Dikisahkan sebelumnya Hasan pergi ke Kedung Biru untuk menemui gadis impiannya Aurel namanya, Hasan yang melihatnya duluan perlahan ia mendekatinya kemudian kisahnya berlanjut.
Hari ini hatinya Hasan tak menentu bahagia, sedih, takut menjadi satu hingga segala cara dilakukan agar bisa menguasahi keadaan, setelah dirasa bisa mengendalikan ia menghampirinya.
"Neng!" teriak Hasan memanggil Aurel yang berjalan sambil menoleh ke kanan dan ke kiri seakan bagai harimau mengintai mencari mangsanya.
Mendengar terikan Hasan Aurel pun cepat-cepat memandang ke arah Hasan sambil menjawab teriakannya sambil berkata, "Kang! Sudah di sini dari tadi ya?" Sambil mendekati Hasan dan tak lupa ia lontarkan senyuman-senyuman manisnya.
"Belum, baru sampai jugaan saya," sahut Hasan sambil menarik tangan Aurel.
"Kang! mari ke sana aja, kita makan-makan dulu rasanya lapar saya ini," kata Aurel membujuk Hasan dengan suara manjanya sambil menarik tangannya untuk pergi ke tempat itu.
"Iya, Neng! Tapi saya tidak makan ya," ungkap Hasan dengan nada pelan.
"La kenapa Kang?" sahut Aurel sambil memandangnya.
"Tadi saya sudah makan di warung yang biasa kita ketemuan, karena menunggu Eneng tidak bisa dihubungin," tutur Hasan sambil membalas memandangnya ditambah senyuman manisnya.
"Ya! Maaf Kang, Akang kan sudah tahu alasannya, kalau begitu kita makan sepiring berdua ya Kang, saya suapin deh," kata Aurel merayunya.
"Ya udah penting Eneng senang dan bahagia," sahut Hasan terlihat manis tapi didalam hati terdalamnya menjerit.
"Alhamdulillah mari kesana," ajak Aurel.
Berjalan mengitari taman yang indah, Kedung yang airnya terlihat biru membuat hati Hasan terasa nyaman seakan hilanglah permasalahan yang berkecamuk di fikirannya.
Dalam perjalanan menuju rumah makan yang terlihat anyaman bambu dan bunga-bunga mekar mengelilinginya, membuat suasana menjadi romantis, Aurel melihat sesuatu dan bertanya pada Hasan.
"Kang! Lihat itu laut lepas penuh hiasan perahu berlayar, rasanya ingin aku dan Akang naik perahu itu berdua," ungkap Aurel yang merasakan nikmatnya rasa bertemu Hasan.
"Hah, buat apa kita naik perahu berlayar itu, kamu sendiri aja tidak berani," sahut Hasan sambil memandanginya.
"Kalau sama Akang kan hilang rasa takutnya, pastilah kalau ada apa-apa Akang cepat-menolong," tutur Aurel sambil tersenyum-senyum sendiri.
"Hidih maunya selalu di temani," kata Hasan sambil menarik tangannya pergi.
"Hih Akang ini, bentar to Kang lihat-lihat dulu, toh mumpung baru kesini," kata Aurel.
"Iya-iya! bentar, kenapa sih Kang, tidak seperti biasanya selalu tersenyum, membahagiakan dan mengasyikkan, Ada apa Kang?" tanya Aurel yang merasakan ada perubahan pada Hasan seperti ada sesuatu yang disembunyikan darinya.
"Tidak gitu! La katanya Eneng lapar? sok atuh kita makan!," ajak Hasan.
"Iya Kang! ayo," sahut Aurel terlihat dari rahut wajahnya tapi cepat-cepat menyembunyikannya.
"Hmm ... kamu duduk sini ya saya mau pesen makan dulu, Eneng mau pesen apa?" tanya Hasan sambil memandangnya dan lalu pergi.
"Seperti biasa saja Kang, oh ya Kang minumnya teh hangat saja," tutur Aurel.
"Ya udah tunggu sini kalu begitu, sebentar saya ke situ dulu," sahut Hasan.
Tak lama Hasan pun datang dengan membawa 2 piring nasi yang di atasnya terdapat ikan bebek panggang, yang aromanya menyebar kemana-mana membuat siapa saja yang menciumnya menjadi lapar.
"Ini, buat Eneng dan ini buat Akang sendiri, demi Eneng Akang rela walau sudah makan saya makan lagi, asalkan Eneng nahagia," ungk
ap Hasan.
"Hmm ... Akang! Bisa saja kalau membuat hati Eneng makin aduh gitu," sahut Aurel sambil menggetarkan tubuhnya.
