Ricard memarkirkan mobilnya, tepat disebuah restoran besar nan mewah yang berdiri kokoh di depan jalan raya. Ricard mempercepat langkahnya, Setelah mendapatkan telepon dari sang ibu yang meminta Ricard untuk datang ke restoran dengan memakai pakaian rapi. Tapi, Ricard yang bertabiat tidak mau ribet itu, tidak mengindahkan apa yang disampaikan ibunya, ia masih memakai jas hitam dengan kemeja biru yang dipakai nya ketika dikantor seharian ini.
Ricard berjalan memasuki restoran mewah itu, sesekali matanya melirik arloji cokelat dipergelangan tangan kirinya.
"Ah jam 19.00 WIB!" Batin Ricard seraya terus mempercepat langkahnya.
"Pak Ricard ya?"tanya salah satu karyawan laki laki yang bekerja di restoran itu.
"Hm iya" jawab Ricard singkat.
"Belok sebelah sini ya pak! Mari saya antar!" Ujar karyawan itu, ia kini berjalan dengan Ricard disampingnya.
"Mama memesan meja VIP? Ada acara apa sebenarnya?" Ricard terus bertanya tanya dalam hati.
"Ini meja nya pak! Saya permisi." Ujar karyawan itu, ia langsung pamit undur diri.
Ricard sedikit heran menatap 3 orang yang tak lain adalah ibunya, tante rara yang merupakan ibu serena, juga serena yang mengenakan gaun merah lengkap dengan dandanannya yang terkesan mencolok benar benar membuat serena tampak seperti ibu ibu rentenir menurut Ricard.
"Aish Ricard! Kau tidak mengganti baju mu?" Hardik ibu Ricard, ia tampak cantik dengan Dress selutut berwarna abu abu.
"Aduhh gak apa apa kok jeng Ricard tetap tampan bahkan jika hanya memakai kaos biasa." Timbal ibu serena.
"Ricard tidak ada waktu ma! Ada apa sebenarnya? Kok ada tante sama serena disini?" Tanya Ricard, ia mengambil alih posisi duduk disamping ibunya.
"Ada yang mau mama bicarakan nak! Kita bicarakan sekarang atau sehabis makan saja jeng?" Tanya Elvi kepada Rara yang merupakan ibunya serena.
"Kayaknya sih sekarang aja jeng! Kalo udah clear baru deh kita rayakan dengan makan makan!" Jawab Rara.
Ricard mengerutkan keningnya, ia menatap penuh selidik kepada mamanya dan juga Rara.
"Ricard, kamu sekarang kan udah dewasa! Usia kamu udah lebih dari cukup untuk menikah nak, jadi makhsud mama dan tante rara adalah ingin menjodohkan kamu dan serena. Tujuannya adalah memperluas bisnis yang sudah dijalankan keluarga kita,dan kita juga bisa menyatukan dua perusahaan besar keluarga kita dan keluarga serena sayang!" Jelas mama Ricard, ia mengusap halus pundak anak tertuanya.
"Oh jadi ini tujuan mama minta Ricard kesini? Terus nyuruh Ricard dandan rapi? Buat perjodohan yang gak masuk akal ini?"
Ricard beranjak bangkit dari tempat duduknya , matanya menatap tajam Elvi yang merupakan ibu kandungnya. Ricard benar benar tak menyangka ibu kandungnya rela berbuat sejauh ini hanya untuk urusan bisnis, dan juga kemajuan perusahaan yang ia pimpin.
"Ma! Perusahaan kita akan tetap berjaya bahkan jika Ricard tidak menikahi serena! Apa artinya pernikahan karena politik seperti ini! Ricard tidak akan bahagia ma! Saat ini Ricard sedang mencintai wanita lain dan Ricard tidak pernah tertarik dengan perempuan manapun sebelumnya. Dan serena! Dia hanya Ricard anggap sebagai teman ma! Tidak lebih dari itu!" Cicit Ricard, matanya memanas. Ia terus menatap tajam kepada Elvi yang masih duduk didepan nya.
"Tenang nak tenang! Ayo duduk dulu!" Elvi mencoba membujuk Ricard.
"Kalo Ricard gak mau ya jangan di paksa tante! Meskipun Serena sudah lama menyukai Ricard, tapi bukan berarti Serena bisa memaksa Ricard untuk menyetujui pernikahan ini" Tutur Serena, matanya menatap Ricard dan ibunya secara bergantian.
"Kamu dengar nak? Serena mencintaimu selama ini! Apakah begini caramu membalasnya? Duduk Ricard!!!" Teriak Elvi, ia sedikit kesal melihat reaksi Ricard yang terkesan begitu keras kepala.
"Mama hanya perduli perasaan wanita ini??? Maaa!! Aku ini anak mama! Kenapa mama lebih memperdulikan perasaannya?" Ricard meninggikan intonasi suaranya, ia begitu merasa tidak terima atas perlakuan ibunya kepadanya.
"Nak Ricard! Kita bisa bicarakan baik baik! Sekarang kembali lah duduk dulu ya." Cicit Rara, mencoba menengahi perseteruan ibu dan anak didepan nya.
"Mama lebih tahu ma, bagaimana rasanya menikahi seseorang karena politik, bahkan tanpa ada rasa cinta sedikit pun! Jadi tolong jangan buat Ricard merasakan hal yang sama." Ujar Ricard, ia kembali duduk disamping ibunya. Ricard berharap ibunya akan mempertimbangkan perkataan nya barusan, mengingat bahwa kedua orang tua Ricard menikah karena urusan politik seperti yang diminta ibunya saat ini.
