Chereads / Takdir semesta / Chapter 7 - Semoga Tak Seperti Senja

Chapter 7 - Semoga Tak Seperti Senja

Hafsah mempercepat langkahnya, dirinya tak mau ditinggal pergi oleh bis yang akan membawanya pulang ke rumah. Jam menunjukkan pukul 16.00 WIB, Hafsah pulang lebih awal hari ini dikarenakan bos nya ada urusan mendesak yang mengharuskan ia menutup kedai kopi miliknya.

Kini Hafsah memposisikan dirinya tepat disebuah kursi yang berada di pinggir jalan. Sebuah kursi yang menjadi saksi pertemuan dirinya dengan Ricard. Hafsah tersenyum mengingat betapa ketakutan nya ia ketika Ricard langsung mendekat dan mengambil air mineral miliknya malam itu. Tersirat beberapa dugaan negatif dikepala Hafsah saat itu.

"Masih di posisi yang sama hanya saja tidak ada air mineral." Ujar seorang lelaki yang langsung duduk disamping Hafsah.

"Eh Ricard!" Hafsah tersenyum.

Bak pucuk dicinta wulan pun tiba, baru saja Hafsah memikirkan sosok Ricard eh yang difikirkan tiba tiba muncul disampingnya.

"Nunggu taksi lagi kah kali ini?" Tanya Ricard matanya menatap lekat wajah Hafsah disampingnya.

"Hmm kali ini bis!" Cetus Hafsah ia menunduk menyembunyikan senyum yang telah merekah dibibir nya.

"Bagaimana kalau pulang dengan ku seperti malam itu?" Tawar Ricard kepada wanita yang kini melotot ke arahnya.

"Ekspresi mu itu Hafsah haha!" Ricard tertawa menyaksikan wajah Hafsah yang kaget karena tawaran nya.

Selang beberapa waktu kemudian, akhirnya kini Hafsah sudah berada didalam mobil milik Ricard.

"Ehm bukan kah seharusnya kamu masih bekerja jam segini?" Tanya Hafsah.

"Ee... Aku pulang duluan." Jawab Ricard tangannya masih terus mengemudikan mobil miliknya.

"Memangnya boleh seperti itu? Dari yang aku dengar, bahwa seorang OB itu melakukan bersih bersih setelah para karyawan perusahaan pulang." Hafsah kembali menatap Ricard yang gelagapan.

"Aku...eee... Aku spesial! Iya ee..jadi aku bisa pulang lebih awal sesuai keinginan ku." Jelas Ricard kaku. Ia bukanlah orang yang pandai berbohong.

"Hmm begitu. Berarti pemimpin perusahaan itu pilih kasih ya! Jangan jangan pemimpin perusahaan itu perempuan? Jadi dia memperlakukan mu spesial karena kamu memiliki fisik yang lebih tampan daripada yang lain?" Tanya Hafsah yang sontak saja membuat Ricard tertawa.

"Menurut mu aku tampan?" Ricard terkekeh.

Reflek Hafsah menepuk jidatnya sendiri. Menyadari bahwa mulutnya mengucapkan sesuatu yang seharusnya tidak ia katakan.

"Ays bodoh sekali aku ini!" Batin Hafsah.

Ricard yang melihat Hafsah mematung dengan rona pipi diwajahnya kembali tertawa keras.

"Hahaha maaf maaf! Aku tidak bermaksud menggoda mu! Cahhh sekarang kita hampir sampai." Ujar Ricard, bibirnya masih mengembangkan senyuman.

"Kau masih ingat tempat tinggal ku?"

"Tentu saja! Tak ada alasan untuk ku melupakan nya kan?"

Hafsah kembali tersenyum.

"Aish laki laki ini benar benar membuat ku malu." Batin Hafsah.

"Kau ingin mampir?" Tawar Hafsah di ambang pintu mobil milik Ricard.

"Boleh kah?" Tanya Ricard yang dibalas anggukan oleh Hafsah.

"Baiklah aku mau! Kata orang kesempatan itu tidak datang dua kali" sambung Ricard. Dirinya kini telah berdiri tepat disamping Hafsah.

keduanya berjalan menyusuri lorong kecil. Beberapa pejalan kaki lainnya mulai berbisik bisik mengumpat Hafsah dan Ricard.

