Chapter 7 - Kegelisahan Hati Hasan

Setelah Tamara mengutarakan penjelasannya dan Hasan bisa menerimanya mulailah hati Hasan tergerak untuk menemui Aurel guna menyelesaikan permasalannya dan kisah berlanjut.

Udara pagi terasa dingin, terlihat dari kejauhan pengunungan di selimuti kabut tebal mengitarinya, hembusan angin menambah dinginnya keadaan, sehingga menambah nyenyaknya tidur pagi hari, Hasan mencoba memberanikan dirinya pergi ke kamar mandi walau air terasa bagai sebongkah batu es demi bertemu Aurel dia rela kedinginan, waktu berjalan perlahan hingga selesailah Hasan bersiap-siap, tak disangka tiba-tiba langit menjadi berkabut sedikit demi sedikit awan mulai menggumpal karena akibat dibawa angin.

Tik ... tik ... tik

Suara air jatuh ke atab rumah dari langit pertanda hujan tiba, Hasan yang semula ceria, wajahnya berseri-seri kini berubah menjadi murung rasa kecewa menyeliputi hatinya.

Menunggu adalah hal yang paling menjengkelkan bagi Hasan, hampir 1 jam menunggu hujan pun belum reda Hasan mengambil Androidnya dan menghubungi Aurel.

Tut ... tut ... tut

Suara ketikan Android mulai terdengar dan gerakan jemari Hasan begitu lincahnya kemudian meletakkannya di dekat telinganya dan selanjutnya mulailah Hasan berkata, "Assalamu'alaikum".

"Wa'alaikumsalam,' jawab Aurel.

"Ada apa Kang?" tanya Aurel, terdengar suaranya merdu.

"Di situ hujan tidak," tanya Hasan.

"disini Hujan tidak berhenti-henti, saya ingin ketemu Eneng," imbuh Hasan.

"Tidak hujan ya Kang di sini?" ujar Aurel.

"Bisa nanti ketemu Neng kalau hujan sudah reda?" tanya Hasan.

"Bisa Kang dengan senang hati," sahut Aurel terlihat gembira hatinya.

"Ya udah, nanti kita bertemu di tempat biasa ya, nanti saya hubungi lagi kalu sudah siap," ungkap Hasan.

"Iya Kang," sahut Aurel.

"Assalamu'alaikum," pungkas Hasan.

"Wa'alaikumsalam," jawab Aurel.

Huhf! Suara hembusan nafas panjang Hasan terdengar keras, tak lama kemudian hujan pun reda, Hasan pergi mencari Ibunya di dapur untuk meminta Izin pergi.

Terlihat Ibunya sedang memasak, bau masakan membuat perut Hasan menjadi lapar, perlahan Hasan menemui Ibunya, memelukknya dan mencium pipinya itulah kebiasaan Hasan saat baru berjumpa Ibunya, begitu pula Ibunya membalas pelukan Hasan dengan erat dan mencium keningnya lalu melepaskannya.

"Ada apa Hasan! sebentar melihat pakaianmu sepertinya Hasan mau pergi!" tutur Ibunya sambil melanjutkan menggoreng ikan lele.

"Hmm ... Iya Bu," sahut Hasan sambil menggeliatkan tubuhnya ke kanan dan kek kiri terlihat jelas dia malu.

"Ya udah, pesen Ibu hati-hati di jalan jangan ngebut-ngebut bawa sepedanya, apalagi lewat jalan raya," pesen Ibunya sambil mengangkat ikan lele yang baru di goreng dan kemudian diletakkannya di meja makan.

"Iya Bu, Hasan akan selalu ingat pesen Ibu, kalau begitu Hasan berangkat dulu ya Bu! Do'akan Hasan berhasil, oh ya Bu! Ayah kemana Bu dari tadi saya tidak melihatnya," tanya Hasan sambil mencicipi masakan Ibunya.

"Ayahmu dari tadi pergi ke temennya di samping masjid belum pulang-pulang," jawab Ibunya sambil menyiapkan hidangan sarapan pagi.

"Oh ya, salam aja ya Bu, bilang ke Ayah Hasan pergi dulu," sahut Hasan sambil bergegas pergi.

dan berkata, "Hasan pergi ya Bu".

"Lo! Hasan Tidak sarapan dulu?" tanya Ibunya dengan nada keras.

"Nanti saja Bu," sahut Hasan.

Hasan pergi ke bagasi untuk mengambil sepeda, lalu menaikinya dan pergi menjauhi rumahnya, jalan terlihat ramai di penuhi berbagai macam kendaraan yang melintas, pepohonan yang berdiri kokoh dan besar-besar menambah indah jalan raya, serta sungai yang mengalir di samping jalan menambah segarnya udara di sepanjang jalan.

