BRAK!!
PRAAKK!!
Terdengar suara barang-barang berjatuhan di ruang tamu.
"WOY!! AKIRA SIALAN!! KELUAR KAU! JANGAN BERSEMBUNYI!!" Suara teriakan dari arah ruang tamu.
Bibi Minama dan Kenkyo terlonjak, tentu karena kaget. Mereka berlari ke luar untuk memeriksa siapa yang membuat keributan saat rumah ini masih diselimuti duka yang mendalam.
Di ruang tamu, mereka melihat dua orang lelaki bertubuh kekar dan seorang pria berbaju rapi. Penampilan kedua lelaki di belakang pria berbaju rapi sungguh sangar. Tubuh mereka dipenuhi tato, rambut gimbal dan telinga bertindik.
"Hey! Hanasaki Akira! Kemana kau? Keluarlah!" teriak mereka sambil mengobrak-abrik benda yang berada di ruang tamu.
"Keluarlah! Kembalikan uangku, B*e**sek!" teriak pria yang memakai pakaian rapi.
"Hanasaki Akira!!"
"HENTIKAN!! APA YANG KALIAN LAKUKAN DI RUMAHKU, HAH?" bentak Kenkyo. Ia sudah siap memukul orang-orang asing itu menggunakan sapu.
Lelaki berbaju rapi menyeringai. Ia berjalan menghampiri Kenkyo.
"Kau ... hmm ... pasti kau putrinya Akira, ya kan? Ke mana dia sekarang, heum?"
"Jangan sebut nama Otousan-ku seperti itu!"
Pria kekar yang berbaju hitam menyentuh rambut Kenkyo. Ada seringaian menjijikkan yang ditampilkan oleh bibirnya yang bertindik.
"Ayahmu telah mengambil uangku, jadi kau harus membayarnya, Gadis Manis."
Kenkyo segera menepis tangan pria mesum tadi. merasa jijik diperlakukan seperti itu.
"Apa di sini ada uang?"
Lelaki berjas tadi mengobrak-abrik lemari yang berada di ruang tengah.
"HENTIKAN! JANGAN MENGACAU DI RUMAH ORANG!"
Bibi Minama ikut menahan ketiga lelaki sangar tadi.
Lelaki yang berbaju abu-abu menjambak kasar rambut Bibi Minama.
"Ini bukan urusanmu, Wanita Tua!"
"Aarrgghh!!" Lelaki tadi mengerang saat tangannya digigit oleh Kenkyo hingga berdarah.
Temannya yang lain tak terima, mereka langsung mendorong Kenkyo hingga jatuh terjerembap. Kening Kenkyo terantuk dinding hingga meninggalkan bekas luka kemerahan yang kentara.
*****
"Kalian menagih hutang pada bocah malam-malam begini, HAAH?!" bentak Detektif Shinsuke. Ia menatap tajam tiga lelaki yang ia yakini sebagai rentenir itu.
"Kami hanya ingin mengambil uang kami, Tuan," jawab lelaki berbaju rapi, namanya Ryohei.
Di depannya, Detektif Takeru sedang mengetik semua laporan mereka.
"Bisa kita lihat kontrak tanda terima pinjamannya?"
"Untuk apa dilihat? Toh sama saja," jawab Ryohei. Ia langsung dihadiahi tatapan mematikan oleh Shinsuke.
Ryohei mengeluarkan selembar kertas dari balik jasnya.
Takeru membaca kontak perjanjian itu. Memang benar Tuan Akira sudah meminjam uang dalam jumlah yang banyak, dan ia menggunakan rumah yang saat ini Kenkyo tinggali sebagai jaminan. Namun, ada yang disadari oleh Takeru.
"Tunggu! Kalian meminta bunga 40%? Itu menyalahi aturan hukum. Kalian bisa terkena masalah karena ini!" bentak Takeru.
Lelaki yang duduk di sebelah Ryohei melirik sejenak ke arah Kenkyo yang berada di samping kiri mereka. Ia menarik kasar rambut gadis itu.
"Kami hanya menagih pinjaman pokoknya. Hey! Cepat kembalikan uang kami!"
Duaagh!!
Detektif Shinsuke langsung menojok lelaki yang baru saja menjambak Kenkyo.
"JAGA SIKAPMU DI KANTOR POLISI, B*E**SEK!"
"Shinsuke!" panggil sosok wanita yang baru saja memasuki kantor polisi.
Shinsuke menoleh. Ia sama sekali tak menyangka jika ibunya akan datang ke sini tanpa pemberitahuan dahulu.
Mata Nyonya Yukiko kini malah terfokus pada Kenkyo yang sedari tadi duduk terdiam. Tatapan matanya kosong.
"Oh Kami-sama! Akhirnya aku menemukanmu, Nak! Tadi aku diberitahu oleh tetangga katanya kau ada di kantor polisi. Oh, tidak! Anakku, kenapa kau harus mengalami ini semua?"
Nyonya Yukiko berucap sambil memeluk Kenkyo. Kenkyo masih diam membeku. Ia masih syok. Tadi pagi baru ia menguburkan jasad ayahnya, malamnya rumahnya diobrak-abrik oleh rentenir.
Aku ingin kau menghukum seberat-beratnya orang yang menyakiti calon menantuku, Shinsuke!"
"APA??!" pekik Shinsuke dan Kenkyo bersamaan. Mereka saling berpandangan.
Gadis itu langsung tersadar dari lamunan karena kalimat yang terlontar dari mulut Yukiko.
Nyonya Yukiko menepuk bahu Shinsuke dan Kenkyo.
"Iya, Nak. Okaa-san sudah merencanakan perjodohan ini bersama Akira-kun sejak lama. Kemarin kami juga membahasnya lagi, tapi aku begitu terkejut mendengar berita kematiannya sore tadi. Aku sama sekali tak menyangka bahwa kemarin adalah pertemuan terakhir kami."
