Baru beberapa hari ini aku dapat bertemu lagi dengannya. Detektif hebatku, Takahashi Shinsuke. Aku tak tahu kehidupan seperti apa yang dia alami selama empat tahun terakhir ini. Yang jelas, aku baru boleh menemuinya kemarin lusa.
Daripada DID, yakni: Dissociative Identity Disorderini lebih ke skizofrenia. Detektifku sengaja menciptakan dunianya sendiri. Di sana ia dapat menjadi sempurna seperti yang ia inginkan selama ini. Aku tak tahu penyebabnya, tapi Okaa-san pernah bercerita bahwa ini semua berawal dari saat ia tak bisa menyelamatkan adiknya. Padahal sudah jelas-jelas detektifku diberi waktu untuk menyelamatkan adiknya, Masaru.
Ya, Masaru pernah berada di dunia nyata. Namun, ia meninggal dibunuh oleh psikopat gila saat Shinsuke baru menjadi detektif. Bukan hanya Masaru, banyak korban berjatuhan setelah itu. Si pembunuh memberikan teka-teki yang harus dipecahkan oleh Shinsuke. Namun, Shinsuke selalu telat memecahkan teka-teki, akibatnya si psikopat tadi membunuh para korban.
Itu semua memberi beban mental pada detektifku. Ia merasa sangat bersalah atas meninggalnya semua korban.
Hingga saat ini kami tak tahu di mana psikopat gila itu bersembunyi.
Shinsuke pernah dimasukkan ke tempat rehabilitasi dahulu. Namun, tak kusangka penyakitnya akan kambuh saat bertemu denganku.
Empat tahun yang lalu juga, sebenarnya bukan Masaru yang ia lukai, tapi dirinya sendiri. Masaru itu tak nyata. Ia menciptakan sosok Masaru untuk menghilangkan rasa bersalahnya pada adiknya. Namun, sepertinya ia tak menyangka jika karakter yang ia ciptakan mampu mengendalikan pemikiran dan fisiknya. Dan yang dibunuh itu bukan aku juga, karena aku masih di rumah saat itu.
Shinsuke menjadi sosok Masaru yang sangat istimewa. Masaru mampu memperlakukanku sebagai istri yang sesungguhnya. Kami juga melakukan hubungan intim. Saat itu aku tak tahu jika sosok itu adalah Masaru, karakter ciptaan Shinsuke sendiri.
Setelah kejadian di gedung tua itu Shinsuke dirawat di rumah sakit jiwa. Tak ada yang boleh menemuinya. Kemampuannya mengenali antara kenyataan dan halusinasi sangat kacau, makanya dokter tak membolehkan aku menemuinya.
Dokter menyarankanku untuk memasuki alam bawah sadarnya. Di sana aku mengikuti alur kehidupan yang ia ciptakan. Kehidupan sempurna sebagai detektif yang selama ini ia impikan.
Awalnya berjalan lancar. Ia sama sekali tak mencurigai kedatanganku yang tiba-tiba. Yang ia ingat bahwa aku sudah meninggal, dan itu karena kesalahannya. Ia menghukum dirinya sendiri, menciptakan imajinasi yang sesuai keinginannya. Meski terlihat bahagia, tapi aku masih berharap dia bisa kembali bersamaku. Kembali ke dunia nyata di mana seharusnya kami berada
"Bagaimana perkembangannya?"
Dokter ahli kejiwaan Zenko-sensei bertanya padaku.
"Masih sama, Sensei. Sepertinya aku gagal lagi membawa dia bersamaku. Dia masih menganggapku tak nyata. Para tulpa-nya juga mati-matian menyadarkannya. Bahkan mereka berniat melenyapkanku."
Tulpa adalah teman imajinasi yang mempunyai kesadaran dan emosinya sendiri.
Benar. Awalnya ku kira aku tak akan ketahuan. Mereka seperti tak menyadari keberadaanku. Mungkin karena aku dari dunia nyata. Makhluk yang boleh nyata bagi mereka hanyalah Shinsuke, karena Shinsuke yang menciptakan dunia untuk mereka. Jika aku menarik Shinsuke dari dunia halusinasinya, sudah pasti semua teman imajinasinya akan menghilang. Makanya mereka berbuat seperti itu.
"Kenkyo-san, kau sudah sering mengunjungi tempat ini sejak empat tahun lalu, kuharap kau tak akan bosan, ya?"
"Tentu saja, Sensei. Aku sudah bertekad untuk membawa dia kembali."
Oh iya aku hampir lupa. Jika tidak kujemput pasti akan dimarahi, ah lebih tepatnya akan ada rajukan yang menyerangku bertubi-tubi.
"Sensei, saya pamit dulu! Ada yang sudah menunggu saya."
"Terima kasih banyak, Kenkyo-san. Aku sangat mengagumi atas kesetiaanmu. Kau masih muda. Jika mau kau mau, kau mendapatka lelaki yang lebih tampan dan muda dari Shinsuke-san, dan tentunya lebih sehat."
