[Ditemukan potongan tubuh seorang perempuan di tempat pembuangan barang bekas. Anggota tubuhnya dipotong menjadi 12 bagian dan di masukkan ke kulkas bekas. Kepolisian Tokyo sedang menyelidiki kasus ini. Diduga pelaku pembunuhan ini adalah orang yang sama dengan pelaku pembunuhan berantai akhir-akhir ini. Pembunuh yang menghakimi orang-orang yang melakukan tindak kriminal]
Kenkyo memindah saluran televisinya menjadi berita selebritis. Ia mual melihat berita terkini yang isinya selalu saja tentang pembunuhan. Terhitung satu minggu sejak meninggalnya Yamada demi menyelamatkan dia. Kini sikap Kenkyo berubah dingin kepada siapa saja.
Cklek!
Pintu terbuka, menampilkan sosok Shinsuke yang selalu menawan setiap saat. Ia membawa nampan berisi makanan. Diletakkannya nampan itu tepat di nakas sebelah Kenkyo berada. Akhir-akhir ini Kenkyo menutup diri dari dunia luar. Yang ia lakukan seharian hanya melamun di kamar, terkadang juga ia akan menonton tv.
"Makanlah! Setelah itu minum vitaminnya. Meskipun itu bukan anakku, tapi aku masih punya rasa kemanusiaan. Aku tak akan membiarkan dia mati karena kekurangan nutrisi."
"Lalu, apa peduli Anda? Toh, Anda sangat yakin jika ini bukan anak Anda." Kenkyo membuang muka, menatap ke luar jendela. "Akan lebih baik jika sekalian Anda tak mempedulikan kami. Kepedulian Anda atas dasar kasihan itu benar-benar terdengar menyedihkan."
Baiklah. Kenkyo memang selalu berhasil membuat Shinsuke bungkam. Shinsuke sudah dibuat syok dengan berita tiba-tiba Kenkyo hamil. Sudah hampir 4 bulan usia kandungannya. Sudah dipastikan, saat Naomi mengaku hamil pada mereka dulu, ternyata Kenkyo sudah hamil duluan. Tapi dengan siapa?
Mungkinkah Yamada adalah ayah dari janin itu? Pertanyaan-pertanyaan itu selalu mengusik pikiran Shinsuke selama ini.
Terdengar suara bel berbunyi. Shinsuke meninggalkan makanan di sebelah Kenkyo dan berjalan keluar.
Di luar, Nyonya Yukiko menunggu dengan cemas. Selama ini ia tinggal di Kurume Prefektur Yokohama, jadi ia tak tahu apa yang telah terjadi antara putra dan menantunya.
Shinsuke membukakan pintu. Saat melihat itu adalah ibunya, Shinsuke segera memeluk wanita paruh baya itu. Dikecupnya kening wanita cantik itu penuh kasih sayang.
"Seharusnya Anda memberitahuku jika ingin berkunjung, Kaa-san."
Nyonya Yukiko hanya tersenyum. Ia memeluk perut putranya. Nampak kesedihan terpancar dari raut wajah wanita paruh baya itu.
'Apa sekarang sudah saatnya? Kuharap Kenkyo mampu menerima kenyataan ini.'
Mereka berjalan beriringan menuju kamar Kenkyo. Shinsuke menceritakan semua pada ibunya apa yang terjadi di antara mereka dan masalah kehamilan Kenkyo.
Nyonya Yukiko melihat menantunya tidur membelakangi dia. Ia meminta Shinsuke untuk meninggalkan mereka berdua, ada yang ingin ibunya bicarakan pada Kenkyo. Shinsuke mengangguk dan menutup pintu.
Perlahan Nyonya Yukiko mendekat ke arah menantu kesayangannya. Ia mengusap lengan Kenkyo, lembut.
"Kenkyo-chan?"
Kenkyo bangkit. Saat mengetahui siapa yang baru saja berada di sisinya, tangisnya pecah. Ia sudah menahan air mata ini agar tak jatuh, tapi ia tak ingin terlihat sok kuat di depan ibu mertua yang sudah seperti ibu kandungnya. Kenkyo memeluk pundak Nyonya Yukiko, erat. Tangisnya semakin menjadi saat Nyonya Yukiko membisikkan sesuatu.
*****
Shinsuke terbangun di kamar pribadinya tengah malam. Selama ini ia tak pernah sekalipun tidur seranjang dengan istrinya, itu yang ia ingat. Jadi, untuk malam ini ia mencoba berdamai kembali dengan istrinya.
Pelan, Shinsuke berjalan ke arah kamar Kenkyo. Ia membuka pintu dengan perlahan, tak ingin mengusik tidur perempuan yang kini ia cintai. Sejak kapan cinta ini muncul? Entahlah, Shinsuke tak tahu. Mungkin sebenarnya rasa ini sudah muncul sejak dulu, tapi Shinsuke selalu tak diberi kesempatan untuk menyatakannya.
Shinsuke melihat Kenkyo yang tertidur pulas. Dibelainya rambut lembut dan harum milik Kenkyo.
"Ini semua pasti berat bagimu, Chibi."
Kenkyo terusik oleh gumaman Shinsuke. Ia menggeliat perlahan. Mengernyit saat menyadari ada seseorang yang berada di kamarnya.