"Tunggu dulu jangan dimakan, saya ambil minumannya sekalian," ungkap Hasan.
Tak lama juga di ke 2 tangan Hasan terlihat membawa 2 gelas yang berisi susu dan teh hangat.
"Hmm ... Ini buat Eneng teh hangatnya dan ini susunya buat Akang, sok mari dimakan," ajak Hasan.
Lahabnya mereka makan seakan melupakan permasalahannya sesekali mereka saling suap menyuap, bercanda dan gembira ria.
Selesai makan Hasan pun memberanikan dirinya untuk mengungkapkan perasaannya selama ini dengan berkata, " Neng! Boleh ndak saya ngomong serius sama Eneng?"
"Ya boleh to Kang, memang mau ngomong serius apa?" tanya Aurel sambil mengarahkan pandanganya kepada Hasan.
"Apa serius Eneng suka sama Akang?" tanya Hasan sambil menatap tajam ke arah mata Aurel.
"Kok tanyanya Akang gitu? ya cinta dong Kang, Apa Akang butuh bukti? sini saya cium Akang!" ungkap Aurel sambil merdiri mendekati Hasan lalu menciumnya.
"Ih Eneng! Malu dilihat orang, bukannya saya meragukan cinta Eneng pada Akang, percaya kok saya," ungkap Hasan sambil menggeser tempat duduknya.
"Pokoknya saya maunya sama Akang titik," pungkas Aurel.
"Apa Eneng sudah menceritakannya pada orang tua Eneng tentang hubungan ini," tanya Hasan.
"Akang! Kalau itu saya belum bercerita Kang, menunggu waktu yang tepat, Akang ini aneh tidak biasanya seperti ini, Apa Akang udah siap menikah," tanya Aurel.
"Ya tidak begitu, saya kan juga butuh kejelasan tentang status kita saya khawatir nantinya Eneng dijodohkan dengan laki-laki lain," ungkap Hasan.
"Huh, harus berapa kali saya bilang pada Akang, Eneng maunya sama Akang aja, tidak lainya," jawab Aurel terluhat dia menggeliatkan tubuhnya yang langsing itu.
"Neng, Boleh ndak Akang jujur pada Eneng," tanya Hasan sambil menundukkan pandangannya.
"Ih Akang ini, mau jujur apa memang selama ini Akang tidak jujur gitu pada Eneng, Eh Kang bentar ya perut saya mules banget rasanya sudah mau keluar nih, saya pergi dulu ke toilet ya Kang? Sudah tidak tahan nih," ungkap Aurel sambil memegang perutnya dan kemudia pergi.
"Ya udah, cepat pergi ke toilet gih, nanti sakit," sahut Hasan.
Mulailah rasa khawatir itu muncul kembali dan gelisah begitu juga hati Hasan tidak berhenti berkata, "Ya Allah, Bagaimana ini? benarkah apa yang saya lakukan ini? rasanya tidak tega saya menyakitinya, tapi Bagaimana lagi? Demi masa depan ku."
Tak lama Aurel kembali dia langsung duduk disamping Hasan kemudia memandangnya.
"Kang! Eneng sudah siap mendengarkan kejujuran Eneng," ungkap Aurel dengan harapan di hatinya Hasan akan mengatakan bahwa dia siap hidup bersamanya.
"Eneng kan sudah pasti tahu kalau saya sudah berumur 17 tahun, juga pasti mempunyai tujuan hidup yang bahagia, saya ingin hubingan ini diperjelas jangan cumak seperti ini," tutur Hasan sambil meminum susu yang dibelinya.
"Saya belum mengerti Apa yang Akang maksud hubungan ini diperjelas, punya tujuan hidup bahagia, yang semua orang juga punya tujuan itu, coba Akang jelaskan ketitik permasalahannya," tutur Aurel sambil meminum tehnya juga.
Tak sadar Hasan meneteskan air mata lama semakin lama air mata itu membasahi pipinya, sesekali ia menghapusnya.
"Kang Ada apa? kok meneteskan air mata, Apa ada yang salah sesuatu yang saya katakan," ungkap Aurel sambil mengeluarkan tisu dan menghapusnya.
"Gini Eneng, saya sama orang tua saya disuruh meneruskan pendidikanku di pesantren," ungkap Hasan terlihat suaranya mulai tersengal-sengal karena akibat air mata menetes dipipinya.
Bagaimana kelanjutan kisahnya
Apakah Hasan akan benar-benar mengatakan untuk berpisah?
Jangan lewatkan kelanjutan kisahnya hanya ada di sini.