Isakan itu terdengar menyakitkan. Beban, rasa sakit, dan rasa kecewa Cyra tercurahkan melalui air matanya saat ini. Ia akan membenci dirinya sendiri karena terlihat lemah. Gadis yang selalu mengucapkan gak papa, tidak masalah, dan tidak peduli itu kini sedang terisak dengan keras mengalahkan suara hujan.
Siapapun yang mendengarnya pasti ikut merasakan sedihnya. Seperti Raefal saat ini. Hatinya hancur melihat sekaligus mendengar gadis kuat itu menangis. Selama ini, Raefal kagum kepada Cyra. Sangat kagum karena keberaniannya. Ia bahkan merasa kalah dengan gadis itu. Raefal tidak bisa mengucapkan kata, 'tidak peduli, atau bodo amat' seperti yang selalu gadis itu ucapkan. Itulah mengapa Raefal mencintai Cyra.
Sikapnya yang elegan, sifatnya yang dingin, wajahnya yang jarang berekspresi, dan kebiasaannya yang seenaknya sendiri. Menurut Raefal, Cyra keren karena bisa mencintai dirinya sendiri.
Tangisan Cyra semakin reda. Ia lepas dari dekapan Raefal dan mengusap matanya. Ekspresinya kembali ke cetakan semula, datar, dingin, dan tajam memikat. Menyadari bajunya yang sudah basah kuyup,Cyra memutuskan menepi diikuti Raefal. Mereka duduk berdampingan menatap hujan bersama. Yang mereka tatap adalah hal yang sama, tetapi kedua arti tatapan itu berbeda.
"Lupakan semua hal tentang hari ini." Cyra memperingati Raefal sebelum dirinya pergi meninggalkan laki-laki itu.
"Gue gak akan lupain kalau lo pernah nangis dalam dekapan gue." gumam Raefal.
***
'Assalamualaikum Cyra, entah surat ini akan sampai kepadamu atau tidak nak. Yang pasti, isi surat ini adalah curahan hati ibu yang terdalam.
Memang, ibu tak pantas kau sebut sebagai ibu karena meninggalkanmu begitu saja. Ibu... punya alasan tersendiri yang bisa kau tanyakan kepada Civia.
Ibu tahu kau membenci ibu karena pergi tanpa kejelasan dan tak pernah kembali. Tetapi, sejujurnya ibu ingin menemuimu. ibu ingin melihat anak gadis ibu tumbuh besar menjadi gadis yang cantik dan berakhlak mulia.
Ibu emang tidak tahu banyak hal tentang dirimu, tapi yang pasti ibu mencintaimu. Ibu menyayangimu....
Nak, ibu minta satu hal dari kamu. Hanya satu hal. Jadilah seperti Civia. Dan juga, sampaikan maaf ibu kepada mereka-sahabat ibu.'
***
Cyra menghela nafas kasar setelah membacanya. Terbitnya mentari mengiringi rasa rindunya. Kumpulan kata dalam surat itu seperti sebuah tombak untuknya. Ia pikir, ibunya membenci Cyra karena menjadi gadis yang buruk. Ternyata tidak, ibunya sangat mencintainya.
Terbitnya mentari juga menjadi penghantar seorang Fenita Adriana ke dalam liang kubur-peristirahatan terakhirnya yang terletak tak jauh dari rumah kediaman keluarga Cyra. Selesai acara pemakaman yang diadakan secara tertutup, Cyra menghampiri Mommy Civia yang sedang berlinang air mata.
Gadis itu memeluk Mommy nya dengan senyum hangat yang tak luntur sedetikpun."I love you, Mom..." katanya.
Mommy Civia mengecup dahi anak gadisnya sebagai pembalasan atas pengakuan cinta.
"Mom, ajarkan Cyra berhijab." ujar Cyra membuat Mommy Civia terbelalak kaget.
"Ada apa?" tanya Mommy Civia sembari mengelus surai anaknya.
"Cyra ingin seperti Mommy." jawabnya.
Mommy Civia sedikit kebingungan dengan jawaban Cyra. Ia yakin ada alasan dibalik itu. Hanya saja, Cyra tak bisa menjelaskannya panjang lebar. Apapun alasannya, Civia yakin kalau itu yang terbaik untuk Cyra dan untuk dirinya.
Cyra memang bulan dan matahari untuknya. Cyra,penghangat kala hati terasa beku meskipun hatinya sendiri membeku.Cyra,cahaya orang disekitar dikala kehilangan harapan,meskipun dirinya tak memiliki harapan.
***
Hanya satu hari setelah kematian ibu kandungnya, Cyra mulai masuk sekolah. Rumor ini langsung tersebar ke setiap penjuru sekolah. Semua memandang Cyra dengan belas kasihan, tak terkecuali dengan Ifrey sahabatnya.
Cyra memasuki kelas dengan wajah dingij tanpa ekspresi. Di sana, sudah menanti Fras dan Gilang -kekasihnya. Cyra menatap keduanya dengan tatapan penuh amarah.
"Ngapain?" tanya Cyra.
"Kamu gak papa kan?" tanya Gilang.
