"Apa yang akan aku lakukan agar kamu mau menjauh dari aku?" tanya Revan pada Anggika.
"Walaupun kamu menyuruh aku mati sekalipun, aku nggak akan pernah jauh dari kamu. Aku berniat berteman sama kamu itu karena kamu baik, dan sekali lagi aku minta maaf karena mengecewakan dan membuat hidup kamu menjadi semakin menderita karena aku," jawab Anggika pada Revan.
Bel pulang akhirnya berbunyi, Revan membereskan semua barang-barang yang termasuk bukunya yang ada di dalam selokan dia masukkan ke dalam tas dan kemudian dia berdiri dari duduknya berjalan keluar kelas.
Anggika ikut membereskan buku-bukunya dan dia segera berjalan cepat mengikuti langkah Revan. Sepasang mata gadis cantik itu mengeluarkan butiran air bening dan hatinya merasa sangat campur aduk di sisi lain dia merasa sangat bersalah dan di sisi lain dia merasa tidak ingin jauh dari remaja laki-laki itu.
Revan sudah sangat baik pada dirinya dan kepada orang lain dan Anggika berfikir kalau Revan akan memaafkan kesalahan yang pernah dia buat. Revan menghentikan langkahnya karena dia merasa sedari tadi Anggika mengikuti dirinya dengan berlari.
Anggika merasa senang akhirnya remaja laki-laki itu menghentikan langkah cepatnya dan membalikkan badan memperhatikan dirinya sekarang tengah berdiri di tengah koridor.
"Kamu mulai sekarang, dengan sangat aku mohon jangan berteman dengan aku lagi," kalimat yang terucap dari mulut Revan langsung membuat Anggika merasa dihantam keras hatinya.
Anggika hanya bisa diam dan Revan kemudian berjalan kembali menuju ke parkiran motor dan menaiki motornya segera pulang. Malang sekali nasib gadis cantik itu dia hanya bisa menangis dan kalaupun dia mengejar Revan pasti yang dikatakan Revan hal yang sama dan kalimat yang sama.
Badannya serasa langsung lemas dan ingin jatuh sekarang namun dia melihat di sekeliling masih banyak siswa siswi yang berjalan menuju parkiran dia harus tetap kuat dan berjalan sembari terisak.
Mobil yang khusus untuk menjemput Anggika sudah datang gadis cantik itu segera masuk ke mobilnya dan meminta untuk sopir yang menjemputnya itu segera membawanya pulang.
"Maaf non, kata pak Hendra non harus ke kantornya pak Hendra akan ada pertemuan disana," ujar sopir itu apa adanya pada Anggika.
Anggika merasa bahwa hatinya dan perasaan yang sekarang sedang sangat tidak baik-baik saja dan dia membutuhkan untuk kesendirian dan ketenangan. Bukan keramaian dan seseorang yang harus memaksanya untuk tersenyum di situasi dan kondisi seperti saat ini.
Namun saat gadis cantik itu mengingat nama papanya yang disebutkan oleh sopirnya itu, membuatnya sangat berat untuk menolak mau tidak mau dia harus langsung ke kantor karena yang paling diutamakan adalah papanya.
"Baiklah, ayo jalan ke kantor papa," ucap Anggika pada sopirnya itu.
Mobil mewah itu pun melaju pergi dari area sekolah dan menuju ke kantor papanya. Beberapa menit setelah menempuh perjalanan yang lumayan jauh, Anggika sampai di sebuah perusahaan yang besar dan terkenal milik papanya itu.
Sebuah karpet merah terbentang di depan pintu utama kantor perusahaan milik papanya itu, Anggika pun bertanya-tanya kenapa harus ada karpet merah yang dibentangkan di depan pintu masuk kantor papanya itu?
Sopirnya membukakan pintu untuknya dan dia pun melangkahkan kakinya keluar mobil berjalan masuk menuju ke dalam kantor papanya. Sesampainya dia dalam kantor ada seorang remaja laki-laki yang terlihat berpakaian seperti para pekerja kantor lainnya yang sekarang tengah berdiri di hadapannya.
Anggika bertanya-tanya lagi siapa remaja laki-laki yang sekarang tengah berdiri di hadapannya dengan memberikan senyuman yang manis pada dirinya. Tetap sama seperti tadi Anggika hanya memasang wajah datar dan tidak ada bahagia sedikitpun.
