Bel pulang berbunyi seluruh siswa-siswi SMA Brawijaya keluar dari kelas masing-masing menuju ke parkiran untuk mengambil kendaraan mereka dan melaju pulang dari area sekolah menuju ke rumah masing-masing.
Revan yang pergi ke sekolah menaiki motor bututnya dia selalu saja di bully oleh teman-temannya yang lain terutama Rintan yang setiap berangkat sekolah dan pulang sekolah tidak henti-hentinya membully Revan.
Revan hanya diam saja dan tidak mempedulikan hal itu yang terpenting dia bisa sekolah dengan lancar tanpa kendala apapun. Meskipun seringkali motor bututnya itu dibuat rusak oleh Rintan dan teman-teman yang lain yang tidak suka pada dirinya.
Revan menutup bukunya serta buku ketiga gadis cantik tadi dan setelah itu memasukkannya ke dalam tasnya. Revan berjalan keluar kelas dan mengunci pintu kelasnya serta menaruh kunci kelasnya itu di ruang khusus penyimpanan kunci kelas.
Namun langkah remaja laki-laki itu terhenti ketika ketiga gadis cantik menghalangi langkahnya yang ingin menuju ke parkiran mengambil motor dan segera pulang.
"Mau pulang?" tanya Rintan pada Revan.
Ketiga gadis cantik itu siapa lagi kalau bukan Rintan, Winda dan Devika yang selalu saja mengganggu Revan dimana pun dan kapanpun saat mereka bertemu dengan Revan.
"Iya," jawab Revan pada Rintan.
"Enak banget tugas belum diselesaikan terus langsung mau pulang. Berani kamu sama kita?" tanya Rintan pada Revan.
Revan menundukkan kepalanya dan menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
"Kalau takut, selesaikan sekarang! Kita nggak mau ya buku kita dibawa sama orang kampungan kayak lo," ujar Rintan kejam pada Revan.
Remaja laki-laki itu kemudian melepaskan tasnya dan mengambil 3 buku yang sudah dia selesaikan. Revan memberikan buku itu pada Rintan, Winda dan Devika. Rintan membelalakkan matanya tidak percaya dan melihat bukunya yang sudah lengkap dan semua tugas-tugasnya serta tugas tugas kedua sahabatnya sudah diselesaikan Revan dengan cepat.
Revan memang sangat pandai dan mampu mengerjakan 4 tugas sekaligus dalam waktu 1 hari. Maka dari itu dia diterima sekolah ah di SMA Brawijaya yang terkenal biaya sekolahnya yang sangat mahal dan kualitas yang terbaik. Revan menggunakan kepandaiannya untuk masuk ke sekolah elit ini yang berisi siswa-siswi yang mampu dan berkelas.
Rintan terdiam dan melenggang pergi begitu saja bersama dengan kedua sahabatnya untuk menuju ke dalam mobilnya yang dia parkir di parkiran mobil depan. Marklee tidak mengetahui hal ini karena dia saat selesai bel berbunyi langsung pergi ke lapangan basket tanpa Rintan.
Revan memakai tas nya lagi dan berjalan menuju ke parkiran untuk mengambil motornya dan segera pulang karena dia juga harus membantu Ayahnya yang jualan bakso keliling.
Namun remaja laki-laki itu merasa rasa saat melihat kedua ban motornya kempes. Kedua ban motor Revan kempes adalah ulah dari para remaja laki-laki yang ditugaskan oleh Rintan agar membuat ban motor Revan kempes dan mengakibatkan Revan harus jalan kaki untuk sampai ke rumah yang jaraknya lumayan jauh.
Rintan dan Devika yang memperhatikan hal itu, mereka hanya tertawa senang dan bertepuk tangan.
"Akhirnya situ cupu itu pulang jalan kaki sambil dorong motor bututnya," ucap Rintan pada Devika dan Winda sembari tersenyum licik dan memperhatikan Revan dari dalam mobil mewahnya.
"Puas banget bisa melihat si cupu itu menderita. Besok kita kerjain lagi asik kali ya?" tanya Devika pada Rintan sembari tersenyum licik.
Winda yang mendengar hal itutelinganya serasa panas dan di sisi lain dia tidak tega melihat Revan yang harus mendorong motor sampai ke rumah.
