyakinkan Maryam.
"Tante aku ini Ibu kedua bagi aku, dia rela berkorban apa saja demi aku! Iya kan Tan?" ujar Ule sembari mencubit pinggang Susi sedikit lanjut membisikkan kata-kata pada telinga Susi .
"Nanti aku kasih uang tunggu!"
"Benar sekali Maryam, kalian kalau ada perlu dulu pergi saja! Tante nggak apa-apa kok tunggu Ibunya Ule sendiri di sini!" Susi berusaha meyakinkan Maryam karena tersihir dengan kata-kata uang tunggu dari mulut keponakannya.
Sang Tante memang selalu mengikuti setiap perjalanan Ule dari kecil hingga dewasa, karena dia tidak memiliki anak dan suami dan tinggal satu rumah juga, jadi semua gerak gerik Ule sangat terpantau secara detail olehnya.
"Ya sudah Tante, aku pamit dulu! Nanti aku pasti ke sini lagi!" ucap Maryam dengan wajah penuh rasa bersalah karena harus meninggalkan ruangan tersebut.
Susi menganggukkan kepalanya serta melemparkan senyuman manis khas dia.
"Terimakasih Tanteku cayang!"
Cup
Ule mencium pipi Tante Susi sebagai ungkapan rasa terimakasihnya.
Ule dan Maryam pun beranjak dari ruangan tersebut dan melangkahkan kaki yang entah ke mana Ule hendak mengajaknya.
"Sentuhan tangannya seperti ada magnet yang membuat aku tak mampu menolak semua ajakan dan perintahnya, oh Tuhan apa yang sudah terjadi pada diriku ini?" sembari berjalan Maryam terus bicara pada hatinya sendiri.
"Kita ini mau ke mana sih sebetulnya? Kalau hanya sekedar ngobrol biasa kan bisa di kafetaria rumah sakit juga!" Maryam mencoba memberi masukan.
Ule tidak menjawabnya, dia menarik tangan Maryam ke sebuah tempat.
"Ini kan area parkir Sulaiman!" teriak Maryam kesal pada Ule sambil berkacak pinggang.
"Hey kamu tidak sadar dengan kondisi Ibumu?" Maryam heran dan bertanya dengan nada nyolot.
"Ayo masuk!" titah Ule sambil membuka kunci mobil milik Maryam.
"Aku sampai tidak sadar jika kunci mobilku ada di dia, jadi dia bebas membukanya kapan saja," kembali Maryam bergumam.
Tanpa membantah Maryam masuk ke dalam mobilnya dan duduk berhadapan dengan Ule.
Karena tangan Ule menggerakan bahunya untuk menatap wajah dia.
"Di badan kamu itu seperti ada magnet yang mengundang aku tak mampu menahan rasa!" ucap Ule.
"Magnet ....? rasa ....? Bukankah itu yang aku bicarakan dalam hati sesaat sebelum masuk mobil. Kenapa bisa sama?" gumam Maryam kemudian.
Magnet dari kedua tubuh insan tersebut saling tarik menarik dan saling merespon untuk sama-sama memejamkan mata dan saling menyentuh. Dari mulai bibir, wajah serta anggota tubuh lainnya.
"Augh ....! Le ....!"
***
Ada apa sih guys dengan Maryam memanggil Ule dengan merintih seperti itu?
Dukung aku dan tinggalkan jejak komentar kalian biar author semakin semangat mengembangkan ceritanya!.