"Kamu Anggika? Putri tunggal pak Hendra?" tanya remaja laki-laki itu pada Anggika.
Anggika hanya memutar kedua matanya malas dan dia sangat tidak mau menjawab sebab tidak suka dengan remaja laki-laki yang berdiri dihadapannya ini. Di sela itu Hendra keluar dari lift dan berjalan menghampiri putrinya yang sekarang tengah berdiri berhadapan bersama dengan putra rekan kerjanya.
Hendra yang melihat hal itu dia merasa sangat senang karena difikirannya terisi bahwa putrinya itu bisa berteman dan dekat dengan baik dengan putra dari rekan kerjanya itu yang tidak lain adalah Alvaro.
"Putri kesayangan papa sudah sampai di sini? Kenapa berdiri saja di sini kenapa enggak masuk ke ruangan papa?" tanya Hendra pada Anggika sembari mengembangkan senyuman lebarnya dan senyum bahagianya pada putrinya itu.
Anggika yang melihat senyuman bahagia dan keceriaan yang terukir di wajah papanya itu dia merasa bahwa juga harus ikut tersenyum walaupun keadaan hatinya sedang tidak baik-baik saja.
"Ternyata benar kamu Putri tunggalnya pak Hendra," ujar Alvaro pada Anggika.
Anggika hanya mengangguk singkat dan mengembangkan senyum tipisnya dan kembali tersenyum pada papanya.
"Ada perihal apa papa meminta Anggika untuk datang ke sini?" tanya gadis cantik itu ada papanya.
"Papa cuma mau ngenalin kamu sama putranya rekan kerja papa, dia namanya Alvaro putra dari pemilik saham terbesar di Indonesia dan juga di luar negeri yang biasa bekerja sama dengan papa," jawab Hendra mengenalkan Alvaro pada putrinya itu.
Anggika tidak menoleh ataupun mengalihkan pandangannya dia tidak tertarik dan sangat tidak suka dengan remaja laki-laki yang ada dihadapannya ini. Entah kenapa sejak dirinya berhadapan dengan remaja laki-laki yang bernama Alvaro itu, hatinya berucap bawa dia tidak harus dekat ataupun mengenal remaja laki-laki itu.
"Hanya itu aja? Anggika banyak tugas sekolah pah, Anggika mau pulang aja," ujar Anggika pada papanya sembari mengembangkan senyum lebarnya pada papanya.
"Kamu salaman dulu dong sama Alvaro, atau berbincang sebentar," ucap Hendra pada Anggika.
Anggika menolehkan pandangannya pada remaja laki-laki itu dan kemudian dia mengembangkan senyumnya menjabat tangan Alvaro sebentar sembari memperkenalkan dirinya dan setelah itu dia berniat langsung pulang dari kantor papanya.
"Kenalin, nama aku Anggika, anak papa Hendra. Kelas 11 SMA dan udah punya pacar, kalau mau berbincang aku ajak pacar aku biar seru," ucap Anggika dengan jelas dan gamblang membuat Alvaro hanya terdiam tidak bisa berkata apa-apa.
"Pacar? Siapa pacar kamu?" tanya Hendra pada Anggika.
"Ada kok pah, yaudah Anggika banyak tugas sekolah harus selesai besok," jawab Anggika sembari menyalami papanya dan kemudian berjalan keluar kantor diikuti oleh sopir yang mengantar dirinya.
Alvaro mengerutkan keningnya, Hendra bilang kalau Anggika tidak punya pacar ataupun menyukai seseorang, tapi kenapa pada saat bertemu dengan dirinya, Anggika mengatakan kalau sudah punya pacar?
"Anggika sekolah di mana kalau boleh tau?"
**
**
*
**
Revan sekarang tengah berada di rumahnya dia tengah membantu ayahnya membuat bakso dan sebentar lagi akan keliling kampungnya jualan seperti biasa.
"Kamu sudah makan Van? Ayah tadi masak makanan kesukaan kamu," ujar Prapto pada putranya.
"Iya Yah, sebentar lagi selesai," sahut Revan pada paruh baya itu.
Prapto pun berjalan ke meja makan dan menyiapkan makanan untuk putranya itu. Selesai menyiapkan barang dagangannya, Revan berdiri dari duduknya dan berjalan menuju ke meja makan untuk makan bersama dengan ayahnya.