"Kalian terlalu jahat tau nggak? Bayangin aja kalau posisi Revan terbalik sama kalian berdua apa yang akan kalian lakukan?" tanya Winda pada Rintan dan Devika.
"Kok kamu malah ngomong seperti itu sama kita berdua sih? Kamu itu seharusnya senang dan juga merasa puas hati aku dan Devika karena melihat Revan pulang jalan kaki sambil mendorong motor bututnya itu," jawab Rintan dengan jelas pada Winda.
"Kalian itu keterlaluan," ucap Winda pada Rintan dan Devika.
"Kalau kamu nggak suka, sekarang keluar dari mobil aku dan ikut sama Revan mendorong motornya sampai ke rumah Revan. Bagaimana? Mudah kan?" tanya Rintan pada Winda dan membuat Winda tidak lagi berani mengeluarkan kata-kata lagi untuk mengela Revan.
Rintan kemudian meminta sopirnya itu untuk melajukan mobilnya menuju ke rumah Winda dan Devika meninggalkan Revan yang kesusahan mendorong motor bututnya sampai ke rumah dengan jarak yang jauh itu.
"Kok ban motor aku bisa kempes dua-duanya ya? Padahal tadi berangkat sekolah ban motor aku baik-baik aja," gumam Revan bertanya pada dirinya sendiri sembari mendorong motornya itu yang bannya kempes.
Revan berniat berhenti di bengkel motor dan memperbaiki kedua ban motornya yang kempes agar bisa kembali ke semula dan bisa dinaiki agar dia tidak jalan kaki untuk pulang.
Sementara itu sekarang tepatnya di rumah Revan yang bisa dibilang sangat sederhana dengan gerobak bakso yang ada di depan rumahnya. Seorang paruh baya laki-laki sekarang mah mengelap mangkok bakso dan menata dagangannya yang sebentar lagi akan dia bawa keliling kampung.
Paruh baya laki-laki yang tidak lain adalah ayah Revan yang bernama Prapto. Prapto setiap hari keliling di kampungnya dengan dibantu oleh Putra laki-lakinya yang setiap pulang sekolah langsung membantu dirinya untuk berjualan keliling.
"Revan putraku kemana? Kok jam segini belum pulang juga?" gumam Prapto bertanya pada dirinya sendiri.
Prapto berjalan ke depan rumahnya dan melihat ke arah jalan yang biasanya digunakan putranya untuk berangkat ke sekolah dan pulang dari sekolah. Jam siang seperti ini biasanya Revan sudah pulang dan sudah berganti baju serta makan siang dan baru setelah itu membantu ayahnya untuk berjualan keliling di kampung.
Namun karena ulah Rintan, Revan jadi pulang terlambat sebab Revan harus memperbaiki motornya di bengkel agar besok bisa digunakan untuk berangkat sekolah dengan tepat waktu seperti biasanya.
Revan memikirkan ayahnya yang ada di rumah. Revan berfikir kalau pasti ayahnya menunggu dirinya yang belum juga pulang. Jujur saat ini Revan sangat gelisah dan resah karena memikirkan ayahnya di sisi lain Prapto juga memikirkan putranya itu yang sampai jam sekarang belum pulang padahal seharusnya dari tadi putranya itu sudah sampai di rumah.
"Ayah maafkan Revan karena pulang telat dan tidak bisa membantu Ayah berjualan keliling," gumam Revan sembari meneteskan air matanya gelisah dan sedih memikirkan ayahnya yang pasti sekarang tengah menunggunya.
"Mas bisa lebih cepat lagi?" tanya Revan ramah pada orang bengkel itu.
"Iya mas sebentar lagi selesai," jawab orang bengkel itu ramah pada Revan.
Revan menganggukkan kepalanya mengingatkan dan bersabar untuk menunggu. Di sisi lainnya tepatnya di rumah yang sangat mewah dan megah di mana Rintan dan mamanya tinggal bersama dengan papa tirinya yang sampai sekarang dia kira sebagai papa kandungnya karena kasih sayang papa tirinya itu pada dirinya yang sudah seperti anak kandung sendiri.
Mobil mewah Rintan terparkir di halaman depan rumah Rintan. Gadis cantik itu membuka pintu mobilnya dan berjalan melangkah keluar mobilnya menuju ke dalam rumahnya.
Saat dia membuka pintu utama rumahnya dia disambut oleh mamanya yang yang tersenyum sayang pada dirinya.