"Lihat dia membawa pria tampan!"

"Pasti dia mau jual diri itu!"

"Jadi itu pekerjaan nya hahaha!"

"Godain om om!"

Hafsah menghela nafas panjang, ia terus menundukkan kepalanya.

"Seperti nya kau lebih kuat dari yang aku bayangkan!" Ujar Ricard ketika sampai didepan pintu rumah Hafsah.

"Lingkungan ini memang lah seperti itu! Aku tak menghiraukan nya karena tidak baik untuk kesehatan." Hafsah tersenyum seraya membukakan pintu rumah nya.

"Ayo masuk! Assalamualaikum ma!" Ujar Hafsah dengan Ricard yang berdiri disampingnya.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakattuh! Kakak pulang!!" Terdengar suara Hardian dari kamar miliknya. Ia bergegas menghampiri kakak kesayangan nya.

"Eh kamu temannya Rachel kan? E... Nama kamu Harrr...ddii...aannn! Benar benar! Kamu Hardian kan?" Tanya Ricard ketika melihat Hardian yang kini berdiri tepat didepannya.

"Kak Ricard." Hardian langsung mencium punggung tangan Ricard dan Hafsah.

"Wah tak disangka kita bertemu disini! Benar ternyata dugaan ku bahwa kau pasti ada hubungan nya dengan Hafsah! Soalnya kalian berdua sangat mirip." Ujar Ricard.

"Kalian saling mengenal?" Hafsah menatap bergantian ke arah Hardian dan Ricard.

"Iya kak. Hardian mengantarkan Rachel pulang dan bertemu kak Ricard disana!" Jelas Hardian.

"Ada tamu? Loh kok dibiarin berdiri sih? Ayo duduk duduk!" Ajak wanita separuh baya itu yang tak lain adalah ibu Hafsah dan Hardian yang tiba tiba saja muncul dari balik pintu kamar nya.

"Eh iya Tante." Seru Ricard. Yang kemudian memposisikan dirinya duduk disebuah kursi sofa yang terletak diruang tamu rumah Hafsah.

"Hardian buatkan teh sana" perintah ibu Hafsah

"Iya ma. Tunggu sebentar ya kak!" Hardian berjalan ke arah dapur.

"Kamu rekan kerja nya Hafsah kah?" Tanya wanita separuh baya yang tak lain adalah ibunya Hafsah.

"Bukan tante! Saya.. saya... Ee.." Ricard bingung menjelaskan nya.

"Dia bekerja di perusahaan besar yang tak jauh dari kedai kopi tempat Hafsah bekerja ma!" Jelas Hafsah.

"Pegawai kantornya?direktur? Atau manajer? Atau bagian apa?"

"Dia OB diperusahaan itu ma!" Hafsah kembali menjawab pertanyaan yang diajukan kepada Ricard.

"Seorang OB?" Ibu Hafsah mengulangi pernyataan Hafsah barusan. Ia sedikit tak percaya bahwa Ricard yang terbilang begitu tampan dengan pakaian rapi itu adalah seorang OB.

"Iya Tante" jawab Ricard. Ia tak ingin berbohong sejauh ini tapi ia sendiri tak tahu harus berbuat apa lagi.

Adzan Maghrib berkumandang. Tidak terasa Ricard sudah 2 jam ber tamu di kediaman Hafsah. Teh yang dihidangkan Hardian pun telah habis, dan hanya bersisakan gelas kosong.

Hardian dan ibunya sudah bersiap siap untuk melaksanakan shalat maghrib bersama.

"Hafsah kau tak shalat?" Tanya ibu nya.

"Shalat ma!" Jawab Hafsah kini matanya beralih ke Ricard yang juga memandang kearah nya.

"Kau mau shalat berjamaah?" Tanya Hafsah.

"Eee.. sa eeee.. aku tidak... Ee... Seperti nya anu aku.. ee..." Ricard gelagapan. Ia bingung bagaimana harus menjelaskan kepada Hafsah bahwa dirinya bukan seorang muslim.

"Datang bulan?" Tanya Hafsah yang hanya dibalas anggukan oleh Ricard.

Hafsah tertawa lepas melihat Ricard yang mengangguk pertanda setuju atas pertanyaan yang diajukan nya.