Nyonya Yukiko berucap. Matanya berkaca-kaca saat mengingat cinta pertamanya yang sebenarnya akan menjadi besan.
Kenkyo mengernyit. Ia bingung dan terkejut, terheran-heran dalam waktu yang bersamaan.
"Tuan! Sampai kapan kami akan meyaksiksan drama keluarga ini, hah? Apa kami boleh pulang?" sela Ryohei di tengah kebingungan Shinsuke dan Kenkyo.
Shinsuke mengecup kening ibunya. Susah memang kalau membantah keinginan orang tua, jadi ia lebih memilih pasrah.
"Kaa-san, dari pada Anda membuat ribut malam-malam di sini, sebaiknya Anda bawa saja gadis ini pulang dulu."
Nyonya Yukiko meyetujui, ia mengajak Kenkyo untuk pergi dengannya.
Ryohei dan kedua rekannya beranjak
"Kita juga harus pergi!"
Namun, bahu mereka langsung ditahan Shinsuke.
"Mau ke mana kalian, hah? Duduk!" Shinsuke menepuk kasar pundak Ryohei. "Aku butuh nama kalian."
*****
Yamada memukul-mukulkan ponselnya, ia membentur-benturkan benda bersegi panjang itu dengan bantal.
"Bodoh! Bodoh! Kenapa aku bisa seceroboh ini!" keluhnya sambil menenggelamkan kepala di antara bantal.
"Sampai kapan aku akan terbebas dari terror perempuan gila itu? Hasshh!! Aku berharap dia mati mengenaskan," gumam Yamada di sela-sela pergolakan batinnya.
*****
Seorang gadis berseragam SMA berjalan seorang diri melewati jalan setapak. Ia menerima sebuah panggilan.
"Ah ... manis sekali~~~ Aku suka jika kau menurut seperti ini, Yamada-kun."
"...."
"Kenapa? Kau coba mengancamku? Cih! Kau tahu kan apa yang bisa kuperbuat lebih dari yang kau kira."
"...."
"Kau cukup menuruti saja perintahku, dan semuanya akan baik-baik saja."
Ia terlalu fokus pada ponselnya, hingga ia tak menyadari ada sesosok makhluk yang mengawasinya dari tadi. Di sana. Di sudut gelap depan gerbang bangunan tua.
Sosok itu semakin mendekat, dan
Prakkk!!
Ia memukul kepala gadis SMA tadi menggunakan linggis hingga darah muncrat hingga ke wajahnya.
Ada senyum samar di balik masker hitamnnya. Matanya berkilap tajam.
Ia menggeret kaki gadis tadi. Membawanya ke semak-semak dan mulai melakukan aksinya, menghukum para pendosa. Hanya bermodalkan cutter ia menyayat dalam dada kiri korban. Memaksa jantung yang masih berdetak itu keluar dari tempatnya menggunakan tangan kosong.
"Mulai sekarang, aku akan menghukum para kriminal seperti kau! Aku akan menegakkan kebenaran!"
******
Duduk di ruang rapat, sembari bersandar dan menutup matanya menggunakan lengan, Shinsuke berkali-kali mengembuskan napas kasar. Ia benar-benar tak habis pikir dengan pola pikir ibunya. Bagaimana bisa beliau menjodohkannya dengan seorang bocah? Gadis polos yang masih berusia 18 tahun. Oh, ayolah! Di usia Shinsuke yang sudah genap 30 tahun ini ia tak ingin bermain-main. Terlebih lagi bermain pengantin-pengantinan dengan seorang bocah.
Shinsuke tersentak kaget saat merasakan hawa dingin menyentuh kulis pipinya. Seketika ia langsung bangun. Memang benar jika hawa-hawa dingin itu menandakan datangnya sesosok makhluk astral, dan kini ia merasakan itu. Shinsuke menatap tajam makhluk yang baru saja menggaggu kegiatannya berlamun ria. Siapa lagi kalau bukan junior laknat bermarga Kobayashi itu.
"Minum dulu, Niini! Kupikir akhir-akhir ini kau terlalu keras bekerja jadi wajahmu kusam seperti itu," ucap Masaru, masih menempelkan kaleng dingin di pipi Shinsuke. Benar-benar ingin mati dia.
Shinsuke segera menepis tangan Masaru, seketika itu juga kaleng minumannya terjatuh.
"Kalau kau tak lagi ada urusan, sebaiknya pulanglah! Aku ingin bermalam di sini," ucap Shinsuke malas. Ia kembali bersandar dan memejamkan matanya.
"Aahh ... aku sangat tahu masalahmu, Niini. Orang tua selalu memilihkan yang terbaik untuk anaknya. Jadi, Niini seharusnya menghargai keputusan Haha-ue itu."
Shinsuke kembali terlonjak. Ia tak ingat pernah menceritakan masalah perjodohan itu pada juniornya ini. Ah, mungkin saja Masaru pernah mencuri dengar percakapan dia dengan ibunya.
"Masaru!"
"Heum?"
"Apa kau selama ini jadi penguntitku?"
"Hahh???!"
Ah, bodoh sekali. Shinsuke merutuk dirinya sendiri dalam hati. Apa-apaan pertanyaannya itu? Memang siapa dia? Artis? Idol? Sepertinya ia butuh ke psikiater karena ia mengalami gejala-gejala narsis yang tak wajar seperti bocah tengik ini.
"Niini?"
"Hm?"
"Ini sendainya, ya? Seandainya aku mulai menyukai istrimu suatu saat nanti, apa yang akan kau lakukan?"
Shinsuke tak menjawab, hanya seringaian seksi yang ia tampilkan.
To be continued ....