"Masaru-kun?" panggil Kenkyo lirih. Nyawanya belum terkumpul seutuhnya. Mungkin juga ia salah menebak.
Shinsuke melotot, garang. Ia mulai memahami apa yang terjadi. Mungkinkah setiap malam Masaru telah menyelinap ke rumahnya dan tidur bersama istrinya? Sumpah demi Kami-sama, ia akan melenyapkan lelaki brengsek itu sekarang ini juga.
Shinsuke beranjak. Ia pergi begitu saja, meninggalkan Kenkyo dengan segala kebingungannya.
*****
Shinsuke berlari di tengah hujan, ia menuju gedung kosong bekas kebakaran. Masaru pernah bercerita jika akan berada di gedung tua itu saat dirinya merasa resah.
Shinsuke berhasil sampai di gedung tua itu. Temboknya nyaris hangus seluruhnya. Gedung itu terdiri dari 7 lantai. Shinsuke menaiki tangga, tak mempedulikan gelapnya bangunan ini.
"Hanya psikopat gila yang mampu tinggal di tempat menjijikkan ini."
Shinsuke mencurigai Masaru sebagai pelaku pembunuhan berantai akhir-akhir ini. Ia masih menunggu bukti kuat untuk menjebloskan lelaki gila itu ke penjara. Lelaki itu benar-benar terobsesi pada Kenkyo. Atau mungkinkah ada alasan lain?
Shinsuke sudah lama mencurigainya. Bahkan, Masaru pernah mengaku terang-terangan bahwa ialah pembunuhnya beberapa hari lalu. Namun, Shinsuke mengiranya hanya candaan semata.
Shinsuke berhasil sampai di gedung paling atas. Dilihatnya Masaru sedang tiduran di lantai sambil menatap langit luas. Kedua tangannya ia gunakan sebagai bantal.
"Hmm ... akhirnya kau datang juga, Niini. Apa kabarmu, eo?"
Shinsuke tak menjawab.sepertii berada tepat di samping Masaru. Dengan kasar ia menginjak perut Masaru hingga Masaru memuntahkan seisi perutnya.
Shinsuke menarik kasar rambut Masaru.
"Kenapa? Kenapa kau lakukan semua ini, hah?"
Masaru tersenyum miring.
"Aku hanya mewakili dirimu, Niini. Kau tak berani melakukannya, jadi aku merealisasikan semua keinginanmu. Seharusnya kau berterima kasih."
"Apa termasuk meniduri istriku juga, hah?" bentak Shinsuke.
Masaru hanya menanggapi dengan senyuman menjengkelkan seperti sebelumnya.
Shinsuke tak tahan lagi. Ia membenturkan kepala Masaru ke arah dinding, hingga terdengar suara 'prak!'.
"Karena aku adalah dirimu, Niini," gumam Masaru lirih.
Shinsuke membawa Masaru bangkit, dan kali ini ia menubrukkan kepala Masaru ke tiang.
"Apa maksudmu, hah? Jadi, selama ini ternyata kau telah memanfaatkanku?"
Masaru menyeringai kembali.
"Cih! Begitu menyedihkan. Kau masih belum mengakui kalau kita adalah satu orang?"
Shinsuke mencekik leher Masaru.
"Tidak!! Kau bukan bagian dari diriku. Kau hanya iblis pembunuh yang berkedok membersihkan kejahatan, kan? Mengakulah!"
"Menurutmu begitu? Kalau kau begitu membennciku, kenapa kau menciptakanku dalam pikiranmu?"
"DIAM, BODOH!!"
Masaru lagi-lagi menarik sudut kanan bibirnya.
"Hmm ... atau mungkin kau menciptakanku untuk melimpahkan tindak kriminalmu agar tidak disalahkan? Kau hebat sekali, Takahashi Shinsuke."
"SEJAK KAPAN AKU PERNAH MENCIPTAKANMU? KAU SENDIRI YANG MENGAMBIL ALIH TUBUHKU!! INI SEMUA PERBUATANMU! BUKAN SALAHKU!" Shinsuke menarik Masaru kasar. Mereka berada di pinggir atap gedung saat ini. Tak ada tembok yang mengelilingi. Shinsuke akan mendorong Masaru ke bawah. "MATI SAJA KAU SANA!"
Greb!
Tangan Shinsuke ditahan oleh seseorang. Ia berbalik.
"Kenkyo?"
"Hentikan ini semua! Saya mohon, Takahashi-sama!" Kenkyo memelas.
"Cih! Jadi, kau membela lelaki tengik ini ternyata? Kalau begitu, enyah saja kalian!" Shinsuke menarik juga lengan Kenkyo. Ia mendorong Masaru dan Kenkyo. Saat itu juga tubuh mereka melayang beberapa detik di udara dan menghantam tanah.
Shinsuke tertawa. Namun, detik berikutnya ia menangis.
"Kau jahat! Kau telah menghianatiku, Kenkyo. Dan kini kau juga meninggalkanku saat aku sangat mencintaimu!!" Shinsuke berucap di sela tangisnya. Tangan dan kepalanya berlumuran darah. Pandangannya mengabur, dan kini semuanya menggelap.
To be continued ...