Tisu yang ada di toilet sekolah SMA Brawijaya sekarang tengah digunakan untuk mengeringkan seragam Revan yang tadi basah kuyup sebab ulah jahat dari Rintan.
"Kenapa susah keringnya? Bagaimana ini?" gumam Revan bertanya pada dirinya sendiri.
Revan tidak menyerah begitu saja dia tetap melanjutkan mengeringkan seragam yaitu menggunakan tisu yang tersedia di dalam toilet sekolah. Pintu yang awalnya tertutup tiba-tiba terbuka dan menampakkan seorang remaja laki-laki yang tidak lain adalah Marklee.
"Kamu pakai seragam punya aku aja, aku habis ini mau ke lapangan basket jadi tidak menggunakan seragam ini lagi," ujar Marklee pada Revan dan Revan hanya terdiam tidak mengambil seragam milik Marklee.
"Kok diam aja sih? Ini ayo diambil.. sebentar lagi bel berbunyi dan kamu mau mengikuti pelajaran dengan baju yang basah kuyup ini?" tanya Marklee pada Revan dan remaja laki-laki itu menggelengkan kepalanya.
Marklee keburu mau ke lapangan basket dia pun memberikan seragamnya itu pada Revan dan kemudian melenggang pergi dari hadapan Revan. Revan belum mengucapkan terima kasih pada remaja laki yang sangat baik pada dirinya itu meskipun pada remaja laki-laki itu yang tidak lain adalah Rintan sering membully dirinya.
Revan tidak mau berlama-lama di toilet lagi dia pun segera mengganti seragamnya itu dengan seragam Marklee. Selesai dia mengganti seragamnya di dalam toilet, Revan berjalan keluar toilet menuju ke dalam kelasnya yang di dalam kelas nya sudah ada ketiga gadis cantik tadi yang membully dirinya sampai menyiram air mineral ke wajahnya.
Rintan yang sangat hafal dengan aroma parfum milik Marklee dia merasa aneh dan mencari asal aroma parfum itu. Saat mengetahui bahwa aroma parfum itu berasal dari Revan yang sekarang tengah duduk diam sembari membaca buku dia melipat kedua tangannya ke depan dada dan mulai untuk membully Revan lagi.
"Ini kenapa seragam kamu udah nggak basah lagi? Dan ini kelasnya kok dua belas? Apa jangan-jangan kamu memakai seragam milik Marklee?" tanya Rintan pada Revan sembari menatap tajam sepasang manik mata Revan yang juga tengah menatap dirinya.
Revan terdiam dan tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan gadis cantik itu pada dirinya. Sementara itu, Devika dan Winda yang memperhatikan sahabatnya itu tengah berdiri di samping Revan yang tengah duduk di bangku, mereka berdua menghampiri Rintan dan melihat apa yang tengah terjadi.
"Ini apa lagi Rintan? Udah lah, kamu nggak cukup bikin dia basah kuyup kayak tadi?" tanya Winda pada Rintan.
"Belum cukup, karena dia pakai seragam punya Marklee," jawab Rintan sembari melirik sinis pada Winda.
Winda kemudian memperhatikan seragam yang dipakai oleh Revan dan benar apa yang dikatakan oleh sahabat yaitu bahwa Reva memakai seragam milik Marklee.
"Perasaan kok bau parfum ini kayak punya Marklee ya, ternyata si cupu ini yang memakai seragam bekasnya kapten basket SMA Brawijaya," ucap Devika pada Revan yang sedari tadi hanya diam saja.
"Devika, Winda, Rintan! Ngapain kalian bertiga berdiri di bangku Revan?" tanya seorang paruh baya laki-laki yang tidak lain adalah guru mata pelajaran yang sekarang akan mengajar di kelas Revan.
Ketiga gadis cantik itu menoleh kebelakang bersamaan dan mendapati pak Budi yang sekarang tengah berdiri di ambang pintu menatap tajam ke arah Rintan, Winda dan Devika.
"Maaf pak, kami tadi cuma mau minta air minum ke Revan katanya udah abis hehehe," ucap Rintan pada pak Budi yang tentu tidak pada kenyataannya.
"Bapak nggak percaya, sekarang kamu berdiri di depan dan mengucapkan kata saya tidak akan mengulangi kesalahan ini lagi sampai 20 kali!" perintah tegas pak Budi yang ditunjukkan pada Rintan dan kedua sahabat cantiknya itu.
