Pria tampan dengan rambut cokelat terangnya tersebut memasuki sebuah apartemen mewah di pusat kota. Dengan setelan formal yang masih melekat di tubuhnya, Raefal berbaring di atas sebuah sofa besar yang terletak di dekat sana.
Lengan sebelah kanannya kini terangkat, menutupi kedua matanya.
Pusing.
Satu kata yang menggambarkan perasaannya saat ini. Susah payah Raefal menekan hatinya sendiri, berusaha melupakan sosok Cyra yang sialnya selalu terngiang-ngiang di pikirannya.
Sejak dulu, nama Cyra seolah sudah menghuni hati Raefal, sangat egois sehingga berkuasa di dana seenaknya. Berkali-kali Raefal berusaha untuk mengusir gadis itu dari pikirannya. Namun, Raefal selalu gagal.
Cyra seolah sudah memiliki peran tersendiri di dalam kehidupannya, membuat Raefal frustasi selama ini.
Akhir-akhir ini, Raefal sudah berusaha mengikhlaskan Cyra. Pria itu mulai tidak terlalu memikirkan gadis cantik yang dulunya khas dengan rambut biru gelapnya.
Namun, takdir sangat kejam kepada Raefal. Seolah tidak mengijinkan Raefal untuk melupakan gadisnya, dia justru dipertemukan kembali dengan gadis itu.
Dengan Cyra Grizelle yang kini sudah dewasa. Cyra yang wajahnya tertutup oleh cadar, dan sialnya hal itu mampu membuat Raefal merasa semakin penasaran kepada gadis itu, lebih dari rasa penasarannya beberapa tahun yang lalu.
"Fuck! Kenapa lo harus dateng lagi di kehidupan gue Ra?" umpatnya pelan.
Raefal menurunkan tangannya, membuka matanya. Dia sedikit terkejut sewaktu melihat seorang perempuan cantik kini berdiri di dekatnya, dengan tatapan mata tajam yang sangat candu untuk Raefal.
"Cyra?" gumam Raefal dengan mata membelalak kaget.
"Cyra? Ck! Kamu masih mikirin dia?! Kita baru pisah satu minggu loh, Raefal!" sentak seorang perempuan yang kini menyadarkan Raefal dari lamunannya sendiri.
"Shit! Kamu ngapain kesini, Qila?" tanya Raefal setelah menyadari bahwa perempuan yang ada di depannya adalah mantan istri keduanya, Aqilla Sheryl.
Qila menghela nafasnya, duduk di dekat mantan suaminya. Rambut panjang berwarna hitam miliknya menggelombang indah, menyapu pundak telanjangnya mengingat perempuan tersebut mengenakan pakaian off shoulder.
Tangan Qila kini menjalar menuju lengan Raefal, mengusapnya hangat. "Aku mau ambil beberapa barang aku yang ketinggalan di sini." Jawab Qilla.
Selama menikah, mereka memilih tinggal di apartemen dibandingkan sebuah rumah. Hal itu dikarenakan Qilla merupakan seorang aktris yang cukup terkenal. Dia merasa lebih tenang tinggal di apartemen dibandingkan dengan sebuah rumah.
"Jangan ada yang ketinggalan lagi, soalnya aku mau jual apartemen ini." Kata Raefal sembari mengacak rambutnya sendiri, merasa sedikit frustasi.
Menyadari mantan suaminya yang kini terlihat kalut, Qilla merasa khawatir. "Kamu sakit, Fal?" tanya Qilla.
Pernikahan mereka berakhir secara baik-baik. Keduanya memutus untuk bercerai karena merasa tidak bisa saling mencintai. Entahlah, Raefal merasa sedikit hambar dengan Qilla. Padahal, dia sangat berharap dengan pernikahannya yang kedua ini. Sosok Qilla yang sedikit mirip dengan Cyra membuat Raefal berharap dia bisa jatuh cinta dengan Qilla. Nyatanya, sama saja. Bahkan, Raefal lebih sayang pada istri pertamanya dibandingkan Qilla.
"No… aku gak apa-apa, Qil." Jawabnya.
Qilla tentunya tidak percaya begitu saja. Dia menyipitkan matanya, mencoba menelisik pikiran mantan suaminya tersebut. Hingga akhirnya, Qilla menyadari sesuatu. Bukankah tadi Raefal memanggilnya dengan sebutan Cyra?
"Kamu berhasil nemuin Cyra, Fal?" tebak Qilla, tepat sasaran.
Raefal tidak bisa mengelak lagi. Dia menunduk, kemudian melepaskan kancing jasnya. "Hm, aku nemuin dia."
"Terus kenapa kamu sedih? Seharusnya kamu bahagia… jangan bilang dia sudah menikah?" tanya Qilla.
Raefal mendelik tajam mendengarnya, sial! Dia lupa menanyakan hal itu pada Cyra. Jangan-jangan Cyra bersikap seperti itu karena dia sudah menikah?
"Shit!" pria itu segera melenggang pergi, meninggalkan Qilla yang dirundung banyak pertanyaan.
"Dasar cowok." Gerutu Qilla.
***
***
"Non Cyra, di bawah ada tamu. Katanya teman Non." Cyra yang saat ini sedang memoles bibirnya menggunakan lipstik matte melirik wanita paruh baya yang kini sedang berdiri di pintu kamarnya.
"Cyra akan turun." Kata gadis itu.
Gadis cantik dengan gamis berwarna hitam dan kerudung mocca yang menutupi rambut indahnya memang tengah menunggu seseorang untuk datang. Tanpa banyak bertanya, Cyra segera keluar dari kamar, kemudian menuruni tangga.
Gadis itu berjalan sedikit tergesa ke ruang tamu, kemudian meminta maaf karena telah membuat tamunya menunggu lama. "Maaf Mas, nunggu lam—" ucapannya terhenti kala mata tajamnya melihat seseorang yang tidak sedang dia nanti.
Di depannya, duduk pria yang baru saja bertemu dengannya beberapa jam yang lalu. Pria yang sangat Cyra benci dan hindari, Raefal Alvano.
Ditatapnya pria yang kini sedang menatapnya kagum, membuat Cyra menyesal karena melupakan cadarnya. Andai dia tahu kalau yang akan datang adalah Raefal, dipastikan Cyra akan mengenakan cadarnya. Bahkan, jika bisa Cyra tidak akan pernah membukakan pintu untuk pria kurang ajar di depannya ini.
"Kamu cantik, Ra… sangat cantik." Puji Raefal, membuat manik mata Cyra berputar malas.
"Pergi." Usir Cyra dingin.
Senyum Raefal seketika luntur mendengar penolakan dari perempuan di depannya ini. "Aku sudah susah payah cari tahu alamatmu, Ra… masa kamu mau usir aku gitu aja?"
Cyra hanya berdehem malas sebagai tanggapan.
Belum sampai di situ, Raefal kini kembali menanyakan sesuatu. Dia ingat Cyra menyebut kata 'Mas' tadi. "Kamu lagi nunggu cowok Ra? Siapa? Bukan pacar kamu 'kan?" tanya Raefal.
Dengan tatapan mata yang terlampau dingin, Cyra akhirnya menyeletuk asal. "Calon suami. Jadi, sebaiknya kamu pergi sekarang."