35 menit Hasan mengendarahi sepeda hingga sampai di persimpangan jalan, Hasan membelokkan sepedahnya ke gang jalan Harja, 1,5 meter lebar jalan itu hanya cukup untuk berpasan 2 sepeda, rumah-rumah yang beraneka ragam bentuk dan warna serta memenuhi di tepian jalan mebuat nyamannya perjalanan.

Di tanah lapang terlihat berbagai macam bentuk rumah makan, ada satu yang menarik perhatian rumah makan yang dikelilingi tumbuhan bunga yang membuat nyaman pelanggan apa lagi tembok yang dianyam bambu membuat semakin indah dipandang, disinilah Hasan menghentikan sepedanya, untuk menemui Aurel gadis pujaannya.

Hasan mengeluarkan Androidnya kemudian menghubungi gadis pujaannya itu.

Tut ... tut ... tut

Bunyi Androidnya menghubungkan ke Android milik Aurel.

"Maaf nomor yang anda hubungi di luar jangkauan atau sedang tidak aktif, mohon klik tombol nomor dua untuk meninggalkan pesan suara," suara dari Androidnya Hasan.

berkali-kali Hasan mengulang-ngulang menghubunginya tapi tidak ada hasil, berjam-jam Hasan menunggu Aurel untuk menghubunginya, tidak tahan lapar akhirnya Hasan memesan makanan dan minuman meninggalkan Aurel.

Dengan lahabnya Hasan memakannya karena laparnya perut Hasan, Ayam geprek dan Juz Alpokat yang membuat rasa kecewa hasan menjadi berkurang begitu nikmatnya hingga melupakan permasalahannya, sedidik demi sedikit dilahabnya sesekali Hasan meminum Juznya, tak terasa makanan dan minumannya telah habis Hasan merasakan perutnya mulai berat pertanda Hasan sudah kenyang.

Huhf ...

Hembusan nafas dalam Hasan terdengar keras, akhirnya Ia memutuskan untuk pulang, sebelum pulang Ia mencoba menghubunginya sekali lagi, tetap tidak ada jawaban.

Hasan pun pulang dengan membawa kekecewaan yang berharab permasalahannya selesai ternyata hari ini belum terselesaikan, bagai pakaian yang lungsat tidak disetrika, bagai bunga yang habis dihisap madunya oleh kumbang terlihat layu di bawah terik matahari, itulah gambaran hati Hasan sekarang ini.

Dengan terlihat lemas Hasan mengendarai sepedahnya, sesekali Ia berbicara dengan dirinya sendiri, "Ya Tuhanku, Apa salah dan dosaku hingga hari ini kecewa, Saya itu mau menyelesaikan permasalahanku dengan Aurel lalu saya ke pesantren apa salah? jauh-jauh dari sana ku bela-belain nunggu hujan tak berhenti-henti tahu ndak menunggu itu membosankan". Hampir saja sepeda Hasan terpeleset di tepi jalan karna terbawa pikiran galaunya, secepatnya dia tersadar.

"Aurel-Aurel kamu juga Dimana sekarang? dihungin tidak bisa, apa kamu tidak merasakan apa yang aku rasakan, kecewa ... kecewa ... dan kecewa," Hasan menggurutu dalam hatinya.

Tak disangka di tengah perjalanannya Hasan berpapasan dengan Izan teman baiknya.

Sroot ...

Bunyi rem sepeda Izan seketika sepedanya terhenti dan berkata, "Mas Hasan! Darimana? Kokk terlihat kusut gitu, Habis dimarahi Orang kah? Atau kehilangan sesuatu?".

Hasan pun dibuat kaget oleh Izan yang tiba-tiba menghentikan sepedanya dan menyapanha.

"Ini Zan! Tadi saya mengajak ketemuan Aurel di rumah makan biasanya, eh udah jauh-jauh kesini, nunggu hujan tak berhenti-henti eh malah Aurelnya dihubungin tidak bisa, kan jadinya saya kesal, kecewa," tutur Hasan sambil memukul-mukul sepedanya.

"Oh gitu! Mas! tadi, di rumah mati lampu bisa jadi Androidnya Aurel kehabisan batre akhirnya tidak bisa dihubungin, baru saja saya berangkat kesini lampunya sudah menyala, coba hubungin lagi toh masih jam segini, biar cepat selesai," ungkap Izan.

"Sabarlah Mas! perlu perjuangan dalam mencapai tujuan yang baik, jangan kesal, belajrlah bisa mengendalikan diri," imbuh Izan sambil melanjutkan perjalanannya.

"Iya udah, terimakasih Zan nasihatnya memang kamu teman yang baik," sahut Hasan

Hasan pun mencoba menghubunginya kembalinya.

Dan apa yang akan terjadi dikisah selanjutnya

Apakah Hasan berhasil menemui Aurel?

jangan lewatkan kelanjutan kisahnya hanya di sini.