Aku mengulas senyum pada wanita yang selama ini sudah menangani suamiku.
"Aku ingat ada yang pernah bilang begini 'Jatuh cinta boleh lebih dari satu kali, tapi menikah itu cukup sekali."
"Heh? Sudah diganti, ya? Bukannya yang benar 'Kita hidup sekali, mati satu kali. Jatuh cinta sekali dan menikah beberapa kali'."
"Ah~~~ kau menggagalkan aku terlihat keren, Nee-chan."
"Ahahaha sudah, pergilah! Semakin lama kau di sini aku takut kau ikut tertular gila seperti para pasienku."
Zenkyo-sensei memang seperti itu. Sejak aku sering ke sini, kami menjadi semakin akrab. Aku melihat sosok kakak dalam dirinya. Kakak yang jenius, tapi terkadang konyol juga. Mungkin ia tertular oleh pasien-pasiennya. Ahahaha, entahlah.
Ah, ngomong-ngomong, yang kalimat mutiara dadakan tadi adalah kutipan dari salah satu film dari negeri Taj Mahal, Hindustan alias India.
*****
Aku berdiri di depan gerbang Taman Kanak-Kanak. Beberapa saat kemudian, ada dua bocah tampan berlari ke arahku. Aku berjongkok. Wajah mereka bagai pinang dibelah dua. Kedua pangeranku, Takahashi Kensuke dan Takahashi Kyosuke.
Bahkan di alam bawah sadarnya, Shinsuke-kun menciptakan karakter dengan gabungan namaku KENsuke dan KYOsuke. Aku yakin suatu saat nanti aku akan bisa membawanya kembali. Ke dunia di mana istri dan anak-anaknya berada.
"Kaa-chan?" Kyo melompat dan melingkarkan tangan mungilnya ke leherku.
"Hmm?"
"Tadi Niini pelit padaku. Aku tidak boleh melihat tulisannya. Padahal sesama saudara kan saling berbagi, ya?"
"Iya, tapi dalam hal kebaikan, Kyo. Bukan dalam mencontek tulisan!" gerutu si sulung, Kensuke
"Heleh! Bilang saja pelit! Niini pelit! Niini pelit!" ejek si bungsu, menjadi-jadi.
Kensuke yang mewarisi sifat temperamental ayahnya langsung menjitak kepala adiknya. Duh, anak-anakku.
"Tunggu! Kalian sedang bahas apa? Bukannya ujian anak-anak di TK jawabannya selalu didikte sama Sensei, ya?"
"Iya, memang," jawab mereka kompak.
"Terus?"
"Kyo ingin mencontek surat cintaku yang ingin kuberikan pada Himeka, Kaa-san."
"Tuh kan? Niini itu pelit dan jahat. Himeka kan lebih tertarik padaku bukannya sama Nini. Tapi kenapa Niini sok-sokan errrmm itu sok-sokan hepatitis sama Hime-chan?"
"HEEHHH???" Apa yang mereka bahas sih sebenarnya?
"Romantis bukan hepatitis, Kyo!!" teriak si sulung, gemas.
"Nah, iya itu maksud Kyo."
Tunggu! Jadi maksud mereka ....
"Kalian berebut ingin menulis surat cinta pada Himeka? Benar begitu, eum?"
"Iya," jawab mereka lagi-lagi kompak.
Aku antara kesal dan gemas. Kupukul bokong mereka berdua dengan keras.
"Masih kecil sudah main cinta-cintaan, hah? Tidur saja masih ngompol!" bentakku.
"Maaf, Kaa-san."
Mereka malah berlari menjauh sambil bergandengan tangan. Astaga! Apa-apaan mereka itu?
Terkutuklah wahai gen playboy yang menurun pada mereka oleh sang ayah.
Kuharap, kau bisa melihat mereka tumbuh dewasa, Suamiku. Mendidik mereka agar lebih berguna bagi bangsa dan negara.
Aku akan selalu setia kepadamu. Tak peduli banyak yang menyarankanku untuk meninggalkanmu dan menikah lagi dengan lelaki lain. Tidak, sekali-kali tidak! Cintaku hanya untukmu.
Namun, aku masih memiliki keinginan untuk menyembuhkan suamiku itu. Semoga saja, suamiku sudah sembuh sebelum putra-putra kami beranjak remaja.
Kami juga ada rencana untuk pindah ke Indonesia. Atas persetujuan ibu mertuaku, aku akan memindahkan suamiku ke salah satu Sanatorium yang berada di Indonesia. Kami ingin memulai cerita baru di sana. Mungkin agar suamiku juga melupakan semua kisah pahit masa lalunya.
Lalu, putra-putraku juga tidak akan terbebani dengan ejekan anak para tetangga yang mengatakan jika mereka adalah anak-anak dari seorang lelaki yang memiliki gangguan mental. Kuharap aku dapat menemukan kebahagiaanku di Indonesia.
To be continued ....
Vol. 1 End