"Kalau kamu butuh hiburan, bilang aku." timpal Fras.
Cyra menghela nafas panjang sebelum menjawab. "Kita putus."
Ifrey yang mendengarnya membelalak terkejut. Selama ini Cyra tak pernah menganggap mereka, dan sekarang gadis itu memutuskan mereka? apakah ini sebuah kemajuan bahwa Cyra mulai menganggap orang lain penting?
Jika ditanya mengenai Fras dan Gilang, Cyra terkadang lupa dengan wajah keduanya. Bahkan, jika Fras dan Gilang memberinya perhatian, Cyra akan membentak keduanya habis-habisan. Dan sekarang? gadis itu berkata lembut walaupun menusuk. Jika disuruh untuk meninggalkan keduanya, Cyra enggan karena mereka bukan siapa-siapa untuknya.
Gilang dan Fras tentu sangat terkejut. Mereka menggebu-gebu meminta maaf agara Cyra menarik kembali ucapannya. Tetapi, Cyra adalah Cyra yang tak pernah plin plan dan bermain-main dengan kata. Cyra adalah Cyra yang dingin tak berperasaan.
"Jelasin alasannya." tuntut Fras.
"Bukannya dari awal aku emang gak pernah punya pacar? kalian aja yang memutuskan sendiri kalau aku adalah pacar kalian." ketus Cyra sembari meninggalkan keduanya dan duduk di samping Ifrey yang sedang menganga.
Ifrey menyentuh dahi Cyra memastikan gadis itu baik-baik saja. Tidak demam, atau mendadak gila. Eh, bukannya Cyra memang gila? sedangkan Cyra hanya mendengus kesal dengan perlakuan sahabatnya yang tak punya akhlak tersebut.
"Kamu, beneran Cyra kan?" tanya Ifrey memastikan.
Cyra melirik sinis, "Jangan terkejut sekarang, aku masih punya kejutan besar."
Sekujur tubuh Ifrey merinding mendengarnya. Ia seperti mendapat ancaman kematian dari psikopat. Apalagi, tatapan dan senyum sinis Cyra membuatnya menelan ludah dengan kasar saking ketakutannya. Jika sudah seperti ini, artinya Cyra memiliki kejutan yang sangat besar.
Bel masuk berbunyi, pelajaran dimulai. Agenda hari ini adalah presentasi biologi materi sistem saraf. Dalam pelajaran ini, setiap pertemuan akan ada satu atau dua anak yang akan menjelaskan materi setelahnya, bapak ibu guru akan mengulang dan menambahkan hal-hal penting dari yang dijelaskan oleh muridnya. Hari ini, kebetulan saatnya Cyra untuk maju dan menjelaskan.
Setelah dipanggil ke depan, Cyra hanya terdiam untuk beberapa saat sampai Bu Dwi menegurnya. "Ra, kamu belum siap?"
Cyra mengangguk. Semua siswa bertanya-tanya apa yang terjadi dengan Cyra hingga gadis itu belum siap. Biasanya, tanpa belajarpun Cyra sudah mengerti materinya.
"Cecil duluan Bu, saya butuh waktu buat membaca materi." mohon Cyra yang dipenuhi oleh Bu Dwi.
Tanpa banyak orang tahu, meskipun Cyra notabe nya Jenius tetapi ia memiliki sebuah kelemahan. Ia harus membaca terlebih dahulu agar memahami semua materi yang tak berhubungan dengan angka. Daya ingatnya terbilang lemah, tetapi daya tangkap otaknya sangat cepat. Sekali membaca, ia akan paham dengan apa yang ia baca, tetapi ia sulit jika menggunakan metode menghafal.
***
Seminggu berjalan cepat. Detik demi detik, menit demi menit, dan hari demi hari bergulir tanpa terasa. Hari senin, ditengah teriknya matahari, Upacara diadakan untuk melepas guru olahraga yang hendak pensiun. Disaat semuanya sudah berkumpul, seperti biasa Cyra selalu terlambat untuk hadir. Padahal, hari ini Cyra mendapat tugas penting yaitu menyerahkan kenang-kenangan terhadap Pak Handoko-guru yang akan pensiun.
Karena mereka yakin bahwa Cyra akan datang, tugasnya tak digantikan siapapun. Hanya saja, Ifrey sudah kepalang panik hingga tak henti hentinya menghubungi Cyra. Sampai ditengah acara, Ifrey memutuskan untuk menghampiri Raefal yang kebetulan sedang jaga dibelakang.
"Kak, Cyra udah dateng?" tanya Ifrey.
Raefal membuka hpnya, menghubungi salah satu temannya dan mengatakan bahwa Cyra sudah ada dan akhirnya, Ifrey merasa lega.
Penyerahan kenang-kenangan untuk Pak Handoko pun berlangsung, Cyra dengan percaya diri menuju ke tengah lapangan dengan baki di tangannya. Semuanya terperangah tak percaya menatap gadis tersebut. Raefal bahkan sampai tersedak ludahnya sendiri melihat Cyra mengenakan hijab.
"Bidadari surgaku." gumam Raefal sembari tersenyum penuh arti.