Yang paling senang dihukum di sini adalah Winda, sebab akhirnya Rintan dan Devika terkena hukuman setelah membully Revan. Sekian banyaknya siswa siswi yang ada di SMA Brawijaya tidak ada satu pun yang berani melaporkan Rintan yang setiap kali bahkan berkali-kali membully Revan.
"Kita bertiga kan cuma minta air minum ke Revan pak. Kita nggak ngapa-ngapain Revan kok, iya nggak teman-teman?" tanya Rintan pada seisi kelas sembari mengedipkan sebelah matanya.
Lagi dan lagi seluruh kelas diminta berbohong pada bapak ibu guru setiap Rintan hampir ketahuan membully Revan. Seluruh kelas hanya diam tidak menganggukkan kepala mereka dan malah memilih membuka buku dan sisanya mengambil buku di dalam tas.
Rintan berdecak kesal dan berjalan menghentakkan kakinya ke depan kelas serta mengucapkan kata yang di diminta oleh pak Budi pada dirinya dan kedua sahabatnya sebagai hukuman.
Revan yang tidak tega melihat gadis cantik yang dia sukai itu dihukum oleh pak Budi diapun berdiri dari duduknya dan ikut menjalankan hukuman.
"Loh kamu kenapa ikut masuk ke depan? Kamu sekarang kembali ke bangku kamu," ujar pak Budi pada Revan.
"Tidak pak saya juga salah, saya tidak mengerjakan tugas yang bapak berikan beberapa minggu yang lalu," ucap Revan pada pak Budi.
Pak Budi tertawa kecil dan tentunya tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Revan. Murid dengan prestasi yang paling baik dari yang terbaik itu tidak mungkin tidak mengumpulkan tugas.
"Kamu kalau mau bercanda sama bapak di luar kelas saja. Jangan di dalam kelas, sekarang kamu kembali duduk dengan rapi biar bapak menghukum tiga teman kamu ini," ujar pak Budi pada Revan yang tertunduk dihadapannya.
"Tapi saya memang benar-benar belum mengerjakan tugas itu pak. Kalau bapak tidak percaya, bapak bisa buka buku saya," ucap Revan pada pak Budi.
"Kamu nggak usah banyak drama lagi deh. Mendingan kalau disuruh duduk-duduk aja, nggak usah sok peduliin kita yang dihukum di sini," sahut Devika pada Revan.
"Aku nggak memperdulikan kalian bertiga, karena aku memang benar-benar belum mengerjakan tugas yang diberikan pak Budi beberapa minggu yang lalu yang ditargetkan hari ini harus selesai," ucap Revan dengan jelas pada Devika.
Kening Rintan berkerut, dia sangat tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Revan pada Devika. Mana mungkin pekerjaan yang sudah diberikan beberapa minggu yang lalu hari ini belum selesai, sedangkan pekerjaan dirinya dan kedua sahabatnya selesai dalam waktu 1 hari dan tugas itu tidak sedikit.
"Bapak nggak usah percaya sama Revan, mendingan bapak melanjutkan memberi hukuman ke Rintan, Winda dan Devika." sahut seorang siswi yang duduk di bangku depan sebelah kanan sendiri.
Revan akhirnya disuruh kembali ke bangkunya oleh pak Budi dan remaja laki-laki itu mengangguk mengiyakan saja daripada nilainya dikurangi sebab ancaman dari pak Budi itu tidak bisa membuat Revan berkutik dan membantah lagi.
Rintan, Winda dan Devika menjalankan hukuman yang diberikan pak Budi kepada mereka bertiga sampai selesai, setelah itu mereka kembali duduk di bangku masing-masing dan setelah itu mengikuti pelajaran sampai selesai.
Bel pulang berbunyi Revan sekarang tengah membereskan bukunya ke dalam tas dan dia berdiri dari duduknya melangkahkan kakinya berjalan keluar kelas menuju ke parkiran dan segera pulang ke rumah.
Rintan, Devika dan Winda yang berjalan lebih dahulu dari Revan dan sekarang tengah berdiri di samping mobil memperhatikan Revan dari kejauhan.
"Motor si cupu udah nggak bocor lagi tuh,"