"Cinta itu bisa tumbuh seiring dengan berjalannya waktu Ricard! Keluarga kita dan keluarga Serena sederajat, apa lagi yang harus kau pertimbangkan?" Timbal Elvi.
"Aku ini Ricard ma! dan aku bukan mama! Jadi jangan sama kan antara Ricard dan mama. Jika mama bisa memilih hidup seperti itu, maka Ricard akan memilih jalan lain! Ricard tidak akan menikahi Serena bahkan jika Ricard harus mati sekalipun!" Ricard kembali meninggikan intonasi suara nya, kali ini ia langsung beranjak pergi meninggalkan ibu nya, rara dan juga serena.
Ia merasa sudah berada dipuncak emosi. Harta? Derajat? Martabat? Itu semua tidak lah dibawa mati, menurut Ricard keputusan yang diambil ibunya itu sangat kekanak-kanakan, bahkan terkesan begitu egois. Bagaimana bisa ia meminta Ricard menikahi Serena sedangkan hatinya hanya terisi oleh Hafsah.
******
Baru saja Hafsah melangkahkan kakinya keluar dari sebuah bis yang mengantar nya, namun ia langsung dibuat kaget ketika mendapati sosok Ricard yang entah kapan sudah berdiri tepat didepan nya.
"Aish kalau aku jantungan bagaimana? Kau ini seperti tuyul saja! Tiba tiba muncul!" Ujar Hafsah.
"Ikut aku!" Cicit Ricard, tangan nya menarik tas Selempangan yang dikenakan Hafsah.
"Aishh lepaskan! Aku harus bekerja Ricard!"
Ricard tak bergeming ia terus menarik tas Selempangan milik Hafsah, yang otomatis saja membuat Hafsah ikut terserat berjalan dibelakang Ricard.
"Masuk!" Cicit Ricard ketika sampai didepan mobil biru milik nya.
"Kau gila ha?? Aku harus bekerja sekarang!"
"Jika kau tidak mau, aku terpaksa harus menyentuh tangan mu agar kau masuk kedalam mobil!"
Hafsah menatap kesal kepada Ricard, ia terpaksa masuk kedalam mobil milik Ricard, ia tak ingin Ricard menarik tangan nya seperti kejadian beberapa minggu lalu.
"Kita mau kemana Ricard? Aku belum izin dengan pak bos!" Cicit Hafsah disela perjalanan.
"Aisshh! Jika terlambat 1 jam, mungkin bisa dimaafkan tapi jika lebih dari itu, bisa bisa aku dipecat pak bos!" Hafsah kembali merengek.
"Kerja saja diperusahaan ku!" Timbal Ricard setelah cukup lama bungkam.
"Aku cuma tamatan SMA, aku juga tidak pernah berkuliah! Bagaimana bisa aku bekerja di perusahaan besar mu."
"Aku pemilik perusahaan itu! Aku tidak harus meminta izin semua karyawan jika ingin memeperkerjakan siapapun!"
"Kau gila Ricard?? Ahaa....kau pasti belum minum obat" celetuk Hafsah di iringi tawa renyah.
Ricard menepikan laju mobilnya, ia mendekat ke arah Hafsah di sampingnya.
"Aku serius sa! Berhentilah dari kedai kopi itu! Aku akan membuat mu jadi sekertaris ku!"
Hafsah menelan saliva nya, wajahnya dan Ricard begitu dekat sekarang.
"Astaghfirullah!" Ujar Hafsah spontan, ia langsung memalingkan wajahnya keluar jendela.
Melihat itu Ricard tertawa keras, ia merasa berhasil menggoda Hafsah.
"Maaf maaf!! Aku lupa kita belum menikah ya! Itu berarti tidak boleh dekat dekatan dulu, harus ada batasan seperti katamu!" Cicit Ricard, bibirnya masih mengembangkan senyuman.
"Sekali lagi kau seperti itu! Mati kau!" Timbal Hafsah, tangan nya menutupi kedua pipinya yang memerah.
"Tapi aku tidak bercanda soal posisi sekertaris yang aku tawarkan padamu sa! Besok aku mau kau menyerahkan surat pengunduran diri mu ya! Dan segera lah bekerja di perusahaan ku!"
"Aish! Terserah! Aku mau pulang sekarang!" Celetuk Hafsah seraya terus menundukkan wajahnya.
"Pulang? Sekarang? Yahhh!! Padahal aku ingin mengajak mu ke suatu tempat yang indah sa!"
"Tidak perduli seberapa indahnya! Aku tetap mau pulang!" Cicit Hafsah, ia tak berani menatap ke arah Ricard lagi.
"Hhh baiklah! Aku main ke rumah mu ya!"
"Tidak!! Pulang lah setelah mengantar ku! Aku tidak menerima tamu hari ini!"
"Uhuuu kau kenapa begitu kasar sekarang!" Ujar Ricard, ia menyadari bahwa Hafsah merasa begitu malu karena ulahnya.
"Jangan membuat ku mengumpat dipagi hari Ricard!! Cepat lah antarkan aku pulang!" Cicit Hafsah yang malah membuat Ricard tertawa keras.
Ricard kembali melajukan mobilnya, melewati keramaian lalu lintas yang menjadi ciri khas kota Jakarta. Sesekali matanya melirik ke arah Hafsah yang masih menundukkan wajahnya.
"Awas tertidur!" Ricard kembali menggoda Hafsah disampingnya.
"Bukan urusan mu!" Timbal Hafsah.
Ricard kembali tersenyum manis menatap Hafsah disampingnya, ia merasa mendapatkan banyak energi ketika bersama Hafsah. yang meski marah sekalipun tetap membuat Ricard tergila gila.