"Hahaha memang nya kau ini perempuan? Ada ada saja! Hh ayo shalat! Jika tidak siap jadi imam, biar Hardian saja!"

"Tapi Hafsah!" Ricard kembali mengeluarkan suara.

"Tapi apa?" Hafsah menatap penuh selidik ke arah Ricard yang berdiri kini didepannya.

"Aku non muslim" jawab Ricard akhirnya.

Sesaat Hafsah terdiam, sebelum akhirnya melemparkan senyum kepada Ricard.

"Oke baiklah! Kalau begitu aku shalat terlebih dahulu ya!"

"Emm aku pulang saja!"

Hafsah kembali menoleh ke arah Ricard yang kembali mengulangi kata kata nya.

"Aku pulang saja! Lagian ini sudah malam. Kau juga kan mau shalat!" Ricard mengembangkan senyum nya.

"Baiklah!" Jawab Hafsah pasrah.

Ia mengiringi Ricard Keluar dari rumahnya.

"Hafsah" panggil Ricard. Ketika dirinya telah berada didepan pintu rumah Hafsah.

"Iya kenapa?"

"Aku harap kita tetap bisa berteman! Tolong jangan berubah atau menghindar hanya karena perbedaan diantara kita ya!"

Hafsah mengangguk. Meski hatinya sendiri merasa tak begitu yakin akan apa yang terjadi kedepannya. Hafsah seakan tak terima dengan kenyataan bahwa dirinya dan Ricard memiliki dinding pemisah yang tidak bisa dianggap sepele.

Hafsah terus menatap punggung Ricard yang kian menjauh pergi melewati lorong kecil. Ia kemudian menutup rapat pintu rumah nya dan bergegas untuk melaksanakan shalat maghrib bersama keluarga nya.

Setelah selesai shalat maghrib Hafsah kembali ke kamarnya. Ia melantunkan ayat suci al Qur'an yang ia yakini bisa menjadi penenang segala gundahnya.

Manik matanya berkaca-kaca membaca tafsir surah al Baqarah ayat ke 221 yang berbunyi :

"Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran."

Hardian masuk kedalam kamar Hafsah. Langkahnya mendekat ke arah kakaknya yang masih mengenakan mukenah dengan Al Qur'an ditangan nya.

"Kak!" Ujar Hardian.

Hafsah langsung menghapus air mata nya. Kini ia menatap teduh ke arah adik laki lakinya.

"Kakak menangis?" Tanya Hardian.

"Tidak! Kakak hanya sedikit kelilipan tadi." Hafsah tersenyum.

"Sebenarnya Hardian sudah tahu kalau kak Ricard bukanlah seorang muslim, tadi disekolah Rachel memberi tahu Hardian. Sikap nya malah begitu menyebalkan! Ia terus terusan mengajukan pertanyaan kepada Hardian tentang hukum shalat, awalnya Hardian fikir dia sedang bercanda kak namun setelah cukup lama membuat bingung. Rachel barulah mengatakan bahwa ia bukan seorang muslim. Dan Hardian sedikit kecewa mendengar nya." Tutur Hardian dengan wajah yang tertunduk.

"Kita semua hidup berdampingan sayang! Jadi Hardian jangan menjauhi Rachel hanya karena ia non muslim ya." Hafsah menepuk halus pundak adik satu-satunya.

Hardian mengangguk lemas, "Iya kak." Ujarnya.

Hafsah merangkul adiknya. Ia sendiri tidak bisa menjamin bahwa ia tidak akan menghindari Ricard. Perasaan yang ia rasakan sudah terlanjur bersemi didalam hatinya. Tak dipungkiri Hafsah pun merasa kan pukulan hebat dengan kenyataan yang baru ia ketahui.

/"Ya Allah engkau yang mempertemukan kami, Dan menjadikan hati ini kembali terisi. Ya Allah engkau lebih mengetahui apa yang terbaik untuk ku dan juga dia. Tolong Ya Allah hilangkan perasaan yang tidak seharusnya ada ini, aku tidak ingin kehilangan cintamu hanya karena rasa cintaku kepada salah satu hamba ciptaan mu! Ini salah Ya Allah, sepenuhnya aku menyadari ini kesalahan ku yang tak pandai dalam menjaga hati." Batin Hafsah, ia kembali terisak dengan tangan yang masih merangkul adik satu-satunya./